: http://i1122.photobucket.com/albums/l524/riyosuke/tail2.gif

Selasa, 28 Januari 2014

FERTILISASI


FERTILISASI
Pembuahan atau fertilisasi (singami) adalah peleburan dua gamet yang dapat berupa nukleus atau sel-sel bernukleus untuk membentuk sel tunggal (zigot) atau peleburan nukleus. Biasanya melibatkan penggabungan sitoplasma (plasmogami) dan penyatuan bahan nukleus (kariogami). Dengan meiosis, zigot itu membentuk ciri fundamental dari kebanyakan siklus seksual eukariota, dan pada dasarnya gamet-gamet yang melebur adalah haploid. Bilamana keduanya motil seperti pada tumbuhan, maka fertilisasi itu disebut isogami, bilamana berbeda dalam ukuran tetapi serupa dalam bentuk maka disebut anisogami, bila satu tidak motil (dan biasanya lebih besar) dinamakan oogami. Hal ini merupakan cara khas pada beberapa tumbuhan, hewan, dan sebagian besar jamur. Pada sebagian gimnofita dan semua antofita, gametnya tidak berflagel, dan polen tube terlibat dalam proses fertilisasi.
fertlsn-7












1.  Proses pembentukan spermatozoa
Spermatogenesis terjadi di dalam tubulus seminiferi dalam testis. Proses tersebut berlangsung mulai dari dinding tepi sampai ke lumen sel tubulus seminiferus yang merupakan bagian dari perenkim testis selain lobulus.
Lobulus adalah kantong-kantong kecil yang pada umumnya berbentuk kerucut, seperti buah salak. Ujung medialnya lancip, sedang ujung lateralnya lebar dan merupakan, dasar dari kerucut tersebut. Isi lobulus adalah tubulus seminiferi yang  panjang, berkelok-kelok memenuhi seluruh kerucut, pada muara tabung seminiferus yang terdapat pada ujung medial dari kerucut akan  langsung berhubungan dengan rete testes. Dinding tubulus seminiferus terdi­ri atas sel-sel membran basal, epithel benih, sel-sel penunjang dan sel penghasil cairan testes Toelihere, 1981).
Berikut merupakan tingkatan perkembangan sel germa dalam tubulus seminiferus adalah sebagai benkut:
1. Spermatogonium: ukurannya relatif kecil, bentuk agak oval, inti terwarna kurang terang, terletak berderet di dekat /melekat membrana basalis.
2. Spermiatosit I : ukuran paling besar, bentuk bulat, inti terwama kuat, letak agak menjauh dari membran basalis.
3. Spermatosit II : ukuran agak kecil bentuk bulat, letaknya menjauhi membrane basalis. (mendekati lumen).
4. Spermatid : ukuran kecil, benuk agak oval, warna inti kuat, kadang­kadang piknotis, letak di dekat lumen.
5. Spermatozoid : spermatozoa muda melekat secara bergerombol pada sel sertoli, yang muda terdapat di dalam lumen (Muchtaromah, 2008).

2.   Proses pembentukan ovum
Proses terjadinya oogenesis terjadi didalam ovarium dan akan dilanjutkan didalam oviduct jika terjadi penetrasi spermatozoid. Dalam oogenesis, sel germa berkembang didalam folikel-folikel telur, dengan tingkatan sebagai berikut:
1.      Folikel primodial,           merupakan       folikel  utama  yang    sudah terbentuk ketika lahir. Terdiri atas sebuah oosit yang dilapisi oleh selapis  sel epitel      pipih (Muchtarromah, 2006). Oosit dalam folikel primordial adalah sel bulat dengan garis tengah 25 pm. Intinya yang agak eksentris, besar dan memiliki inti yang besar juga (Tambayang, 1998).
2.      Folikel tumbuh terdiri dari Folikel primer: terdiri dari sebuah I yang dilapisi oleh selapis set folikel (set grarfulose) berbentuk kubus. Antara oosit dan sel-set granulose dipisahkan oleh zona pelucida.
3.      Folikel skunder: terdiri dari sebuah oosit I yang dilapisi oleh beberapa lapis set granulose.
4.      Folikel tersier: volume stratum granulosum yang melapisi oosit I bertambah besar/ banyak. Terdapat beberapa celah (antrum) diantara sel­sel granulose. Jaringan ikat stroma yang terdapat diluar stratum granulose menyusun diri membentuk teca interna dan externa.
5.      Folikel matang (de graaf): berukuran paling besar, antrum menjadi sebuah rongga besar, berisi cairan folikel (liquor foliculli). Oosit dikelilingi oleh sel granulose yang disebut corona radiata, yang dihubungkan dengan sel-sel granulose tepi oleh tangkai penghubung yang disebut kumulus ooforus (Muchtarromah, 2008).
Oosit akan diovulasikan dari folikel de graaf dalam tahap metafase meiosis II. Jika didalam oviduk terjadi penetrasi, maka terjadi penuntasan meiosis II dan oosit II berkembang menjadi zygote (Muchtarromah, 2008).


3. Syarat untuk terjadinya fertilisasi yaitu :

1.      Sel telur harus matang
2.      Harus mengalami kapasitasi husus pada spermatosoa
            Pembuahan merupakan pengaktifan sel telur dan sel spermatozoa. Tanpa ransangan  sperma sel  telur tidak akan mengalami pembelahan  (Cleavage) dan tidak ada perkembangan  embriologi. Dalam  aspek  genetik  pembuahan  meliputi pemasukan faktor-faktor  hereditas pejantan ke dalam sel  telur. Disinilah terdapat manfaat perkawinan atau  inseminasi yaitu  untuk menyatukan faktor-faktor unggul ke dalam satu individu. Pada  hampir semua mamalia, pembuahan dimulai ketika badan kutub pertama disingkirkan, sehingga sperma  menembus  dan masuk  ke dalam sel  telur  sewaktu  pembelahan reduksi ke dua berlangsung.
            Proses  pembuahan biasanya terjadi di  bagian  kaudal ampula  atau  di sepertiga atas tuba falopi.  Sel  telur masuk ke dalam ampula masih dalam keadaan diselaputi oleh sel-sel granulosa yang dilepaskan oleh folikel de  graaf, sel-sel  tersebut   adalah   sel  kumulus ooporus. Dengan demikian  masuknya  sel spermatozoa  ke dalam sel telur pada saat sel telur  men­jalani  pembelahan reduksi pertama. jumlah sel spermatozoa yang ditumpahkan kedalam saluran sel kelamin betina  bisa ratusan  hingga ribuan juta, tetapi yang berhasil  sampai ke tempat pembuahan relatif sedikit, mungkin tidak sampai lebih dari 1000 sel spermatozoa           
            Derajat  kebuntingan rendah bisa diakibatkan dari tidak tepatnya mengawinkan. Sel spermatozoa mengalami suatu perjalanan yang  unik sebelum berperan dalam proses pembuahan, selama  perjala­nan ini terjadi serentetan perubahan pada sel spermatozoa untuk memperoleh kemampuan fertilisasi sel telur,  proses ini  disebut  kapasitasi,  sel  spermatozoa harus  dapat mengenali, menempel pada sel telur dan melakukan penetra­si pada sel telur. Demikian juga sel gamet betina (oosit) harus  mengalami  serangkaian  proses  biologis alamiah hingga  matang,  serta fertil dan disebut ovum  atau  sel telur. Masing-masing  bergerak saling mendekat dan bertemu di sentral sel . Peleburan kedua  pronuklei dimulai dengan proses penyusutan inti  dan jumlah pronuklei ini menurun. Membran pronuklei pecah dan menghilang, kromosom dari sel spermatozoa dan sel  telur bersatu  (amfimiksis).  Metafase proses  mitosis pertama dari  sel telur merupakan tanda akhir dari  peleburan  ke dua   jenis   pronklei  jantan dan betina  (singami)  dan sekaligus  merupakan akhir proses fertilisasi.
            Sel  telur yang telah dibuahi ini disebut zigot yang segera mengala­mi proses pembelahan menjadi embrio. Proses pembuahan ini memerlukan  waktu  12 jam pada kelinci, 16-21  jam  pada domba, 20-24 jam pada sapi dan sekitar 36 jam. Untuk  masuk kedalam sel telur, sel  sperma  pertama-tama  harus melewati : sel-sel kumulus oophorus  bila masih  ada, menembus zona pellusida,  selanjutnya selaput (membrana) vitellin. Sel-sel kumulus dapat  dile­wati oleh pergerakan sel  spermatozoa sendiri, dan diban­tu oleh enzim hyaluronidase untuk melarutkan asam  hyalu­ronik pada Cumulus oophorus. Enzim  tersebut mendepolimerisasi asam  hyaluron-pro­tein. Hambatan selanjutnya adalah zona pellusida,  penem­busan  ke  dalam  zona pellusida disebabkan  karena  sel  spermatozoa memiliki enzim, yang disebut zonalisin. Enzim ini  telah  diketemukan pada babi. Sel telur  bulu  babi, menghasilkan fertisin, bahan ini bereaksi dengan  antrif­ ertilisin  yang dihasilkan oleh sel  spermatozoa.  Reaksi dari kedua bahan ini menyebabkan sel spermatozoa melekat dengan  zona pellusida dan menembusnya. Setelah menembus lapisan-lapisan tersebut  akrosoma  yang  telah menjadi longgar selama kapasitasi akhirnya hilang dan membentuk perforatorium. Mungkin aktivitas suatu   enzim  tertentu berhubungan dengan perforatorium yang memungkinkan  pene­robosan zona pellusida. Fase  terakhir penetrasi sel  telur, meliputi pertautan  kepala sel spermatozoa ke permukaan  vitellin. Periode ini sangat penting karena pada saat inilah terja­di  aktivasi  ovum, yang terangsang oleh  pendekatan sel spermatozoa, sel telur bangkit dari keadaan tidurnya  dan terjadilah perkembangan. Kepala sel spermatozoa dan  pada beberapa species juga ekor dari sel spermatozoa memasuki  sel  telur. Membran plasma sel spermatozoa dan sel  telur pecah  kemudiaan bersatu  membentuk selubung   bersama. Sebagai akibatnya, sperma memasuki vitellin dan selubung dari sel spermatozoa tersebut bertaut pada membran vitel­lin. Pada alternatif lain, membran plasma sel spermatozoa dapat  pecah kemudian kepala sel spermatozoa yang telan­jang memasuki sel telur.
            Bagian  akhir proses  pembuahan  adalah  menghilangnya  anak-anak  inti berikut selaput-selaputnya,  kromosom  maternal   mulai tampak, kemudian bersatu menjadi satu kelompok. Pada fase tertentu  selama puncak pekembangannya, pronuklei  jantan betina mengadakan kontak. Sesudah beberapa saat  ke  dua pronuklei  tersebut  berkerut dan bersamaan  dengan  itu meleburkan diri. Nukleoli tidak tampak lagi. Umur pronuk­leoli berkisar  antara 10 - 15 jam  menjelang  cleavage pertama,  dua kelompok kromosom mulai kelihatan, masing-masing adalah kromosom paternal dan maternal yang bersatu membentuk  satu kelompok yang  memulai  profase  mitosis pertama  dari  cleavage.  Sel telur  yang  telah dibuahi menjalani cleavage petama untuk membentuk embrio dua sel. Setiap  anak sel kini mengandung jumlah  kromosom  diploid normal  yang khas dari jenis hewan  tersebut, setengahya berasal dari sel spermatozoa dan setengahnya berasal dari sel telur.
            Lamanya fertilisasi jumlah interval  waktu dari penetrasi  sel spermatozoa sampai waktu cleavage  pertama tidak  diketahui  secara pasti pada  ternak,  kemungkinan besar tidak lebih dari 24 jam. Lama pembuahan dihitung berdasarkan waktu yang diper­lukan  sejak  dimulai masuknya sel sperma  ke dalam  sel telur  sampai  dengan dimulainya pembelahan  sigot. Pada mamalia, satu sel spermatozoa diperlukan untuk pembuahan, oleh  karena itu untuk mencegah masuknya sel  spermatozoa yang  lain,  sel telur mempunyai dua  sistem pertahanan, yaitu  zona pellusida dan selaput vitelin. Tahanan  yaitu zona  pellusida  adalah perubahan zona  pellusida  akibat melekatnya  sel  spermatozoa ke  dalam  selaput  vitelin. Perubahan ini mengakibatkan butir-butir korteks (cortical granules) yang terdapat pada selaput vitellin  dilepaskan ke  arah  zona  pellusida dengan  demikian  antara  ruang vitelin dengan  zona  pellusida  terdapat  ruangan  yang disebut  ruangan perivitelin. Ruangan perivitelin  makin lama makin meluas dan permulaan perluasannya dimulai dari tempat sel spermatozoa masuk.
            Butir-butir  korteks  telah  ditemukan  pada  marmut, babi,  kelinci  dan  bahan tersebut lenyap  setelah  sel spermatozoa masuk ke dalam reaksi sel telur. Reaksi  zona pellusida   pada anjing dan domba sangat cepat,  sehingga jarang sekali diketemukan sel spermatozoa tambahan  dida­lam ruangan perivitelin. Tahanan selaput vitelin  berarti bahwa selaput tersebut hanya mengadakan tahanan pada  sel spermatozoa  yang  pertama masuk, sesudah  itu  permukaan selaput  vitelin tidak lagi memberi reaksi  terhadap  sel permatozoa lainnya yang akan masuk. Sel  spermatozoa yang lainnya secara  kebetulan  bisa lolos menembus zona pellusida tidak dapat masuk ke  dalam sitoplasma  sel  telur, karena ada tahanan  dari  selaput vitelin. Sel spermatozoa tersebut ditampung dalam tahanan ruangan perivitelin.
            Secara  normal hanya satu sel spermatozoa yang  mema­suki  sel telur. Sering terlihat banyak  sel  spermatozoa bergerombol  di sekeliling zona pellusida,  tetapi  hanya satu  sel kelamin jantan yang terdapat dalam  sel  telur. Dari  kenyatan  ini dapat ditarik kesimpulan bahwa  zona pellusida  dapat  menjalani  beberapa  perubahan  sesudah masuknya  sel spermatozoa petama dan menghalangi  pemasukan  sel spermatozoa yang berikutntya. Perubahan ini disebut reaksi  zona. Reaksi  zona tersebut terdiri dari suatu perubahan yang menyebar kesekeliling  zona.  Sel spermatozoa  pertama mengadakan  kontak dengan permukaan vitellus merangsang timbulnya perubahan tersebut yang  dibawa oleh oleh beberapa zat yang keluar dari vitellus  ke arah  zona. Mungkin zat tersebut dibebaskan dari granula korteks pada  sel  telur yang menghilang sesudah sel spematozoa  pertama memasuki sel telur. Sel  spermatozoa ekstra yang berhasil  menembus zona pellusida  ke ruangan perivitellin disebut sperma  suple­menter.           
            Pada beberapa species (domba, anjing) reaksi zona relatif lebih cepat dan efektif, jarang ditemukan  sperma suplemeter kalaupun tidak sama sekali. Pada babi, sperma­tozoa ekstra memasuki zona pellusida tetapi secara  nomal tidak  dapat  melewatinya. Kelinci tidak memperlihatkan reaksi  zona dan di dalam ruang peri vitellin  sel  telur yang  telah dibuahi dapat ditemukan  sampai  200  sperma suplementer.
            Mekanisme pertahanan lainya terhadap pemasukan  lebih dari  satu sperma ke dalam sel telur diperlihatkan oleh  vitellus sendiri  dan  disebut  blokade vitellin   atau blokade  terhadap polyspermia. Sperma yang telah dibuahi diambil secara aktif  oleh vitellus, akan tetapi segera sesudah itu permukaan vitellus tidak memberi respon terhadap kontak dan tidak ada lagi sel spermatozoa yang diambil. Spermatozoa  ekstra yang berhasil memasuki  vitellus, walaupun adanya reaksi zona dan blokade vitellin, disebut sperma supernumeralia, dan sel telur dikatakan memperli­hatkan polyspermia. Efektivitas blokade vitellin berbeda-beda  menurut  species.  Apabila  terdapat   polyspermia, tetapi  sel suplementer tidak diketemukan (pada babi  dan anjing), berarti blokade vitellin tidak ada atau  ditunda sampai  reaksi zona dimulai. Sebaliknya pada  jenis-jenis hewan seperti kelinci, dengan banyak spema suplementer di dalam  ruang peri vitellin tetapi tidak ada polyspermia, berarti  bahwa blokade vitellin terjadi secara cepat  dan efektif.

4. Tahapan-tahapan yang terjadi pada fertilisasi adalah sebagai berikut :

a.      Kapasitasi spermatozoa dan pematangan spermatozoa
            Kapasitasi spermatozoa merupakan tahapan awal sebelum fertilisasi. Sperma yang dikeluarkan dalam tubuh (fresh ejaculate) belum dapat dikatakan fertil atau dapat membuahi ovum apabila belum terjadi proses kapasitasi. Proses ini ditandai pula dengan adanya perubahan protein pada seminal plasma, reorganisasi lipid dan protein membran plasma, Influx Ca, AMP meningkat, dan pH intrasel menurun.
b. Perlekatan spermatozoa dengan zona pelucida
            Zona pelucida merupakan zona terluar dalam ovum. Syarat agar sperma dapat menempel pada zona pelucida adalah jumlah kromosom harus sama, baik sperma maupun ovum, karena hal ini menunjukkan salah satu ciri apabila keduanya adalah individu yang sejenis. Perlekatan sperma dan ovum dipengaruhi adanya reseptor pada sperma yaitu berupa protein. Sementara itu suatu glikoprotein pada zona pelucida berfungsi seperti reseptor sperma yaitu menstimulasi fusi membran plasma dengan membran akrosom (kepala anterior sperma) luar. Sehingga terjadi interaksi antara reseptor dan ligand. Hal ini terjadi pada spesies yang spesifik.
c. Reaksi akrosom
            Setelah reaksi kapasitasi, sperma mengalami reaksi akrosom, terjadi setelah sperma dekat dengan oosit. Sel sperma yang telah menjalani kapasitasi akan terpengaruh oleh zat – zat dari korona radiata ovum, sehingga isi akrosom dari daerah kepala sperma akan terlepas dan berkontak dengan lapisan korona radiata. Pada saat ini dilepaskan hialuronidase yang dapat melarutkan korona radiata, trypsine – like agent dan lysine – zone yang dapat melarutkan dan membantu sperma melewati zona pelusida untuk mencapai ovum. Reaksi tersebut terjadi sebelum sperma masuk ke dalam ovum. Reaksi akrosom terjadi pada pangkal akrosom, karena pada lisosom anterior kepala sperma terdapat enzim digesti yang berfungsi penetrasi zona pelucida.
d. Penetrasi zona pelucida
            Setelah reaksi akrosom, proses selanjutnya adalah penetrasi zona pelucida yaitu proses dimana sperma menembus zona pelucida. Hal ini ditandai dengan adanya jembatan dan membentuk protein actin, kemudian inti sperma dapat masuk. Hal yang mempengaruhi keberhasilan proses ini adalah kekuatan ekor sperma (motilitas), dan kombinasi enzim akrosomal.
e. Bertemunya sperma dan oosit
            Apabila sperma telah berhasil menembus zona pelucida, sperma akan menenempel pada membran oosit. Penempelan ini terjadi pada bagian posterior (post-acrosomal) di kepala sperma yang mnegandung actin. Molekul sperma yang berperan dalam proses tersebut adalah berupa glikoprotein, yang terdiri dari protein fertelin. Protein tersebut berfungsi untuk mengikat membran plasma oosit (membran fitelin), sehingga akan menginduksi terjadinya fusi.












4.   Jenis-jenis fertilisasi
Fertilisasi mempunyai beberapa cara yang umum didapati pada makhluk hidup, yaitu :
1.      Fertilisasi eksternal (khas pada hewan-hewan akuatik): gamet-gametnya dikeluarkan dari dalam tubuhnya sebelum fertilisasi.
2        Fertilisasi internal (khas untuk adaptasi dengan kehidupan di darat): sperma dimasukkan ke dalam daerah reproduksi betina yang kemudian disusul dengan fertilisasi. Setelah pembuahan, telur itu membentuk membran fertilisasi untuk merintangi pemasukan sperma lebih lanjut. Kadang-kadang sperma itu diperlukan hanya untuk mengaktivasi telur (Anonymous, 2008).

 Fertilisasi in vitro
Fertilisasi in vitro merupakan suatu metode untuk membuahkan suatu kehidupan baru dalam sebuah cawan petri. Anak-anak yang dibuahkan melalui fertilisasi in vitro terkadang lebih dikenal sebagai “bayi tabung”. Beberapa telur diambil dari ovarium perempuan setelah ia meminum obat-obatan fertilitas yang mengakibatkan matangnya banyak telur sekaligus. Sperma  diambil dari laki-laki, biasanya melalui masturbasi. Telur dan sperma akhirnya disatukan dalam sebuah cawan kaca, di mana pembuahan terjadi dan kehidupan baru dibiarkan berkembang selama beberapa hari. Dalam kasus yang paling sederhana, embrio-embrio kemudian ditransfer ke dalam rahim ibu dengan harapan bahwa satu akan bertahan hidup dan berkembang hingga saat persalinan. (John M. Haas, 2008)

Variasi dalam reproduksi
Terdapat beberapa jenis variasi reproduksi yang ada pada makhluk hidup. Antara lain :
1.      Metagenesis, yaitu, pergantian generasi hasil reproduksi seksual dengan reproduksi aseksual.
2.      Hemafroditisme, merupakan kondisi bila satu individu mempunyai dan dapat memproduksi sel kelamin jantan dan kelamin betina. Hemafroditisme disebabkan kegagalan differensiasi gonad.
3.      Partenogenesis, pada beberapa jenis insecta, telur dapat tumbuh menjadi individu baru tanpa adanya peran dari pejantan.
4.      Paedogenesis, merupakan reproduksi yang terjadi pada hewan muda yang belum dewasa secara seksual/pada fase larva. Seperti redia pada larva cacing fasciola hepatica yang dapat menghasilkan redia dan serkaria secara paedogenesis. Generasi baru yang terbentuk berasal dari sel somatik.(Brotowidjoyo, 1989)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar