: http://i1122.photobucket.com/albums/l524/riyosuke/tail2.gif

Selasa, 28 Januari 2014

LAPORAN SEMESTER PRODUKSI TERNAK PERAH


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ruminansia merupakan binatang berkuku genap subordo dari ordo Artiodactyla disebut juga mammalia berkuku. Nama ruminan berasal dari bahasa Latin "ruminare" yang artinya mengunyah kembali atau memamah biak, sehingga dalam bahasa Indonesia dikenal dengan hewan memamah biak. Sistem pencernaan (tractus digestivus) ruminansia terdiri atas suatu saluran muskulo membranosa yang terentang dari mulut sampai ke anus. Fungsinya adalah memasukan makanan, menggiling, mencerna dan menyerap makanan serta mengeluarkan buangannya yang berbentuk padat. Sistem pencernaan mengubah zat-zat hara yang terdapat dalam makanan menjadi senyawa yang lebih sederhana hingga dapat diserap dan digunakan sebagai energi, membangun senyawa-senyawa lain untuk kepentingan metabolisme. Ternak ruminansia juga ada yang dapat menghasilkan produksi susu yang lebih dari yang dapat dikonsumsi anaknya selama masa laktasi yang dikenal dengan sebutan ternak perah.
Ternak perah adalah ternak yang secara genetic mampu menghasilkan susu nelebihi kebutuhan anaknya, misalnya sapi, kambing, kerbau dan lain-lain. Ternak perah mempunyai ciri-ciri khusus yang berhubungan langsung dengan produksi susu. Susu merupakan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi karena mengandung hampir semua zat-zat yang diperlukan oleh tubuh. Susu didefenisikan sebagai susu sapi yang tidak dikurangi atau ditambahi sesratu apapun yang diperoleh dari hasil pemerahan sapi-sapi sehat secara kontinyu dan sekaligus. Susu ini merupakan bahan pangan yang tersusun oleh zat-zat makanan dengan proporsi yang seimbang. Penyusun utama susu adalah air, protein, lemak, karbohidrat, mineral-mineral, dan vitamin-vitamin. Sebagai bahan pangan, susu dapat digunakan baik dalam bentuk aslinya sebagai satu kesatuan maupun dari bagian-bagiannya. Dengan banyaknya produk-produk susu yang beredar dipasaran belum dipastikan susu tersebut mengandung kualitas yang murni dari hasil pemerahan tanpa penambahan zat apapun.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan
Tujuan pelaksanaan praktikum Produksi Ternak Perah ialah untuk mengetahui proses terjadinya susu dan kegunaannya, serta berbagai jenis dan bangsa ternak yang dapat menghasilkan susu maka perlu pemahaman tentang aspek yang mendasar tentang ternak perah. Selain itu, tujuan dari praktikum ini ialah agar mahasiswa mendapatkan pengalaman baru yang belum pernah diketahui tentang hal mendasar yang berkaitan dengan ternak perah.

Manfaat
Manfaat yang dapat kita peroleh dari praktikum ini adalah dengan adanya hasil dari praktikum yang telah dilaksanakan, maka dapat digunakan sebagi titik acuan dan bahan perbandingan didalam menjawab segala permasalahan tentang ternak perah tersebut, dan juga sebagai masukan bagi kita semua di dalam mata kuliah Produksi Ternak Perah, dan menjadi syarat di dalam memenuhi tugas praktikum dan mata kuliah Produksi Ternak Perah. Serta dari praktikum ini kita dapat mengetahui bagaimana anatomi system pencernaan ternak ruminansia dan apa saja fungsi dari setiap bagiannya, mengetahui cara pemeriksaan kesegaran susu, komposisi susu, moikrobiologi susu, dan pemalsuan susu. Tentunya banyak sekali hal bermanfaat yang dapat diperoleh selama melaksanakan praktikum ini.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI ALAT PENCERNAAN
(Arora, 2005) Saluran pencernaan ruminansia terdiri dari rongga mulut (oral), kerongkongan (oesophagus), proventrikulus (pars glandularis), yang terdiri dari rumen, retikulum, dan omasum; ventrikulus (pars muscularis) yakni abomasum, usus halus (intestinum tenue), usus besar (intestinum crassum), sekum (coecum), kolon, dan anus. Lambung sapi sangat besar, yakni ¾ dari isi rongga perut. Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan dikunyah kembali (kedua kali). Selain itu, pada lambung juga terjadi pembusukan dan peragian.
(Bali, 2011) Mikroba dalam rumen juga mampu mensintesis asam amino dari non protein nitrogen sumber, seperti urea dan amoniak. Seperti mikroba mereproduksi dalam rumen, generasi tua mati dan sel-sel mereka melanjutkan melalui saluran pencernaan. Sel-sel ini kemudian sebagian dicerna oleh ternak, yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan sumber protein berkualitas tinggi. Fitur-fitur ini memungkinkan ternak untuk berkembang pada rumput dan vegetasi lainnya.
 ( Blakely, 2001) Ternak kambing berbeda dengan ternak mamalia lainnya karena mempunyai lambung sejati yaitu abomasum dan lambung depan yang membesar yang mempunyai tiga ruangan yaitu reticulum, rumen, dan omasum.
( Blakely, 2001 ) Omasum merupakan bagian ketiga lambung ternak kambing yang menghubungkan retikulorumen dan abomasums. Abomasum merupakan bagian keempat yang disebut juga perut sejati. Dengan demikian ternak ruminansia dapat memanfaatkan pakan berserat kasar tinggi serta mampu mengolahnya menjadi produk dengan nilai biologis tinggi.
( Biologigonz, 2010 ) Rumen dan reticulum sering dipandang sebagai organ tunggal disebut sebagai retikulorumen yang merupakan tempat terjadinya pencernaan fermentative. Retikulum ini mendorong pakan padat dan ingesta ke dalam rumen dan mengalirkan ingesta kedalam omasum. Retikulum membantu ruminasi dimana bolus diregurgitasikan ke dalam mulut. Ingesta yang telah halus didorong ke dalam rumen untuk dicerna lebih lanjut oleh mikroba. Mikroorganisme yang terdapat dalam rumen adalah bakteri, protozoa dan fungi.
(Biologigonz, 2010) Saluran pencernaan hewan memamah biak terdiri atas organ-organ pencernaan sebagai berikut :
1.      Rongga Mulut (Cavum Oris)
2.      Kerongkongan (Esofagus)
3.      Lambung
4.      Usus Halus
5.      Sekum
6.      Usus Besar
7.      Anus
 (Dudee, 2009) Hewan memamah biak  (Ruminansia) adalah hewan herbivora murni, contohnya sapi, kerbau dan kambing. Disebut hewan memamah biak karena memamah atau mengunyah makanannya sebanyak dua fase. Pertama saat makanan tersebut masuk ke mulut,  makanan tersebut tidak dikunyah hingga halus dan terus ditelan, selang beberapa waktu makanan tersebut dikeluarkan kembali ke mulut untuk dikunyah sampai halus.
(Dudee. 2009) Walaupun memiliki caecum yang besar, kambing ternyata tidak mampu mencerna bahan-bahan organik dan serat kasar dari hijauan sebanyak yang dapat dicerna oleh ternak ruminansia murni. Daya cerna kambing dalam mengonsumsi hijauan daun mungkin hanya 10%. Di alam, kambing liar dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dengan jenis pakan yang di kehendaki. Jumlah pakan minimal dan ragam pakan dapat terpenuhi sehingga terjadi keseimbangan dalam pertumbuhan, kesehatan dan perkembangbiakannya. Kalau kebutuhan itu tidak tercapai, dengan sendirinya kambing berangsur-angsur gugur menghadapi seleksi alam.
(Melly, 2011) Hewan memamah biak mempunyai makanan berupa rumput atau tumbuhan. Hewan memamah biak mempunyai sistem pencernaan dengan struktur khusus yang berbeda dengan hewan karnivora dan omnivora.
(Melly, 2011) Ternak terdapat beberapa jenis, diantaranya ternak ruminansia dan ternak non ruminansia. Ruminan terjadi pada hewan pemamah biak, Pengeluaran kembali makanan yang telah tercerna sebagian yang disebut cad, keluar dari rumen yang mengunyahnya untuk kedua kalinya disebut juga cudding. Hewan ruminansia adalah hewan pemakan hijauan atau herbivora yang memiliki lambung dengan beberapa ruangan.
 (Sarwono, 2003) Kambing merupakan binatang memamah biak yang berukuran sedang. Ternak kambing (Capra aegagrus hircus) adalah sub spesies kambing liar yang secara alami tersebar di Asia Barat Daya (daerah "bulan sabit yang subur" dan Turki) Eropa. Kambing liar jantan maupun betina memiliki tanduk sepasang, namun tanduk pada kambing jantan lebih besar.

PEMERIKSAAN KESEGARAN SUSU
Aak, (2005) menyatakan bahwa penyaringan perlu dilakukan dengan segera guna menghindari agar jangan sampai jumlah mikroba yang terdapat didalam air susu bertambah.
 Aak (2005) yang menyatakan bahwa susu segar adalah susu yang tidak dikurangi atau ditambah apapun, yang diperah oleh ari pemerahan sapi yang sehat secara kontimue dan sekaligus sampai sempurna. Bahwa pendapat ahli-ahli dahulu susu mempunyai ciri-ciri khas susu yang baik dan normal adalah susu tersebut terdiri dari konversi warna kolostrum yang berwarna kuning dengan warna air susu yaitu putih, jadi susu normal itu berwarna putih kekuning-kuningan.
Amanalis (2002), yang menyatakan bahwa pemanasan dengan suhu tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme baik pembusuk maupun pathogen dan pemanasan yang singkat bertujuan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu tersebut.
Buckle, dkk (2007) menyatakana bahwa uji reduksi dapat menunjukan tingkat kegiatan bakteri sehingga dapat memungkinkan diklasifikasikan susu sebagai susu yang dapat diterima atau tidak untuk kegunaan tertentu.
Devendra (2007), yang menyatakan bahwa Susu segar adalah susu yang tidak dikurangi atau ditambahkan apapun yang diperoleh dari pemerahan sapi yang sehat secara kontiniyu dan sekaligus yang secara sempurna.Pada suhu yang lebih rendah, masa simpan susu akan menjadi lebih panjang dan bila menunjukkan suhu 25oC, maka kesegaran susu dapat mencapai 11-12 jam untuk durasi pemanfaatannya.
Ediwigato (2006), menyatakan bahwa tujuan penyaringan untuk memisahkan benda-benda asing seperti debu, pasir, dan sebagainya dengan kertas saring yang bersih dan selera menjadi tambeh, selain selera juga tidak ada menghambat yang menimbulkan pencernaan terganggu dari pada kotoran tersebut.
Gusriyanti. (2006). menyatakan bahwa angkat reduktase adalah waktu yang diperlukan untuk merubah zat warna biru metilen menjadi putih yang mana nilainya secara kasar berbanding terbalik dengan jumlah organisme yang ada.
Karyadi (2009), menyatakan bahwa susu normal memiliki pH 6.6-6.7 dan bila terjadi banyak pengasaman oelh bakteri nilai pH akan menurun secara nyata. Bila hal ini dianggap sebagai tanda adanya mastitis pada sapi karena penyakit ini menyebabkan perubahan mineral dalam air susu.
Robert. L. Diyert (2007), menyatakan bahwa susu yang bagus dan layak dikuonsumsi sedikit ada rasa manisnya selain untuk rasa juga dapat meningkatkan selera untuk minum susu.
Sudarmadji, dkk. (2004) yang menyatakan bahwa penyaringan bertujuan untuk memisahkan suatu cairan dari bahan padat yang terdapat pada cairan itu dengan cara menuang cairan pada bahan penyaringan.

PEMERIKSAAN KOMPOSISI SUSU
Amiransyah (2008) berpendapat bahwa air susu yang baik atau normal memiliki Bs 1,027 – 1,031 pada temperatur 27,5o perbedaan BJ yang mencolok harus dikurangi.
Bambang (2008), bahwa bahan kering adalah sisa makanan sesudah diuapkan airnya
Devendra, (2007). yang menyatakan bahwa Susu segar adalah susu yang tidak dikurangi atau ditambahkan apapun yang diperoleh dari pemerahan sapi yang sehat secara kontiniyu dan sekaligus yang secara sempurna,
Hadiwiyoto ( 2005 ) berpendapat bahwa susu mengandung protein rata-rata 3,5%. Protein merupakan gabungan dua atau lebih asam-asam amino yang penyusun utamanya adalah atom karbon, atom hydrogen, dan atom nitrogen.
Judkins dan Keener (2009) berpendapat bahwa pada prinsipnya penentuan kadar lemak susu menurut Gerber sama saja dengan metoda Babcock. Botol yang digunakan disebut Butyrometer. Jadi penentuan kadar lemak susu dengan metoda ini juga menggunakan dasar penambahan asam sulfat yang akan memisahkan lemak susu.
Mozes, (2008). yang menyatakan bahwa Pengeringan susu pada suhu yang tertentu mengarah langsung pada suhu pengeringan yang tidak stabil, sehingga akan menyebabkan kadar bahan kering susu tersebut nilainya tidak konstan,
Poole, (2009). yang menyatakan bahwa Air susu yang dihasilkan melalui suatu proses sekretarit sejati pada bagian awal air susu sapi pada suatu pemerahan mengandung kadar lemak yang sangat renda, sekitar 1 %.
Raguarti (2010) berpendapat bahwa komposisi susu terdiri dari air, bahan kering, lemak dan protein. Dimana komposisi susu ini mencakup jenis kandungan gizi yang mana bermanfaat bagi kesehatan bagi tubuh hewan maupun manusia.
Swenson. F. (2004). yang menyatakan bahwa Berat jenis suatu bahan adalah perbandingan antara berat bahan tesebut dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Berat jenis rata-rata 1,032 atau berkisar antara 1,027-1,035. Prinsip dari pengujian berat jenis yaitu benda padat yang dicelupkan ke dalam suatu cairan akan mendapatkan tekanan ke atas seberat volume cairan yang dipindahkan
Winarto. J. S. (2009) yang menyatakan bahwa.Susu merupakan substrat yang baik untuk pertumbuhan mikroba, karena kadar airnya tinggi, pH-nya netral dan kaya akan zat makanan yang diperlukan oleh mikroba. Susu juga merupakan emulsi lemak dalam air yang mengandung garam-garam mineral, gula, dan protein. Komposisi terbesar terjadi pada kandungan lemak, karena kadar lemak susu sangat dipengaruhi baik oleh faktor internal maupun eksternal.

PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI SUSU
Breed dan Dotterrer pada tahun (2006) yang mengatakan bahwa kisaran hitung yang normal adalah selitar 25-250 koloni/cawan.
Benhards (2008) yang mengatakan bahwa Pengenceran yang dilakukan dalam percobaan ini adalah pengenceran desimal yaitu 10-1, 10-2, 10-3, 10-4 dan 10-5. Dan yang diplating dan diamati adalah pengenceran 10-3, 10-4, dan 10-5. Hal ini karena diperkirakan koloni yang terbentuk oleh Escherichia Coli berada pada jumlah yang dapat dihitung pada pengenceran tersebut. Selain itu, perhitungan jumlah koloni akan lebih mudah dan cepat jika pengenceran dilakukan secara desimal.                   
Hediwiyoto (2002) berpendapat bahwa bila jumlah bakteri terhitung pada suatu pengenceran hasilnya dua kali lebih besar dari pada jumlah bakteri terhitung pada pengencer sebelumnya, maka yang digunakan adalah jumlah bakteri pada pengenceran yang besar.
Fardiaz, (2003). yang menyatakan bahwa Prinsip dari metode hitungan cawan adalah menumbuhkan sel mikrobia yang masih hidup pada metode agar, sehingga sel mikrobia tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop Metode hitungan cawan dapat dibedakan atas dua cara yaitu : Metode tuang (pour plate), Metode permukaan (surface / spread plate)           
Fardius, (2002). yang menyatakan bahwa Perhitungan jumlah koloni akan lebih mudah dan cepat jika pengenceran dilakukan secara decimal. Semakin tinggi jumlah mikroba yang terdapat di dalam sample, semakin tinggi pengenceran yang harus dilakukan
Farmansyah (2003) yang mengatakan bahwa Metode hitungan cawan juga mempunyai kelemahan, yaitu: Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel mikroba yang sebenarnya, karena beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk satu koloni, Medium dan kondisi yang berbeda mungkin menghasilkan niali yang berbeda, Mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan membentuk koloni yang kompak dan jelas, tidak menyebar, Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi beberapa hari sehingga pertumbuhan koloni dapat dihitung.
Fendrikus (2004). yang mengatakan bahwa Pada penanaman bakteri dibutuhkan kondisi aseptis atau steril, baik pada alat maupun proses, untuk menghindari kontaminasi, yaitu masuknya mikrobia yang tidak diinginkan.
Gusriyanti, (2006). yang menyatakan bahwa Mutu susu segar juga harus didukung oleh cara pemerahan yang benar termasuk didalamnya adalah pencegahan kontaminasi fisik dan mikrobiologis dengan sanitasi alat pemerahan dan sanitasi pekerja
Tomasiewicz (2006) yang menyimpulkan bahwa kisaran hitung untuk plate count dengan ulangan 3 kali (triplicate) yaitu 25-250 koloni/cawan. Kesimpulan ini didapat dari data analisa susu (raw milk) pada tiga eksperimen yang berbeda  
Waluyo, (2004). yang menyatakan bahwa dimana jumlah terbaik adalah antara 30 sampai 300 sel mikrobia per ml, per gr, atau per cm permukaan (Fardiaz, 1993). Prinsip pengenceran adalah menurunkan jumlah sehingga semakin banyak jumlah pengenceran yang dilakukan, makin sedikit sedikit jumlah meikrobia, dimana suatu saat didapat hanya satu mikrobia pada satu tabung.

PEMERIKSAAN PEMALSUAN SUSU
Brody (2002), yang menyatakan bahwa dalam pembuktian pemalsuan susu yang ditambahkan pati maka dapat duji dengan mencapurkan larutan asam asetat, larutan lugol, dan tabung reaksi tersebut dipanaskan.
Friendhsman. P (2000), menyatakan bahwa dalam bundaran pengamatan mikroskop, butiran lemak susu akan diprioritaskan lebih berhomogen serta mengandung struktur yang lebih kecil, dibandingkan dengan spesifikasi lemak nabati lainnya.
Frandson (2002) yang mengatakan bahwa dalam pemeriksaan pemalsuan susu dengan cara pembuktian penambahan pati bila positif mengandung pati maka filtrate warna menjadi biru, kemudian bila warna kuning berarti negatif dan bila berwarna hijau reaksi diragukan
Golemen (2003),yang menyatakan bahwa dalam pemeriksaan pemalsuan susu dengan cara pembuktian penambahan susu masak dengan uji Storch maka susu yang dipanaskan pada suhu 77-80 o C maka warnanya tetap berwarna putih.
Girisanto R. F (2003), yang menyatakan kebanyakan produk susu dengan menambahkan pemalsu warna susu yang segar dengan alat berupa colouring matherials yang cukup membahayakan apabila dikonsumsi oleh tubuh terhadap stabilitas kesehatan.
Partodihardjo (2003) yang berpendapat bahwa dengan penambahan air kedalam susu, maka berat jenis, kadar lemak dan bahan kering susu akan turun, sedangkan titik beku akan mendekati 0 ( nol ).
Ressang dan Nasution ( 2002 ) berpendapat bahwa didalam susu mentah terdapat enzim Peroksida yang akan terurai oleh pemanasan diatas 75o C. Enzim ini akan membebaskan oksigen dari larutan Peroksida yang ditambahkan kedalam susu.
            Soesilorini (2007), menyatakan bahwa tehnik termudah dalam pembuktian pemalsuan pada susu yang berspesifikasi dengan air adalah dengan mencelupkan laktodensimeter pada larutan susu, sesaat kemudian akan terbaca kadar berat jenisnya yang sangat minimum.
Warmansya (2001), berpendapat bahwa dengan penambahan santan kedalam susu, berat jenis naik ( tetapi dapat juga turun ), kadar lemak naik dan angka Katalase naik. Dan akan terlihat adanya ukuran lemak yang heterogen, kadangkala disertai dengan sel tumbuhan yang dapat dikenali dengan sel yang tidak berdinding.
Wenson. F (2004), yang menyatakan berat jenis suatu bahan adalah perbandingan antara berat bahan tesebut dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Berat jenis rata-rata 1,032 atau berkisar antara 1,027-1,035. Prinsip dari pengujian berat jenis yaitu benda padat yang dicelupkan ke dalam suatu cairan akan mendapatkan tekanan ke atas seberat volume cairan yang dipindahkan.


BAB III
MATERI DAN METODA
Waktu dan tempat
Kegiatan praktikum ini dilaksanakan setiap hari Rabu mulai Tanggal 26 Oktober sampai 20 November 2013, pada pukul 15.00 WIB s/d selesai di Laboratorium Gedung C Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

Materi
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum Anatomi alat pencernaan, Pemeriksaan Kesegaran Susu, Pemeriksaan Komposisi Susu, Pemeriksaan Mikrobiologi Susu, dan Pemeriksaan Pemalsuan Susu ialah Cutter 2 buah, Terpal berukuran 1 x 1 m, ember, sarung tangan, Tabung Reaksi, Penjepit Tabung Reaksi, Gelas Becker, Pipet 10 ml, Pembakar Bunsen, Botol 100 ml, Kertas Saring, Corong, Tabung Erlemeyer, pH meter digital, Tabung Reduktase, Penangas Air, dan Pipet ( 1 ml dan 25 ml ), yaitu Laktodesimeter, Termometer, Gelas Ukur ( 100 ml dan 250 ml ), Labu Erlemeyer ( 250 ml dan 500 ml) Timbangan Analitik skala 0,1 mg, Oven temperatur 102o C, Eksikator, Cawan Gelas dengan penutup diameter 5 cm, Butyrometer, Pipet Otomat ( 1 ml ± 0,05 ml dan 10 ml ), Pipet khusus susu 10,75 ml, Sentrifus, Gelas Becker, Buret, Media PCA ( Plate Count Agar ), Botol 150 ml atau tabung Reaksi 20-50 ml steril, Pipet Steril ( 1 ml, 5 ml, 10 ml, dan 11 ml ), Penyedot Pipet, Cawan Petri Steril, dan Inkubator.

Metoda
ANATOMI ALAT PENCERNAAN
Adapun metoda dalam praktikum Anatomi Saluran Pencernaan yaitu praktikan diminta untuk mendengarkan dan memperhatikan asdos menjelaskan bagian-bagian dari saluran pencernaan serta fungsinya, kemudian praktikan diminta untuk menjelaskan kembali apa yang telah disampaikan asdos dan diberi beberapa pertanyaan secara lisan.

PEMERIKSAAN KESEGARAN SUSU
Adapun cara yang digunakan pada pemeriksaan kesegaran susu ini yaitu pada Uji Sensorik atau uji Organoleptik yaitu terlebih dahulu masukkan 5-10 ml sample susu kedalam tabung reaksi. Amatilah warna susu tersebut : bila warna putih susu berarti susu tersebut normal (baik), bila berwarna biru berarti susu tersebut dicampur dengan air, bila berwarna kuning berarti susu tersebut banyak mengandung karoten, bila berwarna merah berarti pada susu tersebut terdapat darah.
Mengamati Bau dari susu dengan cara yaitu terlebih dahulu sample susu diambil dengan alat pengambil sample dan dimasukkan kedalam botol ukuran 100 ml dan diisi ¼1/3 penuh. Tutup botol tersebut dengan sumbat yang tidak berbau. Simpan dalam suhu rendah. Sebelum diuji masukkan botol tersebut dalam penangas air (35-400C) atau pembakar Bunsen sampai hangat. Sambil mengangkat tutup botol, uji bau dapat dilakukan. Bedakan bau susu sebelum dipanaskan dengan susu yang sudah dipanaskan. Pada Uji Kekentalan yaitu terlebih dahulu dilakukan dengan memiringkan tabung reaksi, kemudian ditegakkan kembali. Perhatikan susu yang membasahi dinding tabung.  Menguji Rasa dari susu : dengan cara meneteskan susu ketelapak tangan dan dicicipi. Bila agak manis berarti susu tersebut normal (baik). Bila pahit berarti sudah terjadi pembentukan peptone. Bila rasa sabun berarti terkena mastitis. Bila rasa lobak berarti terkena kuman coli. Bila rasa pahit dan asin berarti kolostrum.
Pada Pengukuran Ph dengan pHmeter air susu diberkan dua perlakuan. Pertama, 100 ml susu + 2 tetes alcohol 68%, dan yang kedua 50 ml susu + 50 ml air setelah dicampur secara omogeny, kemudian Ph susu diukur menggunakan pHmeter digital.
            Pada Uji Kebersihan dengan Metoda Saring  terlebih dahulu homogenkan 500 ml sample susu. Tuangkan sample susu secara perlahan – lahan melalui dinding corong, pada mulut corong telah terpasang kertas saring. Susu ditampung dalam tabung Erlenmeyer. Setelah kertas saring dilepaskan, amati kotoran yang tertinggal dikertas saring tersebut. Kotoran dapat berupa bulu, potongan rambut, pasir, feces dan lain-lain. Untuk lebih jelas, masukkan kertas saring dalam incubator atau lemariagar kering. Periksalah kotoran yang tampak pada kertas saring dan nilailah banyaknya kotoran dan jenis kotoran yang tampak.
            Pada Uji Alcohol yaitu terlebih dahulu masing-masing Tabung reaksi diisi 3 ml air susu, pada tabung 1 ditambahkan 3 ml alcohol 68 %,tabung 2 ditambahkan 70 %, tabung 3 ditambahkan 3 ml alcohol 75 %, tabung 4 ditambahkan 3 ml 96 %. Masing-masing tabung dikocok dan diamati. Bila susu pecah maka susu tersebut asam dan hasil uji positif. Sedangkan bila susu tidak pecah dan tetap omogeny, hasil uji dinyatakan negative dan susu normal (baik).
            Pada Uji Didih / Uji Masak yaitu terlebih dahulu masukkan 5 ml susu kedalam tabung reaksi dan panaskan sampai mendidih, bila terdapat butiran dan susu tidak omogeny berarti susu pecah (susu rusak) dan hasil uji positif, bila susu tetap omogeny berarti susu masih baik dan hasil uji negative.
Pada Uji Reduktase dengan Biru Metilen yaitu terlebih dahulu masukkan 1 ml larutan biru metilen kedalam tabung reduktase, tambahkan sample susu sampai batas lingkaran. Tutup tabung tersebut dengan sumbat, lalu campurkan sehingga warna biru merata. Masukkan tabung kedalam penangas air selama 4-4,5 jam,penangas air selama 5 menit untuk menghangatkan, kemudian dimasukkan kedalam incubator. Reaksi ditunggu sampai seluruh warna biru hilang.

PEMERIKSAAN KOMPOSISI SUSU
Adapun cara kerja yang dilakukan pada pengukuran Berat Jenis yaitu terlebih dahulu sample susu dihomogenkan dengan cara memindahkan dari satu erlemeyer ke erlemeyer yang lain berulang-ulang. Secara hati-hati sample susu dituangkan kedalam gelas ukur melalui dindingnya agar tidak berbentuk buih. Laktodensimeter dicelupkan kedalam sample susu secara perlahan-lahan, biarkan timbul dan tunggu sampai laktodensimeter berhenti bergerak selama 1 menit. Baca skala yang tertera. Setelah pembacaan selesai, catat suhu temperature laktodensimeter dan ukur suhu sample susu dengan thermometer. Ulangi sebanyak 2-3 kali. Angka yang diperoleh di rata-ratakan. Skala yang dibaca pada laktodensimeter menunjukkan decimal 2 dan 3. Decimal ke-4 dikira-kirakan. Contoh : skala 27 berart BJ = 1,0270, skala 2,35 berarti BJ = 1,0235. Suhu sampel susu harus diantara 20-30˚C, kemudian disesuaikan dengan susu 27,5˚C.
            Pada pengukuran Kadar Bahan Kering yaitu terlebih dahulu keringkan cawan dan tutpnya dalam oven selama 10 menit. Setelah itu, masukkan cawan kedalam eksikator sampai suhunya sama dengan susu kamar. Timbang cawan beserta tutupnya. Masukkan 3 ml sample susu kedalam cawan. Timbang kembali cawan yang berisi sample beserta tututpnya. Masukkan cawan kedalam oven dan letakkan tutup cawan disampimg cawan. Biarkan selama 1 jam, setelah itu keluarkan dari oven dam masukkan cawan yang telah ditutup kembali eksikator. Setelah cawan dingin,timbanglah cawan beserta tutupnya. Masukkan kembali cawan kedalam oven, keringkan selama 1 jam, setelah itu masukkan kembali kedalam eksikator sampai dingin.timbang kembali cawan tersebut. Lakukan prosedur sampai tercapai berat konstan.
            Pada pengukuran Kadar Lemak dengan Metode Gerber yaitu terlebih dahulu masukkan 10 ml H2SO4 pekat kedalam butyrometer. Melalui dinding butryrometer, masukkan 10,75 ml sample susu secara hati-hati dan 1 ml amil alcohol. Butyrometer disumbat sampai rapat,kemudian dikocok dengan arah angka delapan selama 3-5 menit agar bagian-bagian didalamnya tercampur rata. Setelah terbentuk warna ungu tua sampai kecoklatan, masukkan butyrometer kedalam sentrifus dan pasang sentrifus pada 1200 rpm selama 5 menit. Kemudian masukkan butyrometer didalam penangas air adalah bagian yang ada sumbatnya dibawah dan bagian yang ada skalanya diatas. Baca skala yang tertera pada butyrometer.
Pada pengukuran Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL), persentase BKTL dapat dihitung menggunakan rumus Herz-Henkel, yaitu:

Keterangan:
BKTL = Bahan Kering Tanpa Lemak
KL       = Kadar Lemak
Ld20   = Skala Laktodensimeter pada 20˚C
0,48     = Konstanta jika Berat Jenis diukur pada suhu 20˚C. Jika Berat Jenis diukur pada sampel yang dipanaskan 40˚C, maka konstanta yang digunakan 0,63.
Atau:

            Pada pengukuran Kadar Protein Metode Titrasi Formol yaitu terlebih dahulu masukkan 10 ml susu kedalam erlemeyer 125 ml dan tambahkan 20 ml aquades serta 0,4 ml larutan kalium oksalat jenuh dan 1 ml phenolphtalin 2% lalu diamkan selama 2 menit. Kemudian titrasi campuran tersebut dengan NaOH 0,1 N sampai mencapai warna standar atau warna merah muda. Warna standar: 10 ml susu + 10 ml aquades + 0,4 ml kalium oksalat jenuh + 1 tetes indicator rosanilin klorida. Setelah warna tercapai tambahkan 2 ml larutan formalin dan titrasi kembali dengan NaOH sampai warna standar tercapai lagi. Buatlah titrasi blanko yang terdiri dari 20 ml aquades + 0,4 ml larutan kalium oksalat jenuh + 1 ml indicator phenolpthalin + 2 ml larutan formalin dan titrasi dengan larutan NaOH.

PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI SUSU
Adapun cara kerja pada perhitungan mikroba secara tidak langsung dengan metoda hitung cawan salah satunya Pada metode tuang yaitu terlebih dahulu beri label pada botol atau tabung reaksi yang berisi larutan pengencar dan cawan Petri. Lakukan pengenceran sample secara omogen. Ambil sample 0,1 ml dan masukkan kedalam cawan Petri. Tuangkan media agar cair sebanyak 12-15 ml untuk setiap cawan Petri. Selama penuangan media tutup cawan tidak boleh dibuka terlalu lebar. Setelah penungan media agar cair, goyangkan cawan membentuk angka 8 diatas meja untuk menyebarkan sel mikroba. Biarkan sampai media agar memadat. Setelah agar memadat,masukkan cawan Petri kedalam incubator dengan posisi terbalik selama 24-36 jam pada suhu 30-320C. hitung jumlah koloni yang terdapat pada agar dan laporkan sebagai jumlah koloni per ml.
 Pada metode sebar / permukaan yaitu terlebih dahulu Tuangkan 15 ml agar cair kedalam cawan Petri dan biarkan memadat. Pipet sample yang sudah diencerkan 0,1 ml dan tuangkan diatas agar yang sudah memadat. Sebarkan larutan sample keseluruh permukaan adar dengan menggunakan ose bengkok. Biarkan sampel homogeny selama 15 menit, kemudian cawan Petri dibalik dan diikubasi selama 24-48 jam pada suhu 30-320C. lakukan perhitungan koloni yang terdapat dalam agar.

PEMERIKSAAN PEMALSUAN SUSU
Adapun cara kerja pada pembuktian Penambahan air kedalam susu dilakukan melalui pengukuran berat jenis.berat jenis normal susu berkisar antara 1,0280-1,032, dengan penambahan air atau whey, maka berat jenis akan turun.
            Pada pembuktian Penambahan Santan secara Mikroskopik : bersihkan sebuah gelas objek. Teteskan   1 tetes susu dan tutup dengan gelas penutup, hindari terbentuknya gelembung udara. Lihat dibawah mikroskop dengan pembesaran obkektif 10x45x, tampak butir-butir lemak susu omogeny, sedangkan butir-butir lemak nabati lebih besar dari butir lemak susu.
            Pada pembuktian Penambahan Pati : masukkan 10 ml sample susu kedalam tabung reaksi,tambahkan 0,5 ml asam acetate. Panaskan tabung dan kemudian sample susu disaring. Kedalam filtrate teteska 4 tetes lugol. Apabila positif mengandung pati, maka warna feltrate menjadi biru. Bila bewrna kuning artinya negative,apabila warna hijau reaksi diragukan.
            Pada pembuktian Penambahan Susu Masak dengan uji Storch: masukkan 5 ml sample susu kedalam tabung reaksi, tambahkan 2 tetes larutan paraphenildiamin 2 %. Tambahkan 1-4 tetes larutan hydrogen peroksida. Susu mentah dan susu yang belum mengalami pemanasan berubah warnanya menjadi biru. Susu yang dipanaskan pada 77-800C tetap berwarna putih.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
ANATOMI ALAT PENCERNAAN
Ruminansia merupakan binatang berkuku genap subordo dari ordo Artiodactyla disebut juga mammalia berkuku. Nama ruminan berasal dari bahasa Latin "ruminare" yang artinya mengunyah kembali atau memamah biak, sehingga dalam bahasa Indonesia dikenal dengan hewan memamah biak.
 Sistem pencernaan (tractus digestivus) ruminansia terdiri atas suatu saluran muskulo membranosa yang terentang dari mulut sampai ke anus. Fungsinya adalah memasukan makanan, menggiling, mencerna dan menyerap makanan serta mengeluarkan buangannya yang berbentuk padat. Sistem pencernaan mengubah zat-zat hara yang terdapat dalam makanan menjadi senyawa yang lebih sederhana hingga dapat diserap dan digunakan sebagai energi, membangun senyawa-senyawa lain untuk kepentingan metabolisme. Pencernaan merupakan rangkaian proses yang terjadi dalam saluran pencernaan sampai memungkinkan terjadinya penyerapan.

Sistem Pencernaan  Ternak Kambing
(Dudee, 2009) Hewan memamah biak  (Ruminansia) adalah hewan herbivora murni, contohnya sapi, kerbau dan kambing. Disebut hewan memamah biak karena memamah atau mengunyah makanannya sebanyak dua fase. Pertama saat makanan tersebut masuk ke mulut,  makanan tersebut tidak dikunyah hingga halus dan terus ditelan, selang beberapa waktu makanan tersebut dikeluarkan kembali ke mulut untuk dikunyah sampai halus.
Menurut (Melly, 2011) Ternak terdapat beberapa jenis, diantaranya ternak ruminansia dan ternak non ruminansia. Ruminan terjadi pada hewan pemamah biak, Pengeluaran kembali makanan yang telah tercerna sebagian yang disebut cad, keluar dari rumen yang mengunyahnya untuk kedua kalinya disebut juga cudding. Hewan ruminansia adalah hewan pemakan hijauan atau herbivora yang memiliki lambung dengan beberapa ruangan.
 (Melly, 2011) Hewan memamah biak mempunyai makanan berupa rumput atau tumbuhan. Hewan memamah biak mempunyai sistem pencernaan dengan struktur khusus yang berbeda dengan hewan karnivora dan omnivora.
(Sarwono, 2003) Kambing merupakan binatang memamah biak yang berukuran sedang. Ternak kambing (Capra aegagrus hircus) adalah sub spesies kambing liar yang secara alami tersebar di Asia Barat Daya (daerah "bulan sabit yang subur" dan Turki) Eropa. Kambing liar jantan maupun betina memiliki tanduk sepasang, namun tanduk pada kambing jantan lebih besar.
Ternak kambing berbeda dengan ternak mamalia lainnya karena mempunyai lambung sejati yaitu abomasum dan lambung depan yang membesar yang mempunyai tiga ruangan yaitu reticulum, rumen, dan omasum ( Blakely, 2001). Hal ini juga berkaitan dengan pernyataan bahwa Saluran pencernaan ruminansia terdiri dari rongga mulut (oral), kerongkongan (oesophagus), proventrikulus (pars glandularis), yang terdiri dari rumen, retikulum, dan omasum; ventrikulus (pars muscularis) yakni abomasum, usus halus (intestinum tenue), usus besar (intestinum crassum), sekum (coecum), kolon, dan anus. Lambung sapi sangat besar, yakni ¾ dari isi rongga perut. Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan dikunyah kembali (kedua kali). Selain itu, pada lambung juga terjadi pembusukan dan peragian (Arora, 2005). Berikut gambar anatomi pencernaan kambing (ruminansia kecil)
Gambar 1. anatomi pencernaan kambing (ruminansia kecil)
Sebagian besar bahan pakan mengandung campuran nutrient yang terdiri atas protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan air. Zat–zat gizi organik ini terdapat dalam bentuk yang tidak larut sehingga harus dipecah menjadi senyawa–senyawa kecil sebelum mereka dapat masuk melalui dinding saluran pencernaan untuk kemudian diedarkan kedalam darah atau saluran limfe. Berdasarkan perubahan yang terjadi pada bahan pakan di dalam alat pencernaan, proses pencernaan ternak ruminansia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu pencernaan mekanik, hidrolik dan  fermentative. Proses pencernaan fermentative inilah yang merupakan proses khas yang terjadi dalam saluran pencernaan ruminansia yang membedakannya dengan proses pencernaan pada non ruminansia (Sarwono, 2003).
Pencernaan adalah proses perubahan senyawa–senyawa tertentu menjadi senyawa lain yang sama sekali berbeda dengan molekul zat makanannya. Proses pencernaan berupa fermentasi yang terjadi sebelum usus halus pada ternak ruminansia mendatangkan keuntungan dan kerugian Keuntungan yang diperoleh dengan terjadinya fermentasi sebelum usus halus antara lain produk fermentasi mudah diserap usus, dapat mencerna selulosa dan  dapat menggunakan non–protein nitrogen seperti urea. Kerugian yang dialami antara lain banyak energi yang terbuang sebagai gas methan dan panas, protein bernilai hayati tinggi mengalami degradasi menjadi NH3 (amonia) sehingga terjadi penurunan nilai protein, ternak ruminansia peka terhadap ketosis atau keracunan asam.
Proses pencernaan fermentative ini tidak lepas dari peranan mikroba rumen. Mikroba rumen akan mencerna karbohidrat, protein, dan lemak menjadi asam lemak atsiri VFA (Volaltyl Fatty Acid), NH3 (amonia), gas karbondioksida (CO2) dan gas methan (CH4). Amonia digunakan untuk membangun sel mikroba, VFA (Volatyl Fatty Acid)  akan diserap langsung dalam rumen dan retrikulum untuk dimanfaatkan oleh ternak sebagai sumber energy, gas methan dan oksigen dikeluarkan melalui proses eruktasi ( Blakely,2001 ).
Berikut gambaran proses pencernaan baik kimiawi maupun mekanis dan bagaimana ternak memanfaatkan bahan makanan berserat kasar tinggi, perlu diketahui dahulu sistem pencernaan serta fungsi bagian-bagian dari alat pencernaan tersebut, khususnya rumen, retikulum, omasum dan abomasum.
Berikut adalah gambar perut ternak ruminansia :

ILOVEIDM1367.jpghttp://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTDiox0DzcIJrZJkW3cFsfGxN6OjU5nVrWdcGoBiuaNen2Dx__N 
Gambar 2. perut ternak ruminansia

Saluran Pencernaan:
1.      Mulut
2.      Esofagus
3.      Lambung: Rumen, Retikulum, Omasum, Abomasum 
4.      Usus halus
5.      Usus Besar (Kolon)
6.      Rektum
hal ini didukung oleh pendapat (Biologigonz, 2010) Saluran pencernaan hewan memamah biak terdiri atas organ-organ pencernaan sebagai berikut :
1.      Rongga Mulut (Cavum Oris)
2.      Kerongkongan (Esofagus)
3.      Lambung
4.      Usus Halus
5.      Sekum
6.      Usus Besar
7.      Anus
MULUT
Pencernaan di mulut pertama kali di lakukan oleh gigi molar dilanjutkan oleh mastikasi dan di teruskan ke pencernaan mekanis. Di dalam mulut terdapat saliva. Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar khusus dan disebarkan ke dalam cavitas oral.
Komposisi saliva:
Komposisi dari saliva meliputi komponen organik dan anorganik. Namun demikian, kadar tersebut masih terhitung rendah dibandingkan dengan serum karena pada saliva penyusun utamanya adalah air. Komponen anorganik terbanyak adalah sodium, potassium (sebagai kation), khlorida, dan bikarbonat (sebagai anion-nya). Sedangkan komponen organik pada saliva meliputi protein yang berupa enzim amilase, maltase, serum albumin, asam urat, kretinin, mucin, vitamin C, beberapa asam amino, lisosim, laktat, dan beberapa hormon seperti testosteron dan kortisol. Selain itu, saliva juga mengandung gas CO2, O2, dan N2. Saliva juga mengandung immunoglobin, seperti IgA dan IgG dengan konsentrasi rata-rata 9,4 dan 0,32 mg%.
Fungsi saliva:
   a. membantu penelanan
   b. buffer (ph 8,4 – 8,5)
   c. suplai nutrien mikroba (70% urea)
Mekanisme sekresi saliva
Kelenjar saliva mensekresikan granula sekretorik (zymogen) yang mengandung enzim-enzim saliva kemudian dikeluarkan dari sel-sel asinar ke dalam duktus. Jumlah sekresi salisa berbeda-beda, sekresi saliva pada sapi ±150 liter/hari, domba ±10 liter/hari. Organ yang berfungsi mencerna makanan secara mekanik pada ruminansia adalah gigi (dentis).

ESOPHAGUS
            Merupakan saluran yang menghubungkan antara rongga mulut dengan lambung. Pada ujung saluran esophagus setelah mulut terdapat daerah yang disebut faring. Pada faring terdapat klep, yaitu epiglotis yang mengatur makanan agar tidak masuk ke trakea (tenggorokan). Fungsi esophagus adalah menyalurkan makanan ke lambung. Agar makanan dapat berjalan sepanjang esophagus, terdapat gerakan peristaltik sehingga makanan dapat berjalan menuju lambung.

RUMEN
Bagian sistem pancernaan ruminansia yang paling berperan besar adalah rumen. Rumen berupa suatu kantung muskular yang besar yang terentang dari diafragma menuju pelvis dan hampir menempati sisi kiri dari rongga abdominal. Di dalam rumen terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya. Mikroba rumen dapat dibagi dalam tiga grup utama yaitu bakteri, protozoa dan fungi. Kehadiran fungi di dalam rumen diakui sangat bermanfaat bagi pencernaan pakan serat, karena dia membentuk koloni pada jaringan selulosa pakan. Rizoid fungi tumbuh jauh menembus dinding sel tanaman sehingga pakan lebih terbuka untuk dicerna oleh enzim bakteri rumen. 
Bakteri rumen dapat diklasifikasikan berdasarkan substrat utama yang digunakan, karena sulit mengklasifikasikan berdasarkan morfologinya. Kebalikannya protozoa diklasifikasikan berdasarkan morfologinya sebab mudah dilihat berdasarkan penyebaran silianya. Beberapa jenis bakteri adalah: (a) bakteri pencerna selulosa (Bakteroidessuccinogenes, Ruminococcus flavafaciens, Ruminococcus albus, Butyrifibriofibrisolvens), (b) bakteri pencerna hemiselulosa (Butyrivibrio fibrisolvens, Bakteroides ruminocola, Ruminococcus sp), (c) bakteri pencerna pati (Bakteroides ammylophilus, Streptococcus bovis, Succinnimonas amylolytica, (d) bakteri pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobasilus ruminus), (e) bakteri pencerna protein (Clostridium sporogenus, Bacillus licheniformis). 
Protozoa rumen diklasifikasikan menurut morfologinya yaitu: Holotrichsyang mempunyai silia hampir diseluruh tubuhnya dan mencerna karbohidrat yang fermentabel, sedangkan Oligotrichs yang mempunyai silia sekitar mulut umumnya merombak karbohidrat yang lebih sulit dicerna. 
Jumlah bakteri rumen mencapai 1010-11. Jumlah protozoa mencapai 105-6­. Fungi berjumlah 10­2-3. Di rumen terjadi pencernaan protein, polisakarida, dan fermentasi selulosa oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dan jenis protozoa tertentu. Isi rumen dan retikulum cenderung membentuk tiga lapisan. Lapisan yang paling bawah (paling ventral) terdiri terutama dari cairan yang berisi bahan-bahan yang setengah tercerna, termasuk biji-bijian. Lapis tengah adalah partikel - partikel makanan paling akhir masuk ke dalam rumen dan belum tercelup sepenuhnya. Lapis yang paling dorsal terutama terdiri dari gas karbondioksida dan metan, yang diproduksi terus menerus oleh mikroba.
Kapasitas rumen pada ternak ruminansia dewasa mencapai 80% dari total kapasitas perut ruminansia, sedangkan pada ternak ruminansia baru lahir perkembangan rumen belum sempurna kapasitasnya sekitar 30%. Oleh sebab itu pada anak ternak ruminansia yang baru lahir belum diberikan pakan yang berserat karena masih belum ada pencernaan fermentatif dan mikroba rumen belum tumbuh. Pencernaan pada ternak ruminansia yang baru lahir hanya berupa pencernaan enzimatik. Namun setelah ternak tersebut berumur dua bulan ukuran rumen sudah baik dan mikroba rumen sudah dalam jumlah yang cukup untuk mencerna bahan berserat. Mikroba pada rumen merupakan mikroba yang berasal dari susu yang diberikan induk saat masa menyusui maupun mikroba yang berasal dari bahan lain.
http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTfnvwjfyfdTjcRVC59nRolwD4XaCYnuV59AR8P0toiHbvqeha8Ig
Gambar 3. Rumen

Jumlah mikroba rumen terbesar adalah bakteri. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan aktifitas populasi mikroba rumen adalah temperatur, pH, kapasitas buffer, tekanan osmotik, kandungan bahan kering dan potensial oksidasi reduksi cairan rumen. Adanya bakteri dan protozoa yang hidup dalam rumen menyebabkan ruminansia dapat mencerna bahan pakan yang mengandung serat kasar tinggi. Menurut (Bali, 2011) Mikroba dalam rumen juga mampu mensintesis asam amino dari non protein nitrogen sumber, seperti urea dan amoniak. Seperti mikroba mereproduksi dalam rumen, generasi tua mati dan sel-sel mereka melanjutkan melalui saluran pencernaan. Sel-sel ini kemudian sebagian dicerna oleh ternak, yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan sumber protein berkualitas tinggi. Fitur-fitur ini memungkinkan ternak untuk berkembang pada rumput dan vegetasi lainnya.

RETIKULUM
Retikulum sering disebut sebagai perut jala atau hardware stomach. Fungsi retikulum adalah sebagai penahan partikel pakan pada saat regurgitasi rumen. Retikulum berbatasan langsung dengan rumen, akan tetapi diantara keduanya tidak ada dinding penyekat. Pembatas diantara retikulum dan rumen yaitu hanya berupa lipatan, sehingga partikel pakan menjadi tercampur.
Fungsi:
a.       tempat fermentasi
b.      membantu proses ruminasi
c.       mengatur arus ingesta ke omasum
d.      Absorpsi hasil fermentasi
e.       tempat berkumpulnya benda-benda asing

http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTcGaRtF59UhGN2CxMcMDNpcYIafOwrzfuWHhcMox9yCF1lSOyv
Gambar 4. Retikulum

Rumen dan reticulum sering dipandang sebagai organ tunggal disebut sebagai retikulorumen yang merupakan tempat terjadinya pencernaan fermentative. Retikulum ini mendorong pakan padat dan ingesta ke dalam rumen dan mengalirkan ingesta kedalam omasum. Retikulum membantu ruminasi dimana bolus diregurgitasikan ke dalam mulut. Ingesta yang telah halus didorong ke dalam rumen untuk dicerna lebih lanjut oleh mikroba. Mikroorganisme yang terdapat dalam rumen adalah bakteri, protozoa dan fungi ( Biologigonz, 2010 ).

OMASUM
Omasum sering juga disebut dengan perut buku, karena permukaannya berbuku-buku. Ph omasum berkisar antara 5,2 sampai 6,5. Omasum merupaka suatu organ seferis yang terisi oleh lamina muskuler yang turun dari bagian dorsum atau bagian atap. Membrana mukosa yang menutupi lamina, ditebari dengan papile yang pendek dan tumpul yang akan menggiling hijauan atau serat - serat sebelum masuk ke abomasum (perut sejati). Omasum letaknya disebelah kanan rumen dan retikulum persis pada posisi kaudal hati. Omasum domba dan kambing jauh lebih kecil dibandingkan omasum sapi dalam keadaan normal tidak menyentuh dinding abdominal ruminansia kecil itu.
Omasum hampir terisi penuh oleh lamina dengan papila yang meruncing yang tersusun sedemikian rupa sehingga makanan digerakkan dari orifisium retikulo-omosal, di antara laminae, dan menuju ke orifisium omaso-abdomosal. Setiap laminae mengandung tiga lapis otot, termasuk suatu lapis sentral yang berhubungan dengan dinding otot dari omasum, serta suatu lapis mukosa muskularis yang terletak pada tiap sisi dari otot sentral.
Dasar omasum seperti juga halnya lembaran - lembaran (lipatan - lipatan) ditutupi oleh epitel squamosa berstrata. Pada pertautan antara omasum dan abomasum terdapat suatu susunan lipatan membrana mukosa ‘vela terminalia’ yang barang kali berperan sebagai katup untuk mencegah kembalinya bahan-bahan dari abomasum menuju ke omasum, sedangkan pada domba merupakan bagian dari abomasum. Omasum merupakan bagian ketiga lambung ternak kambing yang menghubungkan retikulorumen dan abomasums.
http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSMVTxsEG6y-i5Czpb3unPiMCVzby-NW-UAYl5nVexlMuJgaInD
Gambar 5. Omasum

ABOMASUM
            Abomasum sering juga disebut dengan perut sejati. Fungsi omaso abomasal orifice adalah untuk mencegah digesta yang ada di abomasum kembali ke omasum. Pernyataan ini sesuai dengan ( Blakely,2001 ), bahwa Abomasum merupakan bagian keempat yang disebut juga perut sejati. Dengan demikian ternak ruminansia dapat memanfaatkan pakan berserat kasar tinggi serta mampu mengolahnya menjadi produk dengan nilai biologis tinggi.
Ph pada abomasum asam yaitu berkisar antara 2 sampai 4,1. Abomasum terletak dibagian kanan bawah dan jika kondisi tiba-tiba menjadi sangat asam, maka abomasum dapat berpindah kesebelah kiri. Permukaan abomasum dilapisi oleh mukosa dan mukosa ini berfungsi untuk melindungi dinding sel tercerna oleh enzim yang dihasilkan oleh abomasum. Sel-sel mukosa menghasilkan pepsinogen dan sel parietal menghasilkan HCl. Pepsinogen bereaksi dengan HCl membentuk pepsin. Pada saat terbentuk pepsin reaksi terus berjalan secara otokatalitik.
Fungsi: Tempat awal pencernaan enzimatis (perut sejati) → Pencernaan protein dan mengatur arus digesta dari abomasum ke duodenum.
Gambar 6. Abomasum

USUS HALUS (INTESTINUM TENUE)
Fungsi : pencernaan enzimatis dan absorpsi
Kedalam usus halus masuk 4 sekresi:
a.       Cairan duodenum : alkalis, fosfor, buffer
b.      Cairan empedu     : dihasilkan hati, K dan Na (mengemulsikan lemak), mengaktifkan lipase    pankreas, zat warna
c.       Cairan pancreas   : ion bikarbinat untuk menetralisir asam lambung
d.      Cairan usus

Pankreas
Letak : lengkungan duodenum
Mensekresikan enzim:
1. Amilase     : alfa amilase, maltase, sukrase
2. Protease    : tripsinogen,  kemotripsinogen,prokarboksi, peptidase
3. Lipase        : lipase, lesitinase, fosfolapase, kolesterol, esterase
4. Nuklease   : ribonuklease, deoksi ribonuklease
            Usus halus terbagi atas 3 bagian, yaitu: deudenum, jejenum, dan ileum, berdasarkan pada perbedaan - perbedaan struktural histologis/mikroskopis.
            Deudenum merupakan bagian yang pertama dari usus halus. Ini amat dekat dengan dinding tubuh dan terikat pada mesenteri yang pendek, yaitu mesoduodenum. Duktus yang berasal dari pankreas dan hati masuk ke bagian pertama dari duodenum. Duodenum meninggalkan pilorus dari perut dan ke arah kaudal pada sisi kanan menuju ke ‘pelvic inlet’. Duodenum kemudian menjulang ke sisi kiri di belakang akar dari mesenteri besar dan membelok ke depan untuk bergabung dengan jejunum. Saluran yang berasal dari hati dan saluran pankreas, menyatu ke dalam duodenum, pada jarak yang pendek di belakang pilorus.
            Jejenum dengan jelas dapat dipisahkan dengan duodenum. Jejenum bermula dari kira-kira pada posisi dimana mesenteri mulai kelihatan memanjang (pada duodenum mesenterinya pendek). Jejenum dan ileum itu bersambung dan tidak ada batas yang jelas di antaranya. Bagian terakhir dari usus halus adalah ileum. Persambungannya dengan usus besar adalah pada osteum iliale (bukaan ileal).

SEKUM DAN KOLON
            Usus besar terdiri atas sekum, yang merupakan suatu kantung buntu dan kolon yang terdiri atas bagian-bagian yang naik, mendatar dan turun. Bagian yang turun akan berakhir direktum dan anus. Variasi pada usus besar (terutama pada bagian kolon yang naik) dari satu spesies ke spesies yang lain, jauh lebih menonjol dibandingkan dengan pada usus halus. Kolon yang menurun, bergerak ke depan di antara dua lapis mesenteri yang menyangga usus halus. Lop proksimal (ansa proksimalis) terletak di antara sekum dan kolon spiral (ansa spiralis). Ansa spiralis itu tersusun dalam bentuk spiral. Bagian yang pertama membentuk spiral ke arah pusat lilitan (bersifat sentripetal) sedangkan bagian berikutnya membentuk spiral yang menjauhi pusat lilitan (sentrifugal). Bagian terakhir dari kolon yang naik yaitu ansa distalis, menghubungkan ansa spiralis dengan kolon transversal. Kolon transversal menyilang dari kanan ke kiri dan berlanjut terus ke arah kaudal menuju ke rektum dan anus, bagian terminal dari saluran pencernaan.
Menurut (Dudee. 2009) Walaupun memiliki caecum yang besar, kambing ternyata tidak mampu mencerna bahan-bahan organik dan serat kasar dari hijauan sebanyak yang dapat dicerna oleh ternak ruminansia murni. Daya cerna kambing dalam mengonsumsi hijauan daun mungkin hanya 10%. Di alam, kambing liar dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dengan jenis pakan yang di kehendaki. Jumlah pakan minimal dan ragam pakan dapat terpenuhi sehingga terjadi keseimbangan dalam pertumbuhan, kesehatan dan perkembangbiakannya. Kalau kebutuhan itu tidak tercapai, dengan sendirinya kambing berangsur-angsur gugur menghadapi seleksi alam.

RECTUM
Merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum dibuang lewat anus, feses ditampung terlebih dahulu pada bagian rectum. Apabila feses sudah siap dibuang maka otot spinkter rectum mengatur pembukaan dan penutupan anus. Otot spinkter yang menyusun rektum ada 2, yaitu otot polos dan otot lurik.

PEMERIKSAAN KESEGARAN SUSU
1.      Uji Sensorik atau Uji Organoleptik
            Setelah dilakukan pengamatan terhadap air susu sapi, maka dalam proses uji sensorik ataupun uji organoleptik susu, maka untuk pengamatan terhadap warna, bau, kekentalan, dan rasa susu tersebut adalah normal. Tetapi kadar pengujian secara umum terhadap susu tersebut oleh ke-4 parameternya , maka total kenormalan diatas adalah sekitar 35 % untuk kualitas susu tersebut untuk dikonsumsi. Menurut Devendra (2007), yang menyatakan bahwa Susu segar adalah susu yang tidak dikurangi atau ditambahkan apapun yang diperoleh dari pemerahan sapi yang sehat secara kontiniyu dan sekaligus yang secara sempurna.Pada suhu yang lebih rendah, masa simpan susu akan menjadi lebih panjang dan bila menunjukkan suhu 25oC, maka kesegaran susu dapat mencapai 11-12 jam untuk durasi pemanfaatannya.
a.      Uji Warna
         Setelah diamati larutan susu yang berada dalam tabung reaksi, maka terlihat susu tersebut berwarna putih susu, yang artinya susu tersebut adalah normal (baik). Putih susu yang dimaksud adalah susu berwarna putih kekuning-kuningan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aak (2006) yang menyatakan bahwa susu segar adalah susu yang tidak dikurangi atau ditambah apapun, yang diperah oleh ari pemerahan sapi yang sehat secara kontimue dan sekaligus sampai sempurna.Bahwa pendapat ahli-ahli dahulu susu mempunyai ciri-ciri khas susu yang baik dan normal adalah susu tersebut terdiri dari konversi warna kolostrum yang berwarna kuning dengan warna air susu yaitu putih, jadi susu normal itu berwarna putih kekuning-kuningan.
b.      Uji bau
            Setelah susu dipanaskan dalam tabung reaksi, maka susu mengeluarkan aroma yang spesifik dimana bau susu yang dipanaskan lebih tajam daripada susu yang tidak dipanaskan. Susu tersebut berbau susu yang sebenarnya berarti susu tersebut adalah normal (baik) dan tidak ada mengandung racun atau bahan lainnya. Spesifikasi bau susu yang tajam memenuhi unsur pembagian komponen persentase susu dari 40 % untuk bau dan warna susu.

c.       Uji Kekentalan
            Setelah tabung reaksi dimiringkan dan ditegakkan kembali, ternyata susu tersebut tidak encer yang berarti tidak terjadi penambahan air ataupun pengurangan lemak pada susu. Artinya untuk kekentalan susu yaitu normal. Terjadinya kenormalan pada susu sudah jelas terlihat dikarenakan tidak ada  penambahan bahan-bahan lain terhadap susu tersebut.

d.      Uji Rasa
            Susu yang diteteskan ketelapak tangan kemudian dicicipi, maka hasilnya ternyata susu agak manis berarti susu tersebut normal (baik). Susu agak manis diakibatkan karena kandungan karbohidratnya yang cukup tinggi, khususnya untuk golongan laktosa. Robert. L. Diyert (2007), menyatakan bahwa susu yang bagus dan layak dikonsumsi sedikit ada rasa manisnya selain untuk rasa juga dapat meningkatkan selera untuk minum susu.

2.      Uji Kebersihan dengan Metode Saring
Setelah dilakukan pengamatan terhadap susu, maka hasilnya adalah terdapat kotoran yang tampak pada kertas saring dengan bentuk kotoran yang terdapat adalah kotoran berupa bulu dan juga pasir. Hal ini didukung oleh pernyataan Ediwigato (2006), yang menyatakan bahwa tujuan penyaringan untuk memisahkan benda-benda asing seperti debu, pasir, dan sebagainya dengan kertas saring yang bersih dan selera menjadi tambeh, selain selera juga tidak ada menghambat yang menimbulkan pencernaan terganggu dari pada kotoran tersebut.
 Sudarmadji, dkk. (2004) yang menyatakan bahwa penyaringan bertujuan untuk memisahkan suatu cairan dari bahan padat yang terdapat pada cairan itu dengan cara menuang cairan pada bahan penyaringan.
Maka, untuk penilaian kotoran tersebut hasilnya adalah bernilai sedikit kotor. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Aak, (2005) menyatakan bahwa penyarinagn perlu dilakukan dengan segera guna menghindari agar jangan sampai jumlah mikroba yang terdapat didalam air susu bertambah. Berikut adalah dokumentasi penyaringan susu:

Gambar 7. Penyaringan susu

Banyaknya kotoran yang terdapat dalam susu ini dapat mempengaruhi terhadap ketahannya oleh mikroba pengurai susu tersebut. Jika susu tersebut mengandung kotoran yang banyak, maka sifat mikroorganisme susu yang terkandung adalah tinggi untuk mengubah kualitas susu, dan sebaliknya.            Tingkat kebersihan yang terdapat dalam susu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagai berikut:
a) Teknik pemerahan, pada saat pemerahan mengusahakan supaya tidak ada kontak luar yang cukup besar saat memerah, baik berupa asap, debu, pakan tercecar, dan yang lainnya.
b) Fisik ternak pada saat akan melakukan pemerahan. Ketika diperah, ternak sudah diusahakan dalam kondisi istirahat dari aktifitas makan, dan aktifitas pembuangan. Seperti urin yang ketika dikeluarkan, dilakukan pemerahan akan menyebabkan pembercakan urin kedalam susu yang akan diperah.
c) Biologis ternak sebelum diperah, ketika diperah mengusahakan bagian lingkup yang merupakan lokasi pemerahan, seperti: ambing daripda ternak perah, harus dibersihkan sebagus mungkin, kaerena kotoran-kotoran yang terdapat pada ambing akan ikut masuk dalam susu jika tidak dibersihkan.
d) Umur pemerahan ternak juga berpengaruh, jika ternak baru pertama kalinya akan diperah, makau sebaiknya tidak dilakukan pemerahan dan susunya dibiarkan hanya untuk kebutuhan anak saja. Hal itu diakibatkan, ketidak terbiasaan ternak diperah akan mengganggu proses pemerahan, seperti: media dalam pemerahannya.

3.      Pengukuran pH dengan pHmeter
Pada puji pengukuran pH air susu diberikan 2 perlakuan, yaitu:
-          100 ml susu + 2 tetes alcohol 68%, menghasilkan pH 6,77
-          50 ml susu + 50 ml air, menghasilkan pH 6,6
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pHmeter digital. Karyadi (2009), menyatakan bahwa susu normal memiliki pH 6.6-6.7 dan bila terjadi banyak pengasaman oelh bakteri nilai pH akan menurun secara nyata. Bila hal ini dianggap sebagai tanda adanya mastitis pada sapi karena penyakit ini menyebabkan perubahan mineral dalam air susu.

4.      Uji Alkohol
            Setelah masing- masing tabung reaksi dikocok dan ternyata hasilnya sebagai berikut:
-          Tabung I yang dicampur dengan 3 ml alkohol 68 %, ternyata susu pecah ditandai dengan sedikit endapan halus pada dinding tabung dan sampel susu tersebut asam dan hasil ujinya positif.
-          Tabung II yang dicampur dengan alkohol 70 %, ternyata susu pecah terdapat endapan halus yang agak banyak pada dinding tabung dan sampel susu tersebut asam dan hasil ujinya positif.
-          Tabung III yang dicampur dengan alkohol 96 %, ternyata susu  pecah terdapat endapan halus yang banyak pada dinding tabung dan sampel susu tersebut asam dan hasil ujinya positif.
Susu yang pecah diakibatkan oleh aktivitas mikroorganisme yang bersifat labil. Dan asam terjadi pada saat stabilitas mantel air protein menurun dan makanan yang diberikan mempunyai mutu yang rendah.
            Kadar pengamatan mutu susu yang diamati pada saat pengamatan dapat ditunjukkan dalam tabel  pengamatan, sebagai berikut :

Tabel.1 Uji Alkohol.
Tabel
Konsentrasi Alkohol
Sifat  atau Fisik susu
I
68 %
Asam
II
70 %
Asam
III
96 %
Asam

            Perbedaan antara kadar % alkohol mempengaruhi endapan halus pada dinding tabung. Semakin kecil kadar alkohol, maka endapan halus pada dinding tabung semakin sedikit. Dan semakin besar kadar alcohol, maka endapan halus pada dinding tabung semakin banyak. Pada uji alcohol ini sanagt erat juga hubungannya dengan pemanasan pada sampel yang akan mempengaruhi tinggi atau tidaknya suhu pemanasan. Pernyataan ini sesui dengan pendapat (Amanalis, 2002), yang menyatakan bahwa pemanasan dengan suhu tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme baik pembusuk maupun pathogen dan pemanasan yang singkat bertujuan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu tersebut.
5.      Uji Didih atau Uji Masak
            Pada pengamatan, susu yang dipanaskan dalam tabung reaksi menunjukkan hasil bahwa pada sampel hasil pengamatan tidak terdapat butiran- butiran yang artinya susu  homogen. Dengan homogennya susu tersebut, berarti susu masih baik (normal) dan hasil ujinya negatif. Jadi secara pemasakan ataupun pendidihan, susu tersebut normal (baik).

6.      Uji Reduktase dengan Biru Metilen
            Setelah dilakukan pengamatan pada 2 buah sampel susu yang berbeda, maka terlihat hasilnya sebagai berikut: susu yang dicampur baakteri akan mengalami perubahan warna dalam waktu 27 menit dimana warna biru terdapat diatas dan susu pecah berarti kualitas susu terdapat pada kelas III. Sedangkan susu yang dicampur dengan biru metilen tanpa bakteri akan mengalami perubahan dalam waktu 40 menit, dan susu tetap homogen atau putih susu masih tetap diatas, maka kualitas susu terdapat pada kelas III. Jadi, berdasarkan uji reduktase ini kualitas susu Kelas I (baik)  masih dalam keadaan normal.
Uji reduktase ini digunakan untuk menilai mutu susu berdasarkan jumlah bakteri dalam susu dan dengan bantuan enzim reduktase. Biru metilen akan berubah menjadi warna putih. Enzim reduktase dalam susu terbagi atas 2 bagian yaitu: berasal dari sel dan yang berasal dari bakteri. Sedangkan reduksi dari sel dapat mereduksi biru metilen secara cepat dengan adanya formaldehida. Buckle, dkk (2007) menyatakan bahwa uji reduksi dapat menunjukan tingkat kegiatan bakteri sehingga dapat memungkinkan diklasifikasikan susu sebagai susu yang dapat diterima atau tidak untuk kegunaan tertentu. Gusriyanti. (2006)  menyatakan bahwa angkat reduktase adalah waktu yang diperlukan untuk merubah zat warna biru metilen menjadi putih yang mana nilainya secara kasar berbanding terbalik dengan jumlah organisme yang ada. Berikut ini adalah dokumentasi pada uji pengamatan tehadap susu dengan uji reduktasi dengan menggunakan larutan biru metilen:
Gambar 8. uji pengamatan tehadap susu dengan uji reduktasi dengan biru metilen

PEMERIKSAAN KOMPOSISI SUSU
Susu merupakan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi karena mengandung hampir semua zat-zat yang diperlukan oleh tubuh. Zat-zat makanan yang terdapat dalam susu adalah zat dengan proporsi yang seimbang. Susu sebagai bahan makanan dapat diperoleh dari pemerahan yang baik yang berasal daripada ternak- ternak perah yang umum, seperti: sapi, kambing, domba, kerbau, dan yang lainnya. Dalam susu terdapat reaksi dan komponen dasar yang diperlukan dalam perkembangan dan pemeliharaan organ dan jaringan tubuh makhluk hidup. Susu dengan kualitas 100 % memenuhi unsur gizi yang seimbang dan tanpa ada sifat penambahan bahan- bahan lain didalamnya (Addeding Maximum Matherial’s). Pernyatan ini sesui dengan pendapat ( Devendra, 2007 ), yang menyatakan bahwa susu segar adalah susu yang tidak dikurangi atau ditambahkan apapun yang diperoleh dari pemerahan sapi yang sehat secara kontiniyu dan sekaligus yang secara sempurna.
Susu mengandung komposisi zat makanan yang vital dan penting bagi pertumbuhan tubuh. Komponen penyusun utama air susu adalah air, protein, lemak, karbohidrat, mineral-mineral, dan vitamin-vitamin. Dalam 1 liter susu dapat menyediakan kebutuhan manusia perharinya berupa: Ca 100%, P 67%, Vitamin B2 66%, Protein 49%, Vitamin Alan 30%, Vitamin B1 27%, Vitamin C 19%, dan Fe 3%, sedangkan energinya kira-kira 20% untuk perharinya.
Ternak perah mempunyai ciri-ciri khusus yang berhubungan langsung dengan produksi susu.dan susu tersebut merupakan bahan makanan yang bernilai gizi yang tinggi karena mengandung hamper semua zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Susu ini merupakan bahan pangan yang tersusun oleh zat-zat makanan dengan proporsi yang seimbang. Sebagian bertanggapan bahwa dengan mengkonsumsi susu, maka akan timbul gejala penyakit mencret, sebenarnya hal itu diakibatkan oleh lactose intolerance yang tidak terbentuk saat mengkonsumsi susu tersebut. Adapun pendapat dari Hadiwiyoto (2005) bahwa Air susu merupakan air susu sapi yang tidak dikurangi ataupun tidak ditambahkan sesuatu apapun yang diperoleh dari hasil pemerahan. Komposisi air susu adalah air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, air susu dapat digunakan baik dalam bentuk aslinya. Komposisi utama susu terdiri dari protein, lemak, laktosa, dan mineral. Sebagai bahan pangan, susu dapat digunakan baik dalam bentuk aslinya sebagai satu kesatuan maupun dari bagian-bagiannya. Uji susu sangat penting karena dikerjakan untuk menghindari pemalsuan/sebab-sebab lain yang mengakibatkan susu tidak lagi murni diketahui/diperoleh susu yang bermutu seperti yang dikehendaki oleh kodex susu. Pengujian mutu susu dikerjakan dengan menentukan sifat-sifat fisisnya, sifat-sifat kimiawinya dan pengujian biologik susu.

1.      Pengukuran Berat Jenis (BJ)
Kita menggunakan Bobot jenis ditera dengan suatu alat yang disebut laktodensimeter. Prinsip kerrja alat ini berdasarkan hukum Archimedes yang menyatakan bahwa tiap benda yang dimasukkan  ke dalam zat cair, maka pada benda tersebut akan bekerja tekanan ke atas yang sama dengan berat cairan yang dipindahkan oleh alat tersebut. Swenson. F. (2004) menyatakan bahwa Berat jenis suatu bahan adalah perbandingan antara berat bahan tesebut dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Berat jenis rata-rata 1,032 atau berkisar antara 1,027-1,035. Prinsip dari pengujian berat jenis yaitu benda padat yang dicelupkan ke dalam suatu cairan akan mendapatkan tekanan ke atas seberat volume cairan yang dipindahkan.
Sample susu dihomogenkan dengan cara memindahkan susu dari satu erlenmayer keerlenmayer lain berulang–ulang. Kemudian sample susu dituangkan kadalam beker gelas dan barulah laktodensimeter dicelupkan ke dalam sample susu dan biarkan selama 1 menit. Lalu dibaca skalanya, pada berat jenis pertama Kemudian, berat jenis dua dan berat jenis yang ketiga. Dapat dilihat dari penjelasan dibawah ini. Setelah dilakukan pengamatan terhadap air susu sapi, maka dalam proses pengukurannya diperoleh Berat Jenis (BJ) susu sapi sebesar 1,021.
Dari pengamatan diatas bahwa hasil yang diperoleh pada berat jenis susu sapi sebesar 1,021 hal ini tidak sesuai dengan pendapat Agus (2008), yang menyatakan jenis susu akan dipengaruhi oleh susunan air itu sendiri, air susu yang baik atau normal memiliki berat jenis 1,028-1,033 pada temperatur 27,5 0C. sedangkan Amiransyah (2008) berpendapat bahwa air susu yang baik atau normal memiliki Bs 1,027 – 1,031 pada temperatur 27,5o perbedaan BJ yang mencolok harus dikurangi.
Hal ini mungkin saja terjadi karena BJ susu bisa saja dipengaruhi oleh factor-faktor lain yang menyebabkan BJ susu menjadi tidak normal. Hadiwiyoto (2005), menyatakan bobot jenis susu berubah tergantung lamanya susu dibiarkan, semakin dekat dengan saat pemerahan maka bobot makin kecil, maka hasil didapatkan berat jenis susu masih normal dan layak dipasarkan. Kita menggunakan alat yang canggih seperti yang mana alat ini sering digunakan untuk mengukur berat jenis pada komposisi susu. Berikut ini :
Gambar 9. Laktodensimeter

2.      Pengukuran Kadar Bahan Kering (BK)
Hasil yang didapat pada pengamatan ini ialah :
Tabel 2. Pengukuran BK Susu
G1
G2
G3
22,0017
24,6046
24,0367
          
Jadi, nilai bahan kering yang diperoleh dari pengamatannya adalah untuk cawan 1 berbeda dengan cawan 2. Nilai BK ini menunjukkan untuk beda pengukuran ulangnya jauh berbeda. Hal ini mungkin dipengaruhi suhu yang sesaat yang mempengaruhi pada saat preparasi sampel.
Pernyataan ini sesuai dengan pendapat ( Mozes, 2008 ), yang menyatakan bahwa pengeringan susu pada suhu yang tertentu mengarah langsung pada suhu pengeringan yang tidak stabil, sehingga akan menyebabkan kadar bahan kering susu tersebut nilainya tidak konstan.
Dari hasil pengamatan diatas bahwa Menurut Bambang (2008), bahwa bahan kering adalah sisa makanan sesudah diuapkan airnya . Dan menurut Raguarti (2010) bahwa kadar bahan  kering pada susu adalah 12,10% berarti kadar bahan kering hasil diatas masih memenuhi syarat kualitas susu.
Berikut alat yang digunakan pada pengukuran Bahan Kering:

   
Gambar 10. Oven dan Eksikator

3. Pengukuran Kadar Lemak dengan Metode Gerber
            Pada pengukuran yang ketiga adalah pengukuran kadar lemak susu dapat digunakan dengan berbagai macam cara antara lain dengan metode gerber. Lemak susu dalam emulsinya berupa globula-globula kecil yang diselingi oleh lapisan tipis protein yang menyebabkan emulsi ini stabil.
Pada pengamatan tidak didapatkan hasil, karena keterbatasan alat, yaitu alat sumbat. Menurut Judkins dan Keener ( 2006 ) berpendapat bahwa pada prinsipnya penentuan kadar lemak susu menurut Gerber sama saja dengan metoda Babcock. Botol yang digunakan disebut Butyrometer. Jadi penentuan kadar lemak susu dengan metoda ini juga menggunakan dasar penambahan asam sulfat yang akan memisahkan lemak susu. Dan memiliki kadar lemak 3,7% menurut Standar Nasional Indonesia (SNI).
Winarto. J. S. (2009) menyatakan bahwa. Susu merupakan substrat yang baik untuk pertumbuhan mikroba, karena kadar airnya tinggi, pH-nya netral dan kaya akan zat makanan yang diperlukan oleh mikroba. Susu juga merupakan emulsi lemak dalam air yang mengandung garam-garam mineral, gula, dan protein. Komposisi terbesar terjadi pada kandungan lemak, karena kadar lemak susu sangat dipengaruhi baik oleh faktor internal maupun eksternal. Poole, (2009). yang menyatakan bahwa Air susu yang dihasilkan melalui suatu proses sekretarit sejati pada bagian awal air susu sapi pada suatu pemerahan mengandung kadar lemak yang sangat renda, sekitar 1 %.
Berikut alat yang digunakan pada pengukuran Kadar Lemak:

      
Gambar 11. Butyrometer dan Sentrifuge

4. Pengukuran Kadar Protein dengan Titrasi Formol
Pada pengukuran yang terakhir yaitu pengukuran kadar protein, dimana kita melakukan dengan cara titrasi formol dimana cara titrasi formol ini terjadi reaksi revesible (bolak-balik), sehingga dapat dilakukan pengukuran ini. Kemudian setelah dimasukkan 10 ml air susu kedalam erlenmayer 125 ml dan ditambahkan 20 ml aquades serta 0,4 ml k-oksalat jenuh dan 1 ml phenolpthalin 1% dan didiamkan 2 menit.kemudian dititrasi dengan 0,1n naoh sampai menjadi warnaa merah jambu dan didapatkan hasil senayak 1,6 ml. Kemudian melakukan titrasi blanko yang mana terdiri dari 20 ml aquadest tambah 40 ml Larutan Kalium Oksalat jenuh dan tambah 1 ml indikator pp dan 2 ml formalin dan titrasi dengan larutan NaOH.
Titrasi terkoreksi yaitu titrasi kedua dikurangi titrasi blanko merupakan titrasi formal. Untuk susu digunakan faktor 1,83 dan untuk casein digunakan faktor 1,63. Pada pengamatan tidak didapatkan hasil, karena keterbatasan bahan.
Menurut Raguarti (2010), bahwa kadar protein pada susu 3,2% tetapi tidak ada hasil yang didapat. Pada komposisi susu ini yang terpenting adalah kualitas susu tetapi juga struktur susu dimana kualitas susu yang memenuhi syarat yaitu warna dan bau, berat jenis susu, kadar lemak, kadar protein dan kadar bahan kering pada susu.
Berikut alat yang digunakan pada Pengukuran Kadar Protein susu:

Gambar 12. Alat Titrasi

PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI SUSU
Praktikum mikrobiologi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana mutu susu segar yang baik, Gusriyanti, (2006) yang menyatakan bahwa Mutu susu segar juga harus didukung oleh cara pemerahan yang benar termasuk didalamnya adalah pencegahan kontaminasi fisik dan mikrobiologis dengan sanitasi alat pemerahan dan sanitasi pekerja. Untuk dapat mengetahui mikroba yang terdapat didalam susu, dibutuhkan media yang steril. Fendrikus (2004),  mengatakan bahwa Pada penanaman bakteri dibutuhkan kondisi aseptis atau steril, baik pada alat maupun proses, untuk menghindari kontaminasi, yaitu masuknya mikrobia yang tidak diinginkan.
 Dalam praktikum pemeriksaan mikrobiologi susu secara tidak langsung dengan metode hitungan cawan meliputi dua cara, yaitu dengan metode tuang dan metode sebar/permukaan. Hal ini sesuai pendapat Fardiaz, (2003). yang menyatakan bahwa Prinsip dari metode hitungan cawan adalah menumbuhkan sel mikrobia yang masih hidup pada metode agar, sehingga sel mikrobia tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop Metode hitungan cawan dapat dibedakan atas dua cara yaitu : Metode tuang (pour plate), Metode permukaan (surface / spread plate). Farmansyah (2003) mengatakan bahwa Metode hitungan cawan juga mempunyai kelemahan, yaitu: Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel mikroba yang sebenarnya, karena beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk satu koloni, Medium dan kondisi yang berbeda mungkin menghasilkan niali yang berbeda, Mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan membentuk koloni yang kompak dan jelas, tidak menyebar, Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi beberapa hari sehingga pertumbuhan koloni dapat dihitung.
Gambar 13. Penghitungan Mikroba

Setelah dilaksanakan praktikum dan perhitungan mikroba dengan metode tuang diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 3. Penghitungan Mikroba
Kelompok
Faktor Pengencer
Jumlah mikroba
1
10-1
173

Tomasiewicz (2006) yang menyimpulkan bahwa kisaran hitung untuk plate count dengan ulangan 3 kali (triplicate) yaitu 25-250 koloni/cawan. Kesimpulan ini didapat dari data analisa susu (raw milk) pada tiga eksperimen yang berbeda. Hal ini sependapat dengan Breed dan Dotterrer pada tahun (2006) yang mengatakan bahwa kisaran hitung yang normal adalah selitar 25-250 koloni/cawan. Sedangkan menurut Waluyo, (2004) menyatakan bahwa dimana jumlah terbaik adalah antara 30 sampai 300 sel mikrobia per ml, per gr, atau per cm permukaan (Fardiaz, 1993). Prinsip pengenceran adalah menurunkan jumlah sehingga semakin banyak jumlah pengenceran yang dilakukan, makin sedikit sedikit jumlah meikrobia, dimana suatu saat didapat hanya satu mikrobia pada satu tabung.
Benhards (2008) yang mengatakan bahwa Pengenceran yang dilakukan dalam percobaan ini adalah pengenceran desimal yaitu 10-1, 10-2, 10-3, 10-4 dan 10-5. Dan yang diplating dan diamati adalah pengenceran 10-3, 10-4, dan 10-5. Hal ini karena diperkirakan koloni yang terbentuk oleh Escherichia Coli berada pada jumlah yang dapat dihitung pada pengenceran tersebut. Selain itu, perhitungan jumlah koloni akan lebih mudah dan cepat jika pengenceran dilakukan secara desimal.                   
Hediwiyoto (2002) berpendapat bahwa bila jumlah bakteri terhitung pada suatu pengenceran hasilnya dua kali lebih besar dari pada jumlah bakteri terhitung pada pengencer sebelumnya, maka yang digunakan adalah jumlah bakteri pada pengenceran yang besar. Hal ini didukung oleh pendapat Fardius, (2002). yang menyatakan bahwa Perhitungan jumlah koloni akan lebih mudah dan cepat jika pengenceran dilakukan secara decimal. Semakin tinggi jumlah mikroba yang terdapat di dalam sample, semakin tinggi pengenceran yang harus dilakukan.


PEMERIKSAAN PEMALSUAN SUSU
Girisanto R. F (2003), yang menyatakan kebanyakan produk susu dengan menambahkan pemalsu warna susu yang segar dengan alat berupa colouring matherials yang cukup membahayakan apabila dikonsumsi oleh tubuh terhadap stabilitas kesehatan.
Pada Pembuktian Penambahan Air ini cara kerja (metode) nya adalah sebagai berikut: terlebih dahulu pembuktian penambahan air kedalam susu di lakukan melalui pengukuran berat jenis. Berat jenis normal susu bertkisar antara 1,0280-1,0320. dengan penambahan air atau whey, maka berat jenis akan turun.
Pada pembuktian penambahan air, Berat Jenis susu diukur menggunakan laktodensimeter, hal ini sesuai dengan pendapat Soesilorini (2007), yang menyatakan bahwa tehnik termudah dalam pembuktian pemalsuan pada susu yang berspesifikasi dengan air adalah dengan mencelupkan laktodensimeter pada larutan susu, sesaat kemudian akan terbaca kadar berat jenisnya yang sangat minimum.
Pada dua sampel yang berisi susu, maka dilakukan pengamatan terhadap spesifikasi susu tersebut denga pengukuran kadar berat jenisnya. Dari 2 buah sampel susu tersebut, maka berat jenisnya diperoleh sebagai berikut:

Tabel 4. Pengukuran sample susu dengan pengukuran Berat Jenis (BJ).
Tabung Reaksi
Berat Jenis (BJ)
Keterangan
I
1,0216
  Tanpa penambahan air
II
1,0126
  Dengan penambahan Air

Pada tabung reaksi dua terbukti terjadi penambahan air. Karena berat jenis (BJ)  susu tersebut berkurang dari berat jenis awal sebelum ditambahkan air yaitu dari 1,0216 menjadi 1,0126. Maka hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Partodihardjo (2003) yang berpendapat bahwa dengan penambahan air kedalam susu, maka berat jenis, kadar lemak dan bahan kering susu akan turun, sedangkan titik beku akan mendekati 0  ( nol ). Berat jenis yang didapatkan tidak sesuai dengan Berat Jenis normal yaitu berkisar antara 1,0280-1,0320.
Hasil yang diperoleh tentu bertentangan dengan pendapat Wenson. F (2004), yang menyatakan berat jenis suatu bahan adalah perbandingan antara berat bahan tesebut dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Berat jenis rata-rata 1,032 atau berkisar antara 1,027-1,035. Prinsip dari pengujian berat jenis yaitu benda padat yang dicelupkan ke dalam suatu cairan akan mendapatkan tekanan ke atas seberat volume cairan yang dipindahkan.
Pada Pembuktian Penambahan Santan secara mikroskopik hasil yang diperoleh ialah hasilnya terbukti bahwa susu yang tidak ditambahkan santan mempuyai ukuran lemak yang homogen, sedangkan susu yang ditambahkan santan  terlihat ukuran lemaknya yang heterogen. Menurut Warmansya (2001), berpendapat bahwa dengan penambahan santan kedalam susu, berat jenis naik ( tetapi dapat juga turun ), kadar lemak naik dan angka Katalase naik. Dan akan terlihat adanya ukuran lemak yang heterogen, kadangkala disertai dengan sel tumbuhan yang dapat dikenali dengan sel yang tidak berdinding. Friendhsman. P (2000), menyatakan bahwa dalam bundaran pengamatan mikroskop, butiran lemak susu akan diprioritaskan lebih berhomogen serta mengandung struktur yang lebih kecil, dibandingkan dengan spesifikasi lemak nabati lainnya.
Berikut hasil pengamatan pembuktian penambahan penambahan santan secara mikroskopik dengan pembesaran objektif 10 x dan 45 x :
          
(a)                                                                 (b)
Gambar 14. Pembuktian Penambahan Santan Secara Mikroskopik (a) tanpa penambahan santan, (b) dengan penambahan santan

Pada Pembuktian Penambahan Pati secara Kimia ini cara kerja (metode) nya adalah sebagai berikut: terlebih dahulu masukkan 10 ml sample susu kedalam tabung reaksi, tambahkan 0,5 ml asam asetat. Panaskan tabung dan kemudian sample susu disaring kedalam filtrate teteskan 4 tetes lugol. Apabila positif mengandung pati, maka warna filtrate menjadi biru. Bila berwarna kuning artinya negative. Apabila berwarna hijau reaksi diragukan.
Hasil yang diperoleh setelah dilakukan penambahan lugol susu berwarna kuning, dan setelah ditambahkan pati warna filtrat menjadi biru. Pendapat Frandson (2002) yang mengatakan bahwa dalam pemeriksaan pemalsuan susu dengan cara pembuktian penambahan pati bila positif mengandung pati maka filtrate warna menjadi biru, kemudian bila warna kuning berarti negatif dan bila berwarna hijau reaksi diragukan. Dan juga sesuai dengan pendapat dari Brody (2002), yang menyatakan bahwa dalam pembuktian pemalsuan susu yang ditambahkan pati maka dapat duji dengan mencapurkan larutan asam asetat, larutan lugol, dan tabung reaksi tersebut dipanaskan.  
            Berikut dokumentasi pembuktian penambahan pati :
Gambar 15. Pembuktian Penambahan Pati
             
Pada Pembuktian Penambahan Susu Masak dengan Uji Storch ini cara kerja (metode) nya adalah sebagai berikut: terlebih dahulu masukkan 5 ml sample susu kedalam tabung reaksi, tambahkan 2 tetes larutan paraphenildiamin 2%. Tambahkan 1-4 tetes lartutan hydrogen peroksida. Susu mentah dan susu yang belum mengalami pemanasan berubah warnanya menjadi biru. Susu yang dipanaskan pada 77-80 o C tetap berwarna putih.
Setelah diproses atau diuji ternyata susu tersebut tetap berwarna putih. Setelah sample dimasukkan dalam tabung reaksi sebanyak 5 ml sample susu kedalam tabung reaksi dan di tambahkan 2 tetes larutan paraphenildiamin 2%. Tambahkan 1-4 tetes lartutan hydrogen peroksida didapatkan mengalami perubahan warna menjadi biru. Maka hal tersebut sesuai dengan pendapat Golemen (2003),yang menyatakan bahwa dalam pemeriksaan pemalsuan susu dengan cara pembuktian penambahan susu masak dengan uji Storch maka susu yang dipanaskan pada suhu 77-80 o C maka warnanya tetap berwarna putih. Dan Ressang dan Nasution ( 2002 ) berpendapat bahwa didalam susu mentah terdapat enzim Peroksida yang akan terurai oleh pemanasan diatas 75o C. Enzim ini akan membebaskan oksigen dari larutan Peroksida yang ditambahkan kedalam susu.



BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh setelah melaksanakan praktikum Produksi Ternak Perah ialah Ternak perah adalah ternak yang secara genetic mampu menghasilkan susu melebihi kebutuhan anaknya, misalnya sapi, kambing, kerbau dan lain-lain. Ternak perah mempunyai ciri-ciri khusus yang berhubungan langsung dengan produksi susu. Susu didefenisikan sebagai susu sapi yang tidak dikurangi atau ditambahi sesratu apapun yang diperoleh dari hasil pemerahan sapi-sapi sehat secara kontinyu dan sekaligus. Susu ini merupakan bahan pangan yang tersusun oleh zat-zat makanan dengan proporsi yang seimbang. Penyusun utama susu adalah air, protein, lemak, karbohidrat, mineral-mineral, dan vitamin-vitamin. Sebagai bahan pangan, susu dapat digunakan baik dalam bentuk aslinya sebagai satu kesatuan maupun dari bagian-bagiannya. Dalam praktikum ini dilakukan pemeriksaan mulai dari Anatomi Alat Pencernaan Ruminansia kecil, Pemeriksaan Kesegaran Susu, Komposisi Susu, Mikrobiologi susu dan juga Pemeriksaan Pemalsuan Susu. Pentingnya dilakukan praktikum tersebut, agar kita mengetahui bagaimana susu yang baik dan juga ilmu yang diperoleh dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari.

Saran
Pada saat praktikum berlangsung untuk para praktikan agar dapat lebih meningkatkan disiplin lagi sehingga dalam praktikum kita akan cepat selesai dan menggunakan peralatan laboratorium dengan hati-hati dan teliti sehingga dapat digunakan lagi untuk masa yang akan datang dan juga sebaiknya, praktikan harus memperhatikan saat asdos menerangkan agar mudah memahami apa yang disampaikan. Praktikan harus menjaga ketenangan pada saat praktikum berlangsung, agar suasana praktikum jadi nyaman. Semoga laporan ini bermanfaat untuk semua.
DAFTAR PUSTAKA
Aak.2006.  komposisi  susu.  Gramedia  Pustaka.  Yogyakarta
Agus. 2008.  komposisi  susu.  Gramedia  Pustaka.  Yogyakarta
Amanalis. 2002.Komposisi susu. Universitas Andalas
Amiransyah. 2008.Komposisi dan kandungan susu. Universitas Andalas
Arora, 2005. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta: UGM Press.
Bambang, 2008. Processing of milk .  Gadjah  Mada  University  Press.
Yogyakarta.
Bali, 2011. Teknologi Limbah Rumen untuk Pakan dan Pupuk Organik. Surabaya:
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.
Benhards.2008. Microbial of milk. Nottingham: Nottingham University
Biologigonz, 2010. Landasan Ilmu Nutrisi I. Bogor: Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor.
Blakely, 2001. Ilmu  Peternakan .  Gadjah  Mada  University  Press.   Yogyakarta.
Breed dan Dotterrer .2006. Nutrition Of Milk. New York: Academic Press
Brody .2002.  komposisi  susu.  Gramedia  Pustaka.  Yogyakarta
Buckle, 2007. Processing of milk .  Gadjah  Mada  University  Press. 
Yogyakarta.
Davendra.2007. Teknik Uji Mutu  Susu  dan  Olahannya .Liberty.  Yogyakarta      
Dudee. 2009. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta: UI Press.
Fardiaz, 2003. Penghitungan Jumlah Mikroba yang Terdapat pada Susu.
Yogyakarta : UGM Press
Fardius.2002.Komposisi Susu, Gramedia Pustaka: Yogyakarta
Farmansyah.2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Fendrikus.2004. Teknik Uji Mutu  Susu  dan  Olahannya .Liberty.  Yogyakarta
Friendhsman. P .2000..Komposisi susu. Universitas Andalas
Frandson .2002. Processing of milk .  Gadjah  Mada  University  Press. 
Yogyakarta.
Girisanto R. F.2003. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Gramedia
Golemen .2003. Teknik Uji Mutu  Susu  dan  Olahannya .Liberty.  Yogyakarta
Gusriyanti. 2006. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta: UI Press.
Hediwiyoto.2002. Landasan Ilmu Nutrisi I. Bogor: Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor.
Judkins and Keener.2006.  Proteolitik  Enzymes  Food  Processimg  2
ED. Academic Press.  New  York.
Karyadi, 2009. Landasan Ilmu Nutrisi I. Bogor: Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor.
Melly, 2011. Ternak Ruminansia. Universitas Andalas
Mozes, 2008. Landasan Ilmu Nutrisi I. Bogor: Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor.
Partodihardjo .2003. Landasan Ilmu Nutrisi I. Bogor: Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor.
Poole, 2009. Mikrobiology of milk. Nottingham: Nottingham University Press.
Raguarti.2010. Pengolahan pangan yang baik. Gramedia. Jakarta
Ressang dan Nasution.2002.  Proteolitik  Enzymes  Food  Processimg  2
ED.Academic Press.  New  York.
Robert .L.Diyert.2007.  Proteolitik  Enzymes  Food  Processimg  2  ED.Academic
Press.  New  York.
Sarwono, 2003. Rumen Mikrobiology. Nottingham: Nottingham University Press.
Soesilorini.2007. Mikrobiology Of Milk. Nottingham: Nottingham University
Press.
Sudarmadji,dkk. 2004. Pengolahan pangan yang baik. Gramedia. Jakarta
Swenson,F.2004. Ingrendient of milk. Nottingham: Nottingham University Press.
Tomasiewicz.2006.Processing of milk .  Gadjah  Mada  University  Press.
Yogyakarta
Waluyo.2004. Pemeriksaan Komponen dalam Susu. Sumatra Barat: Universitas
Andalas
Warmansya.2001. Pengolahan pangan yang baik. Gramedia. Jakarta
Wenson. F.2004.  Ilmu  Pengolahan Pangan.  Jakarta : UI Press
Wigato, E. 2006.  Ilmu  Pangan.  Gadjah  Mada  University  Press,  Yogyakarta.
Winarto, J.S.2009. Analisis Nutrisi Susu.  Gadjah  Mada  University  Press,
Yogyakarta.


LAMPIRAN
PEMERIKSAAN KOMPOSISI SUSU
1.      
                     

2.      

       

       

        

PEMERIKSAAN PEMALSUAN SUSU
1.      
                      6
 (Susu murni)
2.      
                     
(Susu + Air)


1 komentar:

  1. PUSAT SARANA BIOTEKNOLOGI AGRO

    menyediakan METHYLEN BLUE untuk keperluan penelitian, laboratorium, mandiri, perusahaan .. hub 081805185805 / 0341-343111 atau kunjungi kami di https://www TOKOPEDIA.com/indobiotech temukan juga berbagai kebutuhan anda lainnya seputar bioteknologi agro

    BalasHapus