BAB
I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Ruminansia merupakan binatang berkuku genap subordo dari
ordo Artiodactyla disebut juga mammalia berkuku. Nama ruminan berasal
dari bahasa Latin "ruminare"
yang artinya mengunyah kembali atau memamah biak, sehingga dalam bahasa
Indonesia dikenal dengan hewan memamah biak. Sistem pencernaan (tractus
digestivus) ruminansia terdiri atas suatu saluran muskulo membranosa yang
terentang dari mulut sampai ke anus. Fungsinya adalah memasukan makanan,
menggiling, mencerna dan menyerap makanan serta mengeluarkan buangannya yang
berbentuk padat. Sistem pencernaan mengubah zat-zat hara yang terdapat dalam
makanan menjadi senyawa yang lebih sederhana hingga dapat diserap dan digunakan
sebagai energi, membangun senyawa-senyawa lain untuk kepentingan metabolisme.
Ternak ruminansia juga ada yang dapat menghasilkan produksi susu yang lebih
dari yang dapat dikonsumsi anaknya selama masa laktasi yang dikenal dengan
sebutan ternak perah.
Ternak
perah adalah ternak yang secara genetic mampu menghasilkan susu nelebihi
kebutuhan anaknya, misalnya sapi, kambing, kerbau dan lain-lain. Ternak perah
mempunyai ciri-ciri khusus yang berhubungan langsung dengan produksi susu. Susu
merupakan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi karena mengandung hampir
semua zat-zat yang diperlukan oleh tubuh. Susu didefenisikan sebagai susu sapi
yang tidak dikurangi atau ditambahi sesratu apapun yang diperoleh dari hasil
pemerahan sapi-sapi sehat secara kontinyu dan sekaligus. Susu ini merupakan
bahan pangan yang tersusun oleh zat-zat makanan dengan proporsi yang seimbang.
Penyusun utama susu adalah air, protein, lemak, karbohidrat, mineral-mineral,
dan vitamin-vitamin. Sebagai bahan pangan, susu dapat digunakan baik dalam
bentuk aslinya sebagai satu kesatuan maupun dari bagian-bagiannya. Dengan
banyaknya produk-produk susu yang beredar dipasaran belum dipastikan susu
tersebut mengandung kualitas yang murni dari hasil pemerahan tanpa penambahan
zat apapun.
Tujuan
dan Manfaat
Tujuan
Tujuan pelaksanaan
praktikum Produksi Ternak Perah ialah untuk mengetahui proses terjadinya susu
dan kegunaannya, serta berbagai jenis dan bangsa ternak yang dapat menghasilkan
susu maka perlu pemahaman tentang aspek yang mendasar tentang ternak perah.
Selain itu, tujuan dari praktikum ini ialah agar mahasiswa mendapatkan
pengalaman baru yang belum pernah diketahui tentang hal mendasar yang berkaitan
dengan ternak perah.
Manfaat
Manfaat yang dapat kita peroleh dari
praktikum ini adalah dengan adanya hasil dari praktikum yang telah
dilaksanakan, maka dapat digunakan sebagi titik acuan dan bahan perbandingan
didalam menjawab segala permasalahan tentang ternak perah tersebut, dan juga
sebagai masukan bagi kita semua di dalam mata kuliah Produksi Ternak Perah, dan
menjadi syarat di dalam memenuhi tugas praktikum dan mata kuliah Produksi
Ternak Perah. Serta dari praktikum ini kita dapat mengetahui bagaimana anatomi
system pencernaan ternak ruminansia dan apa saja fungsi dari setiap bagiannya,
mengetahui cara pemeriksaan kesegaran susu, komposisi susu, moikrobiologi susu,
dan pemalsuan susu. Tentunya banyak sekali hal bermanfaat yang dapat diperoleh
selama melaksanakan praktikum ini.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI ALAT PENCERNAAN
(Arora, 2005) Saluran pencernaan ruminansia terdiri dari rongga mulut (oral),
kerongkongan (oesophagus), proventrikulus (pars
glandularis), yang terdiri dari rumen, retikulum, dan omasum;
ventrikulus (pars muscularis) yakni abomasum, usus halus
(intestinum tenue), usus besar (intestinum crassum), sekum (coecum),
kolon, dan anus. Lambung sapi sangat besar, yakni ¾ dari isi rongga perut.
Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan
dikunyah kembali (kedua kali). Selain itu, pada lambung juga terjadi pembusukan
dan peragian.
(Bali, 2011) Mikroba dalam rumen juga mampu mensintesis asam amino dari
non protein nitrogen sumber, seperti urea dan amoniak. Seperti mikroba
mereproduksi dalam rumen, generasi tua mati dan sel-sel mereka melanjutkan
melalui saluran pencernaan. Sel-sel ini kemudian sebagian dicerna oleh
ternak, yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan sumber protein berkualitas
tinggi. Fitur-fitur ini memungkinkan ternak untuk berkembang pada rumput dan vegetasi lainnya.
( Blakely, 2001) Ternak kambing berbeda dengan
ternak mamalia lainnya karena mempunyai lambung sejati yaitu abomasum dan
lambung depan yang membesar yang mempunyai tiga ruangan yaitu reticulum, rumen,
dan omasum.
( Blakely, 2001 ) Omasum
merupakan bagian ketiga lambung ternak kambing yang menghubungkan retikulorumen
dan abomasums. Abomasum merupakan bagian keempat yang disebut juga perut
sejati. Dengan demikian ternak ruminansia dapat memanfaatkan pakan berserat
kasar tinggi serta mampu mengolahnya menjadi produk dengan nilai biologis
tinggi.
( Biologigonz, 2010 ) Rumen
dan reticulum sering dipandang sebagai organ tunggal disebut sebagai retikulorumen
yang merupakan tempat terjadinya pencernaan fermentative. Retikulum ini
mendorong pakan padat dan ingesta ke dalam rumen dan mengalirkan ingesta
kedalam omasum. Retikulum membantu ruminasi dimana bolus diregurgitasikan ke
dalam mulut. Ingesta yang telah halus didorong ke dalam rumen untuk
dicerna lebih lanjut oleh mikroba. Mikroorganisme yang terdapat dalam rumen
adalah bakteri, protozoa dan fungi.
(Biologigonz, 2010) Saluran
pencernaan hewan memamah biak terdiri atas organ-organ pencernaan sebagai
berikut :
1.
Rongga Mulut (Cavum Oris)
2.
Kerongkongan (Esofagus)
3.
Lambung
4.
Usus Halus
5.
Sekum
6.
Usus Besar
7.
Anus
(Dudee, 2009) Hewan memamah biak
(Ruminansia) adalah hewan herbivora murni, contohnya sapi, kerbau dan
kambing. Disebut hewan memamah biak karena memamah atau mengunyah makanannya
sebanyak dua fase. Pertama saat makanan tersebut masuk ke mulut, makanan
tersebut tidak dikunyah hingga halus dan terus ditelan, selang beberapa waktu
makanan tersebut dikeluarkan kembali ke mulut untuk dikunyah sampai halus.
(Dudee. 2009) Walaupun
memiliki caecum yang besar, kambing ternyata tidak mampu mencerna
bahan-bahan organik dan serat kasar dari hijauan sebanyak yang dapat dicerna
oleh ternak ruminansia murni. Daya cerna kambing dalam mengonsumsi hijauan daun
mungkin hanya 10%. Di alam, kambing liar dapat memenuhi kebutuhannya sendiri
dengan jenis pakan yang di kehendaki. Jumlah pakan minimal dan ragam pakan
dapat terpenuhi sehingga terjadi keseimbangan dalam pertumbuhan, kesehatan dan
perkembangbiakannya. Kalau kebutuhan itu tidak tercapai, dengan sendirinya
kambing berangsur-angsur gugur menghadapi seleksi alam.
(Melly, 2011) Hewan memamah
biak mempunyai makanan berupa rumput atau tumbuhan. Hewan memamah biak
mempunyai sistem pencernaan dengan struktur khusus yang berbeda dengan hewan
karnivora dan omnivora.
(Melly, 2011) Ternak terdapat beberapa jenis, diantaranya ternak ruminansia
dan ternak non ruminansia. Ruminan terjadi pada hewan pemamah biak, Pengeluaran
kembali makanan yang telah tercerna sebagian yang disebut cad, keluar
dari rumen yang mengunyahnya untuk kedua kalinya disebut juga cudding.
Hewan ruminansia adalah hewan pemakan hijauan atau herbivora yang memiliki
lambung dengan beberapa ruangan.
(Sarwono, 2003) Kambing merupakan
binatang memamah biak yang
berukuran sedang. Ternak kambing (Capra aegagrus hircus) adalah sub spesies kambing
liar yang secara alami tersebar di Asia Barat Daya (daerah
"bulan sabit yang subur" dan Turki) Eropa. Kambing liar jantan maupun betina memiliki tanduk sepasang, namun tanduk
pada kambing jantan lebih besar.
PEMERIKSAAN KESEGARAN SUSU
Aak, (2005) menyatakan bahwa
penyaringan perlu dilakukan dengan segera guna menghindari agar jangan sampai
jumlah mikroba yang terdapat didalam air susu bertambah.
Aak (2005) yang menyatakan bahwa susu segar adalah susu yang tidak
dikurangi atau ditambah apapun, yang diperah oleh ari pemerahan sapi yang sehat
secara kontimue dan sekaligus sampai sempurna. Bahwa pendapat ahli-ahli dahulu
susu mempunyai ciri-ciri khas susu yang baik dan normal adalah susu tersebut
terdiri dari konversi warna kolostrum yang berwarna kuning dengan warna air
susu yaitu putih, jadi susu normal itu berwarna putih kekuning-kuningan.
Amanalis
(2002), yang menyatakan bahwa pemanasan dengan suhu tinggi bertujuan untuk
membunuh seluruh mikroorganisme baik pembusuk maupun pathogen dan pemanasan
yang singkat bertujuan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu tersebut.
Buckle, dkk (2007) menyatakana
bahwa uji reduksi dapat menunjukan tingkat kegiatan bakteri sehingga dapat
memungkinkan diklasifikasikan susu sebagai susu yang dapat diterima atau tidak
untuk kegunaan tertentu.
Devendra (2007), yang menyatakan bahwa Susu segar adalah susu yang tidak
dikurangi atau ditambahkan apapun yang diperoleh dari pemerahan sapi yang sehat
secara kontiniyu dan sekaligus yang secara sempurna.Pada suhu yang lebih
rendah, masa simpan susu akan menjadi lebih panjang dan bila menunjukkan suhu
25oC, maka kesegaran susu dapat mencapai 11-12 jam untuk durasi
pemanfaatannya.
Ediwigato (2006), menyatakan
bahwa tujuan penyaringan untuk memisahkan benda-benda asing seperti debu,
pasir, dan sebagainya dengan kertas saring yang bersih dan selera menjadi
tambeh, selain selera juga tidak ada menghambat yang menimbulkan pencernaan
terganggu dari pada kotoran tersebut.
Gusriyanti. (2006). menyatakan
bahwa angkat reduktase adalah waktu yang diperlukan untuk merubah zat warna
biru metilen menjadi putih yang mana nilainya secara kasar berbanding terbalik
dengan jumlah organisme yang ada.
Karyadi (2009), menyatakan bahwa
susu normal memiliki pH 6.6-6.7 dan bila terjadi banyak pengasaman oelh bakteri
nilai pH akan menurun secara nyata. Bila hal ini dianggap sebagai tanda adanya
mastitis pada sapi karena penyakit ini menyebabkan perubahan mineral dalam air
susu.
Robert. L. Diyert (2007),
menyatakan bahwa susu yang bagus dan layak dikuonsumsi
sedikit ada rasa manisnya selain untuk rasa juga dapat meningkatkan selera
untuk minum susu.
Sudarmadji, dkk. (2004)
yang menyatakan bahwa penyaringan bertujuan
untuk memisahkan suatu cairan dari bahan padat yang terdapat pada cairan itu
dengan cara menuang cairan pada bahan penyaringan.
PEMERIKSAAN KOMPOSISI SUSU
Amiransyah (2008) berpendapat bahwa air susu yang baik atau normal
memiliki Bs 1,027 – 1,031 pada temperatur 27,5o perbedaan BJ yang
mencolok harus dikurangi.
Bambang (2008), bahwa bahan kering
adalah sisa makanan sesudah diuapkan airnya
Devendra, (2007). yang menyatakan bahwa Susu segar adalah susu yang tidak
dikurangi atau ditambahkan apapun yang diperoleh dari pemerahan sapi yang sehat
secara kontiniyu dan sekaligus yang secara sempurna,
Hadiwiyoto ( 2005 )
berpendapat bahwa susu mengandung protein rata-rata 3,5%. Protein
merupakan gabungan dua atau lebih asam-asam amino yang penyusun utamanya adalah
atom karbon, atom hydrogen, dan atom nitrogen.
Judkins dan Keener (2009) berpendapat bahwa pada prinsipnya penentuan kadar lemak
susu menurut Gerber sama saja dengan metoda Babcock. Botol yang digunakan disebut Butyrometer. Jadi penentuan kadar lemak susu dengan metoda ini
juga menggunakan dasar penambahan asam sulfat yang akan memisahkan lemak susu.
Mozes, (2008). yang menyatakan bahwa Pengeringan susu pada suhu yang
tertentu mengarah langsung pada suhu pengeringan yang tidak stabil, sehingga
akan menyebabkan kadar bahan kering susu tersebut nilainya tidak konstan,
Poole, (2009). yang menyatakan bahwa Air susu yang dihasilkan melalui
suatu proses sekretarit sejati pada bagian awal air susu sapi pada suatu
pemerahan mengandung kadar lemak yang sangat renda, sekitar 1 %.
Raguarti (2010) berpendapat bahwa komposisi susu terdiri dari air, bahan
kering, lemak dan protein. Dimana komposisi susu ini mencakup jenis kandungan
gizi yang mana bermanfaat bagi kesehatan bagi tubuh hewan maupun manusia.
Swenson. F. (2004). yang menyatakan bahwa Berat jenis suatu bahan adalah
perbandingan antara berat bahan tesebut dengan berat air pada volume dan suhu
yang sama. Berat jenis rata-rata 1,032 atau berkisar antara
1,027-1,035. Prinsip dari pengujian berat jenis yaitu benda padat yang
dicelupkan ke dalam suatu cairan akan mendapatkan tekanan ke atas seberat
volume cairan yang dipindahkan
Winarto. J. S. (2009)
yang menyatakan bahwa.Susu merupakan substrat
yang baik untuk pertumbuhan mikroba, karena kadar airnya tinggi, pH-nya netral
dan kaya akan zat makanan yang diperlukan oleh mikroba. Susu juga merupakan
emulsi lemak dalam air yang mengandung garam-garam mineral, gula, dan protein.
Komposisi terbesar terjadi pada kandungan lemak, karena kadar lemak susu sangat
dipengaruhi baik oleh faktor internal maupun eksternal.
PEMERIKSAAN
MIKROBIOLOGI SUSU
Breed dan Dotterrer pada tahun (2006) yang
mengatakan bahwa kisaran hitung yang normal adalah selitar 25-250 koloni/cawan.
Benhards (2008) yang mengatakan
bahwa Pengenceran yang dilakukan dalam percobaan ini adalah pengenceran desimal
yaitu 10-1, 10-2, 10-3, 10-4 dan 10-5. Dan yang diplating dan diamati adalah
pengenceran 10-3, 10-4, dan 10-5. Hal ini karena diperkirakan koloni yang
terbentuk oleh Escherichia Coli berada pada jumlah yang dapat dihitung pada
pengenceran tersebut. Selain itu, perhitungan jumlah koloni akan lebih mudah
dan cepat jika pengenceran dilakukan secara desimal.
Hediwiyoto (2002)
berpendapat bahwa bila jumlah bakteri terhitung pada suatu pengenceran hasilnya
dua kali lebih besar dari pada jumlah bakteri terhitung pada pengencer
sebelumnya, maka yang digunakan adalah jumlah bakteri pada pengenceran yang
besar.
Fardiaz, (2003). yang menyatakan
bahwa Prinsip dari metode hitungan cawan adalah menumbuhkan sel mikrobia yang
masih hidup pada metode agar, sehingga sel mikrobia tersebut akan berkembang
biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa
menggunakan mikroskop Metode hitungan cawan dapat dibedakan atas dua cara yaitu
: Metode tuang (pour plate), Metode permukaan (surface / spread
plate)
Fardius, (2002). yang menyatakan
bahwa Perhitungan jumlah koloni akan lebih mudah dan cepat jika pengenceran
dilakukan secara decimal. Semakin tinggi jumlah mikroba yang terdapat di dalam
sample, semakin tinggi pengenceran yang harus dilakukan
Farmansyah (2003)
yang mengatakan bahwa Metode hitungan cawan juga mempunyai kelemahan, yaitu:
Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel mikroba yang sebenarnya, karena
beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk satu koloni, Medium dan kondisi
yang berbeda mungkin menghasilkan niali yang berbeda, Mikroba yang ditumbuhkan
harus dapat tumbuh pada medium padat dan membentuk koloni yang kompak dan
jelas, tidak menyebar, Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi beberapa hari
sehingga pertumbuhan koloni dapat dihitung.
Fendrikus (2004). yang
mengatakan bahwa Pada penanaman bakteri dibutuhkan kondisi aseptis atau steril,
baik pada alat maupun proses, untuk menghindari kontaminasi, yaitu masuknya
mikrobia yang tidak diinginkan.
Gusriyanti, (2006). yang
menyatakan bahwa Mutu susu segar juga harus didukung oleh cara pemerahan yang
benar termasuk didalamnya adalah pencegahan kontaminasi fisik dan mikrobiologis
dengan sanitasi alat pemerahan dan sanitasi pekerja
Tomasiewicz (2006)
yang menyimpulkan bahwa kisaran hitung untuk plate count dengan ulangan 3 kali
(triplicate) yaitu 25-250 koloni/cawan. Kesimpulan ini didapat dari data
analisa susu (raw milk) pada tiga eksperimen yang berbeda
Waluyo, (2004). yang menyatakan bahwa dimana jumlah
terbaik adalah antara 30 sampai 300 sel mikrobia per ml, per gr, atau per cm
permukaan (Fardiaz, 1993). Prinsip pengenceran adalah menurunkan jumlah
sehingga semakin banyak jumlah pengenceran yang dilakukan, makin sedikit
sedikit jumlah meikrobia, dimana suatu saat didapat hanya satu mikrobia pada
satu tabung.
PEMERIKSAAN
PEMALSUAN SUSU
Brody (2002),
yang menyatakan bahwa dalam
pembuktian pemalsuan susu yang ditambahkan pati maka dapat duji dengan
mencapurkan larutan asam asetat, larutan lugol, dan tabung reaksi tersebut
dipanaskan.
Friendhsman. P (2000), menyatakan bahwa dalam bundaran pengamatan mikroskop,
butiran lemak susu akan diprioritaskan lebih berhomogen serta mengandung
struktur yang lebih kecil, dibandingkan dengan spesifikasi lemak nabati
lainnya.
Frandson (2002) yang mengatakan
bahwa dalam pemeriksaan pemalsuan susu dengan cara pembuktian penambahan pati
bila positif mengandung pati maka filtrate warna menjadi biru, kemudian bila
warna kuning berarti negatif dan bila berwarna hijau reaksi diragukan
Golemen (2003),yang menyatakan
bahwa dalam pemeriksaan pemalsuan susu dengan cara pembuktian penambahan susu
masak dengan uji Storch maka susu yang dipanaskan pada suhu 77-80 o
C maka warnanya tetap berwarna putih.
Girisanto R. F (2003), yang menyatakan kebanyakan produk susu dengan
menambahkan pemalsu warna susu yang segar dengan alat berupa colouring
matherials yang cukup membahayakan apabila dikonsumsi oleh tubuh terhadap
stabilitas kesehatan.
Partodihardjo (2003) yang berpendapat bahwa dengan penambahan air kedalam susu,
maka berat jenis, kadar lemak dan bahan kering susu akan turun, sedangkan titik
beku akan mendekati 0 ( nol ).
Ressang dan Nasution (
2002 ) berpendapat bahwa didalam susu
mentah terdapat enzim Peroksida yang akan terurai oleh pemanasan diatas 75o
C. Enzim ini akan membebaskan oksigen dari larutan Peroksida yang ditambahkan
kedalam susu.
Soesilorini
(2007), menyatakan bahwa
tehnik termudah dalam pembuktian pemalsuan pada susu yang berspesifikasi dengan
air adalah dengan mencelupkan laktodensimeter pada larutan susu, sesaat
kemudian akan terbaca kadar berat jenisnya yang sangat minimum.
Warmansya (2001), berpendapat bahwa dengan penambahan santan kedalam susu,
berat jenis naik ( tetapi dapat juga turun ), kadar lemak naik dan angka Katalase
naik. Dan akan terlihat adanya ukuran lemak yang heterogen, kadangkala disertai
dengan sel tumbuhan yang dapat dikenali dengan sel yang tidak berdinding.
Wenson.
F (2004), yang menyatakan
berat jenis suatu bahan adalah perbandingan antara berat bahan tesebut dengan
berat air pada volume dan suhu yang sama. Berat jenis rata-rata 1,032 atau
berkisar antara 1,027-1,035. Prinsip dari pengujian berat jenis yaitu benda
padat yang dicelupkan ke dalam suatu cairan akan mendapatkan tekanan ke atas
seberat volume cairan yang dipindahkan.
BAB
III
MATERI
DAN METODA
Waktu
dan tempat
Kegiatan praktikum ini
dilaksanakan setiap hari Rabu mulai Tanggal 26 Oktober sampai 20 November 2013,
pada pukul 15.00 WIB s/d selesai di Laboratorium Gedung C Fakultas Peternakan
Universitas Jambi.
Materi
Adapun alat-alat yang
digunakan pada praktikum Anatomi alat pencernaan, Pemeriksaan Kesegaran Susu,
Pemeriksaan Komposisi Susu, Pemeriksaan Mikrobiologi Susu, dan Pemeriksaan
Pemalsuan Susu ialah Cutter 2 buah,
Terpal berukuran 1 x 1 m, ember, sarung tangan, Tabung Reaksi, Penjepit Tabung Reaksi, Gelas Becker,
Pipet 10 ml, Pembakar Bunsen, Botol 100 ml, Kertas Saring, Corong, Tabung
Erlemeyer, pH meter digital, Tabung Reduktase, Penangas Air, dan Pipet ( 1 ml
dan 25 ml ), yaitu Laktodesimeter, Termometer, Gelas Ukur ( 100 ml dan 250 ml
), Labu Erlemeyer ( 250 ml dan 500 ml) Timbangan Analitik skala 0,1 mg, Oven
temperatur 102o C, Eksikator, Cawan Gelas dengan penutup diameter 5
cm, Butyrometer, Pipet Otomat ( 1 ml ± 0,05 ml dan 10 ml ), Pipet khusus susu
10,75 ml, Sentrifus, Gelas Becker, Buret, Media PCA ( Plate Count Agar
), Botol 150 ml atau tabung Reaksi 20-50 ml steril, Pipet Steril ( 1 ml, 5 ml,
10 ml, dan 11 ml ), Penyedot Pipet, Cawan Petri Steril, dan Inkubator.
Metoda
ANATOMI
ALAT PENCERNAAN
Adapun metoda dalam praktikum Anatomi Saluran Pencernaan
yaitu praktikan diminta untuk mendengarkan dan memperhatikan asdos
menjelaskan bagian-bagian dari
saluran pencernaan serta fungsinya, kemudian praktikan diminta untuk
menjelaskan kembali apa yang telah disampaikan asdos dan diberi beberapa
pertanyaan secara lisan.
PEMERIKSAAN
KESEGARAN SUSU
Adapun cara yang
digunakan pada pemeriksaan kesegaran susu ini yaitu pada Uji Sensorik atau uji Organoleptik
yaitu terlebih dahulu masukkan 5-10 ml sample susu kedalam tabung reaksi. Amatilah warna susu tersebut : bila
warna putih susu berarti susu tersebut normal (baik), bila berwarna biru
berarti susu tersebut dicampur dengan air, bila berwarna kuning berarti susu
tersebut banyak mengandung karoten, bila berwarna merah berarti pada susu
tersebut terdapat darah.
Mengamati Bau dari susu dengan cara yaitu terlebih
dahulu sample susu diambil dengan alat pengambil sample dan dimasukkan kedalam
botol ukuran 100 ml dan diisi ¼ – 1/3
penuh. Tutup botol tersebut dengan sumbat yang tidak berbau. Simpan dalam suhu
rendah. Sebelum diuji masukkan botol tersebut dalam penangas air (35-400C)
atau pembakar Bunsen sampai hangat. Sambil mengangkat tutup botol, uji bau
dapat dilakukan. Bedakan bau susu sebelum dipanaskan dengan susu yang sudah
dipanaskan. Pada Uji Kekentalan
yaitu terlebih dahulu dilakukan dengan memiringkan tabung reaksi, kemudian
ditegakkan kembali. Perhatikan susu yang membasahi dinding tabung. Menguji Rasa dari susu : dengan cara meneteskan susu ketelapak tangan
dan dicicipi. Bila agak manis berarti susu tersebut normal (baik).
Bila pahit berarti sudah terjadi pembentukan peptone. Bila rasa sabun berarti
terkena mastitis. Bila rasa lobak berarti terkena kuman coli. Bila rasa pahit
dan asin berarti kolostrum.
Pada Pengukuran
Ph dengan pHmeter air susu diberkan dua perlakuan. Pertama, 100 ml susu
+ 2 tetes alcohol 68%, dan yang kedua 50 ml susu + 50 ml air setelah dicampur
secara omogeny, kemudian Ph susu diukur menggunakan pHmeter digital.
Pada Uji
Kebersihan dengan Metoda Saring
terlebih dahulu homogenkan 500 ml sample susu. Tuangkan sample susu
secara perlahan – lahan melalui dinding corong, pada mulut corong telah
terpasang kertas saring. Susu ditampung dalam tabung Erlenmeyer.
Setelah kertas saring dilepaskan, amati kotoran yang tertinggal dikertas saring
tersebut. Kotoran dapat berupa bulu, potongan rambut, pasir, feces dan
lain-lain. Untuk lebih jelas, masukkan kertas saring dalam incubator atau
lemariagar kering. Periksalah kotoran yang tampak pada kertas saring dan
nilailah banyaknya kotoran dan jenis kotoran yang tampak.
Pada Uji Alcohol yaitu
terlebih dahulu masing-masing Tabung reaksi diisi 3 ml air susu, pada tabung 1
ditambahkan 3 ml alcohol 68 %,tabung 2 ditambahkan 70 %, tabung 3 ditambahkan 3
ml alcohol 75 %, tabung 4 ditambahkan 3 ml 96 %. Masing-masing tabung dikocok
dan diamati. Bila susu pecah maka susu tersebut asam dan hasil uji positif. Sedangkan
bila susu tidak pecah dan tetap omogeny, hasil uji dinyatakan negative dan susu
normal (baik).
Pada Uji Didih / Uji Masak yaitu
terlebih dahulu masukkan 5 ml susu kedalam tabung reaksi dan panaskan sampai
mendidih, bila terdapat butiran dan susu tidak omogeny berarti susu pecah (susu
rusak) dan hasil uji positif, bila susu tetap omogeny berarti susu masih baik
dan hasil uji negative.
Pada Uji Reduktase dengan Biru Metilen
yaitu terlebih dahulu masukkan 1 ml larutan biru metilen kedalam tabung
reduktase, tambahkan sample susu sampai batas lingkaran. Tutup tabung tersebut
dengan sumbat, lalu campurkan sehingga warna biru merata. Masukkan tabung
kedalam penangas air selama 4-4,5 jam,penangas air selama 5 menit untuk
menghangatkan, kemudian dimasukkan kedalam incubator. Reaksi ditunggu sampai
seluruh warna biru hilang.
PEMERIKSAAN
KOMPOSISI SUSU
Adapun cara kerja yang
dilakukan pada pengukuran Berat Jenis
yaitu terlebih dahulu sample susu dihomogenkan dengan cara memindahkan dari
satu erlemeyer ke erlemeyer yang lain berulang-ulang. Secara hati-hati sample
susu dituangkan kedalam gelas ukur melalui dindingnya agar tidak berbentuk
buih. Laktodensimeter dicelupkan kedalam sample susu secara perlahan-lahan,
biarkan timbul dan tunggu sampai laktodensimeter berhenti bergerak selama 1
menit. Baca skala yang tertera. Setelah pembacaan selesai, catat suhu temperature
laktodensimeter dan ukur suhu sample susu dengan thermometer. Ulangi sebanyak 2-3 kali. Angka yang diperoleh di
rata-ratakan. Skala yang dibaca pada laktodensimeter menunjukkan decimal 2 dan
3. Decimal ke-4 dikira-kirakan. Contoh : skala 27 berart BJ = 1,0270, skala
2,35 berarti BJ = 1,0235. Suhu sampel susu harus diantara 20-30˚C, kemudian
disesuaikan dengan susu 27,5˚C.
Pada pengukuran Kadar Bahan Kering
yaitu terlebih dahulu keringkan cawan dan tutpnya dalam oven selama 10 menit. Setelah
itu, masukkan cawan kedalam eksikator sampai suhunya sama dengan susu kamar.
Timbang cawan beserta tutupnya. Masukkan 3 ml sample susu kedalam cawan.
Timbang kembali cawan yang berisi sample beserta tututpnya. Masukkan cawan
kedalam oven dan letakkan tutup cawan disampimg cawan. Biarkan selama 1 jam,
setelah itu keluarkan dari oven dam masukkan cawan yang telah ditutup kembali
eksikator. Setelah cawan dingin,timbanglah cawan beserta tutupnya. Masukkan
kembali cawan kedalam oven, keringkan selama 1 jam, setelah itu masukkan
kembali kedalam eksikator sampai dingin.timbang kembali cawan tersebut. Lakukan
prosedur sampai tercapai berat konstan.
Pada pengukuran Kadar Lemak dengan
Metode Gerber yaitu terlebih dahulu masukkan 10 ml H2SO4
pekat kedalam butyrometer. Melalui dinding butryrometer, masukkan 10,75 ml
sample susu secara hati-hati dan 1 ml amil alcohol. Butyrometer disumbat sampai
rapat,kemudian dikocok dengan arah angka delapan selama 3-5 menit agar
bagian-bagian didalamnya tercampur rata. Setelah terbentuk warna ungu tua
sampai kecoklatan, masukkan butyrometer kedalam sentrifus dan pasang sentrifus
pada 1200 rpm selama 5 menit. Kemudian masukkan butyrometer didalam penangas
air adalah bagian yang ada sumbatnya dibawah dan bagian yang ada skalanya
diatas. Baca skala yang tertera pada butyrometer.
Pada
pengukuran
Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL), persentase BKTL dapat dihitung
menggunakan rumus Herz-Henkel, yaitu:
Keterangan:
BKTL = Bahan Kering
Tanpa Lemak
KL =
Kadar Lemak
Ld20 = Skala Laktodensimeter pada 20˚C
0,48 = Konstanta jika
Berat Jenis diukur pada suhu 20˚C. Jika Berat Jenis diukur pada sampel yang
dipanaskan 40˚C, maka konstanta yang digunakan 0,63.
Atau:
Pada pengukuran Kadar Protein Metode
Titrasi Formol yaitu terlebih dahulu masukkan 10 ml susu kedalam
erlemeyer 125 ml dan tambahkan 20 ml aquades serta 0,4 ml larutan kalium
oksalat jenuh dan 1 ml phenolphtalin 2% lalu diamkan selama 2 menit. Kemudian
titrasi campuran tersebut dengan NaOH 0,1 N sampai mencapai warna standar atau
warna merah muda. Warna standar: 10 ml susu + 10 ml aquades + 0,4 ml kalium
oksalat jenuh + 1 tetes indicator rosanilin klorida. Setelah warna tercapai
tambahkan 2 ml larutan formalin dan titrasi kembali dengan NaOH sampai warna
standar tercapai lagi. Buatlah titrasi blanko yang terdiri dari 20 ml aquades +
0,4 ml larutan kalium oksalat jenuh + 1 ml indicator phenolpthalin + 2 ml
larutan formalin dan titrasi dengan larutan NaOH.
PEMERIKSAAN
MIKROBIOLOGI SUSU
Adapun cara kerja pada perhitungan
mikroba secara tidak langsung dengan metoda hitung cawan salah satunya Pada metode tuang
yaitu terlebih dahulu beri label pada botol atau tabung reaksi yang berisi
larutan pengencar dan cawan Petri. Lakukan pengenceran sample secara omogen.
Ambil sample 0,1 ml dan masukkan kedalam cawan Petri. Tuangkan media agar cair
sebanyak 12-15 ml untuk setiap cawan Petri. Selama penuangan media tutup cawan
tidak boleh dibuka terlalu lebar. Setelah penungan media agar cair, goyangkan
cawan membentuk angka 8 diatas meja untuk menyebarkan sel mikroba. Biarkan
sampai media agar memadat. Setelah agar memadat,masukkan cawan Petri kedalam
incubator dengan posisi terbalik selama 24-36 jam pada suhu 30-320C.
hitung jumlah koloni yang terdapat pada agar dan laporkan sebagai jumlah koloni
per ml.
Pada metode sebar / permukaan yaitu terlebih
dahulu Tuangkan 15 ml agar cair kedalam cawan Petri dan biarkan memadat. Pipet
sample yang sudah diencerkan 0,1 ml dan tuangkan diatas agar yang sudah
memadat. Sebarkan larutan sample keseluruh permukaan adar dengan menggunakan
ose bengkok. Biarkan sampel homogeny selama 15 menit, kemudian cawan Petri
dibalik dan diikubasi selama 24-48 jam pada suhu 30-320C. lakukan
perhitungan koloni yang terdapat dalam agar.
PEMERIKSAAN
PEMALSUAN SUSU
Adapun cara kerja pada pembuktian
Penambahan air kedalam susu dilakukan melalui pengukuran berat
jenis.berat jenis normal susu berkisar antara 1,0280-1,032, dengan penambahan
air atau whey, maka berat jenis akan turun.
Pada pembuktian Penambahan Santan
secara Mikroskopik : bersihkan sebuah gelas objek. Teteskan 1
tetes susu dan tutup dengan gelas penutup, hindari terbentuknya gelembung
udara. Lihat dibawah mikroskop dengan pembesaran obkektif 10x45x, tampak
butir-butir lemak susu omogeny, sedangkan butir-butir lemak nabati lebih besar
dari butir lemak susu.
Pada pembuktian Penambahan Pati
: masukkan 10 ml sample susu kedalam tabung reaksi,tambahkan 0,5 ml asam
acetate. Panaskan tabung dan kemudian sample susu disaring. Kedalam filtrate
teteska 4 tetes lugol. Apabila positif mengandung pati, maka warna feltrate
menjadi biru. Bila bewrna kuning artinya negative,apabila warna hijau reaksi
diragukan.
Pada pembuktian Penambahan Susu Masak
dengan uji Storch: masukkan 5 ml sample susu kedalam tabung reaksi,
tambahkan 2 tetes larutan paraphenildiamin 2 %. Tambahkan 1-4 tetes larutan hydrogen
peroksida. Susu mentah dan susu yang belum mengalami pemanasan berubah warnanya
menjadi biru. Susu yang dipanaskan pada 77-800C tetap berwarna
putih.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
ANATOMI
ALAT PENCERNAAN
Ruminansia
merupakan binatang berkuku genap subordo dari ordo Artiodactyla disebut
juga mammalia berkuku. Nama ruminan berasal dari bahasa Latin "ruminare" yang artinya
mengunyah kembali atau memamah biak, sehingga dalam bahasa Indonesia dikenal
dengan hewan memamah biak.
Sistem pencernaan (tractus digestivus)
ruminansia terdiri atas suatu saluran muskulo membranosa yang terentang dari
mulut sampai ke anus. Fungsinya adalah memasukan makanan, menggiling, mencerna
dan menyerap makanan serta mengeluarkan buangannya yang berbentuk padat. Sistem
pencernaan mengubah zat-zat hara yang terdapat dalam makanan menjadi senyawa
yang lebih sederhana hingga dapat diserap dan digunakan sebagai energi,
membangun senyawa-senyawa lain untuk kepentingan metabolisme. Pencernaan
merupakan rangkaian proses yang terjadi dalam saluran pencernaan sampai
memungkinkan terjadinya penyerapan.
Sistem Pencernaan Ternak
Kambing
(Dudee, 2009) Hewan memamah
biak (Ruminansia) adalah hewan herbivora murni, contohnya sapi, kerbau
dan kambing. Disebut hewan memamah biak karena memamah atau mengunyah
makanannya sebanyak dua fase. Pertama saat makanan tersebut masuk ke
mulut, makanan tersebut tidak dikunyah hingga halus dan terus ditelan,
selang beberapa waktu makanan tersebut dikeluarkan kembali ke mulut untuk
dikunyah sampai halus.
Menurut (Melly, 2011) Ternak terdapat beberapa jenis,
diantaranya ternak ruminansia dan ternak non ruminansia. Ruminan terjadi pada
hewan pemamah biak, Pengeluaran kembali makanan yang telah tercerna sebagian
yang disebut cad, keluar dari rumen yang mengunyahnya untuk kedua
kalinya disebut juga cudding. Hewan ruminansia adalah hewan pemakan
hijauan atau herbivora yang memiliki lambung dengan beberapa ruangan.
(Melly, 2011) Hewan memamah
biak mempunyai makanan berupa rumput atau tumbuhan. Hewan memamah biak
mempunyai sistem pencernaan dengan struktur khusus yang berbeda dengan hewan
karnivora dan omnivora.
(Sarwono, 2003)
Kambing merupakan binatang memamah biak yang
berukuran sedang. Ternak kambing (Capra aegagrus hircus) adalah sub spesies kambing
liar yang secara alami tersebar di Asia Barat Daya (daerah
"bulan sabit yang subur" dan Turki) Eropa. Kambing liar jantan maupun betina memiliki tanduk sepasang, namun tanduk
pada kambing jantan lebih besar.
Ternak kambing berbeda dengan ternak mamalia lainnya karena
mempunyai lambung sejati yaitu abomasum dan lambung depan yang membesar yang
mempunyai tiga ruangan yaitu reticulum, rumen, dan omasum ( Blakely, 2001). Hal
ini juga berkaitan dengan pernyataan bahwa Saluran pencernaan ruminansia terdiri dari rongga mulut (oral),
kerongkongan (oesophagus), proventrikulus (pars
glandularis), yang terdiri dari rumen, retikulum, dan omasum;
ventrikulus (pars muscularis) yakni abomasum, usus halus
(intestinum tenue), usus besar (intestinum crassum), sekum (coecum),
kolon, dan anus. Lambung sapi sangat besar, yakni ¾ dari isi rongga perut.
Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan
dikunyah kembali (kedua kali). Selain itu, pada lambung juga terjadi pembusukan
dan peragian (Arora, 2005). Berikut gambar anatomi pencernaan
kambing (ruminansia kecil)
Gambar
1. anatomi pencernaan kambing (ruminansia kecil)
Sebagian besar bahan pakan mengandung campuran nutrient yang
terdiri atas protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan air. Zat–zat
gizi organik ini terdapat dalam bentuk yang tidak larut sehingga harus dipecah
menjadi senyawa–senyawa kecil sebelum mereka dapat masuk melalui dinding
saluran pencernaan untuk kemudian diedarkan kedalam darah atau saluran limfe.
Berdasarkan perubahan yang terjadi pada bahan pakan di dalam alat pencernaan,
proses pencernaan ternak ruminansia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu pencernaan
mekanik, hidrolik dan fermentative. Proses pencernaan fermentative
inilah yang merupakan proses khas yang terjadi dalam saluran pencernaan
ruminansia yang membedakannya dengan proses pencernaan pada non ruminansia
(Sarwono, 2003).
Pencernaan adalah proses perubahan senyawa–senyawa tertentu
menjadi senyawa lain yang sama sekali berbeda dengan molekul zat makanannya.
Proses pencernaan berupa fermentasi yang terjadi sebelum usus halus pada ternak
ruminansia mendatangkan keuntungan dan kerugian Keuntungan yang diperoleh
dengan terjadinya fermentasi sebelum usus halus antara lain produk fermentasi
mudah diserap usus, dapat mencerna selulosa dan dapat menggunakan
non–protein nitrogen seperti urea. Kerugian yang dialami antara lain banyak
energi yang terbuang sebagai gas methan dan panas, protein bernilai hayati
tinggi mengalami degradasi menjadi NH3 (amonia) sehingga terjadi
penurunan nilai protein, ternak ruminansia peka terhadap ketosis atau keracunan
asam.
Proses pencernaan fermentative ini tidak lepas dari peranan
mikroba rumen. Mikroba rumen akan mencerna karbohidrat, protein, dan lemak
menjadi asam lemak atsiri VFA (Volaltyl Fatty Acid), NH3 (amonia),
gas karbondioksida (CO2) dan gas methan (CH4). Amonia digunakan untuk membangun
sel mikroba, VFA (Volatyl Fatty Acid) akan diserap langsung dalam
rumen dan retrikulum untuk dimanfaatkan oleh ternak sebagai sumber energy, gas
methan dan oksigen dikeluarkan melalui proses eruktasi ( Blakely,2001 ).
Berikut gambaran proses pencernaan
baik kimiawi maupun mekanis dan bagaimana ternak memanfaatkan bahan makanan
berserat kasar tinggi, perlu diketahui dahulu sistem pencernaan serta fungsi
bagian-bagian dari alat pencernaan tersebut, khususnya rumen, retikulum, omasum
dan abomasum.
Berikut adalah gambar perut ternak
ruminansia :
Gambar
2. perut ternak ruminansia
Saluran
Pencernaan:
1.
Mulut
2.
Esofagus
3.
Lambung:
Rumen, Retikulum, Omasum, Abomasum
4.
Usus
halus
5.
Usus
Besar (Kolon)
6.
Rektum
hal ini didukung oleh pendapat (Biologigonz, 2010) Saluran pencernaan hewan memamah biak
terdiri atas organ-organ pencernaan sebagai berikut :
1.
Rongga Mulut (Cavum Oris)
2.
Kerongkongan (Esofagus)
3.
Lambung
4.
Usus Halus
5.
Sekum
6.
Usus Besar
7.
Anus
MULUT
Pencernaan di mulut pertama kali di lakukan oleh gigi molar
dilanjutkan oleh mastikasi dan di teruskan ke pencernaan mekanis. Di dalam
mulut terdapat saliva. Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh
kelenjar khusus dan disebarkan ke dalam cavitas oral.
Komposisi
saliva:
Komposisi dari saliva meliputi komponen organik dan
anorganik. Namun demikian, kadar tersebut masih terhitung rendah dibandingkan
dengan serum karena pada saliva penyusun utamanya adalah air. Komponen
anorganik terbanyak adalah sodium, potassium (sebagai kation), khlorida, dan
bikarbonat (sebagai anion-nya). Sedangkan komponen organik pada saliva meliputi
protein yang berupa enzim amilase, maltase, serum albumin, asam urat, kretinin,
mucin, vitamin C, beberapa asam amino, lisosim, laktat, dan beberapa hormon
seperti testosteron dan kortisol. Selain itu, saliva juga mengandung gas CO2,
O2, dan N2. Saliva juga mengandung immunoglobin, seperti IgA dan IgG dengan
konsentrasi rata-rata 9,4 dan 0,32 mg%.
Fungsi
saliva:
a. membantu penelanan
b. buffer (ph 8,4 – 8,5)
c. suplai nutrien mikroba (70% urea)
Mekanisme
sekresi saliva
Kelenjar saliva mensekresikan granula sekretorik (zymogen)
yang mengandung enzim-enzim saliva kemudian dikeluarkan dari sel-sel asinar ke
dalam duktus. Jumlah sekresi salisa berbeda-beda, sekresi saliva pada sapi ±150
liter/hari, domba ±10 liter/hari. Organ yang berfungsi mencerna makanan secara
mekanik pada ruminansia adalah gigi (dentis).
ESOPHAGUS
Merupakan saluran yang menghubungkan antara rongga mulut dengan lambung. Pada
ujung saluran esophagus setelah mulut terdapat daerah yang disebut faring. Pada
faring terdapat klep, yaitu epiglotis yang mengatur makanan agar tidak masuk ke
trakea (tenggorokan). Fungsi esophagus adalah menyalurkan makanan ke lambung.
Agar makanan dapat berjalan sepanjang esophagus, terdapat gerakan peristaltik
sehingga makanan dapat berjalan menuju lambung.
RUMEN
Bagian sistem pancernaan ruminansia yang paling berperan
besar adalah rumen. Rumen berupa suatu kantung muskular yang besar yang
terentang dari diafragma menuju pelvis dan hampir menempati sisi kiri dari
rongga abdominal. Di dalam rumen terdapat populasi mikroba yang cukup banyak
jumlahnya. Mikroba rumen dapat dibagi dalam tiga grup utama yaitu bakteri,
protozoa dan fungi. Kehadiran fungi di dalam rumen diakui sangat bermanfaat
bagi pencernaan pakan serat, karena dia membentuk koloni pada jaringan selulosa
pakan. Rizoid fungi tumbuh jauh menembus dinding sel tanaman sehingga pakan
lebih terbuka untuk dicerna oleh enzim bakteri rumen.
Bakteri rumen dapat diklasifikasikan berdasarkan substrat
utama yang digunakan, karena sulit mengklasifikasikan berdasarkan morfologinya.
Kebalikannya protozoa diklasifikasikan berdasarkan morfologinya sebab mudah
dilihat berdasarkan penyebaran silianya. Beberapa jenis bakteri adalah: (a) bakteri pencerna selulosa
(Bakteroidessuccinogenes, Ruminococcus flavafaciens, Ruminococcus albus,
Butyrifibriofibrisolvens), (b) bakteri pencerna hemiselulosa (Butyrivibrio
fibrisolvens, Bakteroides ruminocola, Ruminococcus sp), (c) bakteri pencerna
pati (Bakteroides ammylophilus, Streptococcus bovis, Succinnimonas
amylolytica, (d) bakteri pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobasilus ruminus), (e)
bakteri pencerna protein (Clostridium sporogenus, Bacillus
licheniformis).
Protozoa rumen diklasifikasikan menurut morfologinya yaitu: Holotrichsyang mempunyai silia hampir
diseluruh tubuhnya dan mencerna karbohidrat yang fermentabel, sedangkan Oligotrichs yang mempunyai silia
sekitar mulut umumnya merombak karbohidrat yang lebih sulit dicerna.
Jumlah
bakteri rumen mencapai 1010-11. Jumlah protozoa mencapai
105-6. Fungi berjumlah 102-3. Di
rumen terjadi pencernaan protein, polisakarida, dan fermentasi selulosa oleh
enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dan jenis protozoa tertentu. Isi
rumen dan retikulum cenderung membentuk tiga lapisan. Lapisan yang paling bawah
(paling ventral) terdiri terutama dari cairan yang berisi bahan-bahan yang
setengah tercerna, termasuk biji-bijian. Lapis tengah adalah partikel -
partikel makanan paling akhir masuk ke dalam rumen dan belum tercelup
sepenuhnya. Lapis yang paling dorsal terutama terdiri dari gas karbondioksida
dan metan, yang diproduksi terus menerus oleh mikroba.
Kapasitas
rumen pada ternak ruminansia dewasa mencapai 80% dari total kapasitas perut
ruminansia, sedangkan pada ternak ruminansia baru lahir perkembangan rumen
belum sempurna kapasitasnya sekitar 30%. Oleh sebab itu pada anak ternak ruminansia
yang baru lahir belum diberikan pakan yang berserat karena masih belum ada
pencernaan fermentatif dan mikroba rumen belum tumbuh. Pencernaan pada ternak
ruminansia yang baru lahir hanya berupa pencernaan enzimatik. Namun setelah
ternak tersebut berumur dua bulan ukuran rumen sudah baik dan mikroba rumen
sudah dalam jumlah yang cukup untuk mencerna bahan berserat. Mikroba pada rumen
merupakan mikroba yang berasal dari susu yang diberikan induk saat masa
menyusui maupun mikroba yang berasal dari bahan lain.
Gambar 3. Rumen
Jumlah mikroba rumen terbesar adalah bakteri. Faktor utama
yang mempengaruhi pertumbuhan dan aktifitas populasi mikroba rumen adalah
temperatur, pH, kapasitas buffer, tekanan osmotik, kandungan bahan kering dan
potensial oksidasi reduksi cairan rumen. Adanya bakteri dan protozoa yang hidup
dalam rumen menyebabkan ruminansia dapat mencerna bahan pakan yang mengandung
serat kasar tinggi. Menurut (Bali,
2011) Mikroba dalam rumen juga mampu mensintesis asam amino dari non protein
nitrogen sumber, seperti urea dan amoniak. Seperti mikroba mereproduksi dalam
rumen, generasi tua mati dan sel-sel mereka melanjutkan melalui saluran
pencernaan. Sel-sel ini kemudian sebagian dicerna oleh ternak, yang
memungkinkan mereka untuk mendapatkan sumber protein berkualitas
tinggi. Fitur-fitur ini memungkinkan ternak untuk berkembang pada rumput dan vegetasi lainnya.
RETIKULUM
Retikulum sering disebut sebagai perut jala atau hardware
stomach. Fungsi retikulum adalah sebagai penahan partikel pakan pada saat
regurgitasi rumen. Retikulum berbatasan langsung dengan rumen, akan tetapi
diantara keduanya tidak ada dinding penyekat. Pembatas diantara retikulum dan
rumen yaitu hanya berupa lipatan, sehingga partikel pakan menjadi tercampur.
Fungsi:
a.
tempat
fermentasi
b.
membantu
proses ruminasi
c.
mengatur
arus ingesta ke omasum
d.
Absorpsi
hasil fermentasi
e.
tempat
berkumpulnya benda-benda asing
Gambar
4. Retikulum
Rumen dan reticulum sering dipandang
sebagai organ tunggal disebut sebagai retikulorumen yang merupakan
tempat terjadinya pencernaan fermentative. Retikulum ini mendorong pakan
padat dan ingesta ke dalam rumen dan mengalirkan ingesta kedalam
omasum. Retikulum membantu ruminasi dimana bolus diregurgitasikan ke dalam
mulut. Ingesta yang telah halus didorong ke dalam rumen untuk dicerna
lebih lanjut oleh mikroba. Mikroorganisme yang terdapat dalam rumen adalah
bakteri, protozoa dan fungi ( Biologigonz, 2010 ).
OMASUM
Omasum sering juga disebut dengan perut buku, karena
permukaannya berbuku-buku. Ph omasum berkisar antara 5,2 sampai 6,5. Omasum
merupaka suatu organ seferis yang terisi oleh lamina muskuler yang turun dari
bagian dorsum atau bagian atap. Membrana mukosa yang menutupi lamina, ditebari
dengan papile yang pendek dan tumpul yang akan menggiling hijauan atau serat -
serat sebelum masuk ke abomasum (perut sejati). Omasum letaknya disebelah kanan
rumen dan retikulum persis pada posisi kaudal hati. Omasum domba dan kambing
jauh lebih kecil dibandingkan omasum sapi dalam keadaan normal tidak menyentuh
dinding abdominal ruminansia kecil itu.
Omasum hampir terisi penuh oleh lamina dengan papila yang
meruncing yang tersusun sedemikian rupa sehingga makanan digerakkan dari
orifisium retikulo-omosal, di antara laminae, dan menuju ke orifisium
omaso-abdomosal. Setiap laminae mengandung tiga lapis otot, termasuk suatu
lapis sentral yang berhubungan dengan dinding otot dari omasum, serta suatu
lapis mukosa muskularis yang terletak pada tiap sisi dari otot sentral.
Dasar omasum seperti juga halnya lembaran - lembaran
(lipatan - lipatan) ditutupi oleh epitel squamosa berstrata. Pada pertautan
antara omasum dan abomasum terdapat suatu susunan lipatan membrana mukosa ‘vela
terminalia’ yang barang kali berperan sebagai katup untuk mencegah kembalinya
bahan-bahan dari abomasum menuju ke omasum, sedangkan pada domba merupakan
bagian dari abomasum. Omasum merupakan bagian ketiga lambung ternak kambing
yang menghubungkan retikulorumen dan abomasums.
Gambar
5. Omasum
ABOMASUM
Abomasum
sering juga disebut dengan perut sejati. Fungsi omaso abomasal orifice
adalah untuk mencegah digesta yang ada di abomasum kembali ke omasum. Pernyataan
ini sesuai dengan ( Blakely,2001 ), bahwa Abomasum merupakan bagian keempat
yang disebut juga perut sejati. Dengan demikian ternak ruminansia dapat
memanfaatkan pakan berserat kasar tinggi serta mampu mengolahnya menjadi produk
dengan nilai biologis tinggi.
Ph
pada abomasum asam yaitu berkisar antara 2 sampai 4,1. Abomasum terletak
dibagian kanan bawah dan jika kondisi tiba-tiba menjadi sangat asam, maka
abomasum dapat berpindah kesebelah kiri. Permukaan abomasum dilapisi oleh
mukosa dan mukosa ini berfungsi untuk melindungi dinding sel tercerna oleh
enzim yang dihasilkan oleh abomasum. Sel-sel mukosa menghasilkan pepsinogen dan
sel parietal menghasilkan HCl. Pepsinogen bereaksi dengan HCl membentuk pepsin.
Pada saat terbentuk pepsin reaksi terus berjalan secara otokatalitik.
Fungsi:
Tempat awal pencernaan enzimatis (perut sejati) → Pencernaan protein dan
mengatur arus digesta dari abomasum ke duodenum.
Gambar 6.
Abomasum
USUS HALUS (INTESTINUM TENUE)
Fungsi
: pencernaan enzimatis dan absorpsi
Kedalam
usus halus masuk 4 sekresi:
a.
Cairan
duodenum : alkalis, fosfor, buffer
b.
Cairan
empedu : dihasilkan hati, K dan Na (mengemulsikan
lemak), mengaktifkan lipase pankreas, zat warna
c.
Cairan
pancreas : ion bikarbinat untuk menetralisir asam lambung
d.
Cairan
usus
Pankreas
Letak : lengkungan duodenum
Mensekresikan enzim:
1. Amilase : alfa amilase, maltase,
sukrase
2. Protease : tripsinogen,
kemotripsinogen,prokarboksi, peptidase
3. Lipase :
lipase, lesitinase, fosfolapase, kolesterol, esterase
4. Nuklease : ribonuklease, deoksi ribonuklease
Usus halus terbagi atas 3 bagian, yaitu: deudenum, jejenum, dan ileum,
berdasarkan pada perbedaan - perbedaan struktural histologis/mikroskopis.
Deudenum
merupakan bagian yang pertama dari usus halus. Ini amat dekat dengan dinding
tubuh dan terikat pada mesenteri yang pendek, yaitu mesoduodenum. Duktus yang
berasal dari pankreas dan hati masuk ke bagian pertama dari duodenum. Duodenum
meninggalkan pilorus dari perut dan ke arah kaudal pada sisi kanan menuju ke
‘pelvic inlet’. Duodenum kemudian menjulang ke sisi kiri di belakang akar dari
mesenteri besar dan membelok ke depan untuk bergabung dengan jejunum. Saluran yang
berasal dari hati dan saluran pankreas, menyatu ke dalam duodenum, pada jarak
yang pendek di belakang pilorus.
Jejenum dengan jelas dapat dipisahkan dengan duodenum. Jejenum bermula dari
kira-kira pada posisi dimana mesenteri mulai kelihatan memanjang (pada duodenum
mesenterinya pendek). Jejenum dan ileum itu bersambung dan tidak ada batas yang
jelas di antaranya. Bagian terakhir dari usus halus adalah ileum.
Persambungannya dengan usus besar adalah pada osteum iliale (bukaan ileal).
SEKUM DAN KOLON
Usus besar terdiri atas sekum, yang merupakan suatu kantung buntu dan kolon
yang terdiri atas bagian-bagian yang naik, mendatar dan turun. Bagian yang
turun akan berakhir direktum dan anus. Variasi pada usus besar (terutama pada
bagian kolon yang naik) dari satu spesies ke spesies yang lain, jauh lebih
menonjol dibandingkan dengan pada usus halus. Kolon yang menurun, bergerak ke
depan di antara dua lapis mesenteri yang menyangga usus halus. Lop proksimal
(ansa proksimalis) terletak di antara sekum dan kolon spiral (ansa spiralis).
Ansa spiralis itu tersusun dalam bentuk spiral. Bagian yang pertama membentuk
spiral ke arah pusat lilitan (bersifat sentripetal) sedangkan bagian berikutnya
membentuk spiral yang menjauhi pusat lilitan (sentrifugal). Bagian terakhir
dari kolon yang naik yaitu ansa distalis, menghubungkan ansa spiralis dengan
kolon transversal. Kolon transversal menyilang dari kanan ke kiri dan berlanjut
terus ke arah kaudal menuju ke rektum dan anus, bagian terminal dari saluran
pencernaan.
Menurut (Dudee. 2009)
Walaupun memiliki caecum yang besar, kambing ternyata tidak mampu
mencerna bahan-bahan organik dan serat kasar dari hijauan sebanyak yang dapat
dicerna oleh ternak ruminansia murni. Daya cerna kambing dalam mengonsumsi
hijauan daun mungkin hanya 10%. Di alam, kambing liar dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri dengan jenis pakan yang di kehendaki. Jumlah pakan minimal
dan ragam pakan dapat terpenuhi sehingga terjadi keseimbangan dalam
pertumbuhan, kesehatan dan perkembangbiakannya. Kalau kebutuhan itu tidak
tercapai, dengan sendirinya kambing berangsur-angsur gugur menghadapi seleksi
alam.
RECTUM
Merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum
dibuang lewat anus, feses ditampung terlebih dahulu pada bagian rectum. Apabila
feses sudah siap dibuang maka otot spinkter rectum mengatur pembukaan dan
penutupan anus. Otot spinkter yang menyusun rektum ada 2, yaitu otot polos dan
otot lurik.
PEMERIKSAAN
KESEGARAN SUSU
1.
Uji Sensorik atau Uji Organoleptik
Setelah dilakukan pengamatan terhadap air susu sapi, maka dalam proses uji
sensorik ataupun uji organoleptik susu, maka untuk pengamatan terhadap warna,
bau, kekentalan, dan rasa susu tersebut adalah normal. Tetapi kadar pengujian
secara umum terhadap susu tersebut oleh ke-4 parameternya , maka total
kenormalan diatas adalah sekitar 35 % untuk kualitas susu tersebut untuk
dikonsumsi. Menurut Devendra (2007), yang menyatakan bahwa Susu segar adalah susu yang tidak
dikurangi atau ditambahkan apapun yang diperoleh dari pemerahan sapi yang sehat
secara kontiniyu dan sekaligus yang secara sempurna.Pada suhu yang lebih
rendah, masa simpan susu akan menjadi lebih panjang dan bila menunjukkan suhu
25oC, maka kesegaran susu dapat mencapai 11-12 jam untuk durasi
pemanfaatannya.
a. Uji Warna
Setelah
diamati larutan susu yang berada dalam tabung reaksi, maka terlihat susu
tersebut berwarna putih susu, yang artinya susu tersebut adalah normal
(baik). Putih susu yang dimaksud adalah susu berwarna putih kekuning-kuningan.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Aak (2006) yang menyatakan bahwa susu segar adalah
susu yang tidak dikurangi atau ditambah apapun, yang diperah oleh ari pemerahan
sapi yang sehat secara kontimue dan sekaligus sampai sempurna.Bahwa pendapat
ahli-ahli dahulu susu mempunyai ciri-ciri khas susu yang baik dan normal adalah
susu tersebut terdiri dari konversi warna kolostrum yang berwarna kuning dengan
warna air susu yaitu putih, jadi susu normal itu berwarna putih
kekuning-kuningan.
b. Uji bau
Setelah susu dipanaskan dalam tabung reaksi, maka susu mengeluarkan aroma
yang spesifik dimana bau susu yang dipanaskan lebih tajam daripada susu yang
tidak dipanaskan. Susu tersebut berbau susu yang sebenarnya berarti susu
tersebut adalah normal (baik) dan tidak ada mengandung racun atau bahan
lainnya. Spesifikasi bau susu yang tajam memenuhi unsur pembagian komponen
persentase susu dari 40 % untuk bau dan warna susu.
c. Uji Kekentalan
Setelah tabung reaksi dimiringkan dan ditegakkan kembali, ternyata susu
tersebut tidak encer yang berarti tidak terjadi penambahan air ataupun
pengurangan lemak pada susu. Artinya untuk kekentalan susu yaitu normal.
Terjadinya kenormalan pada susu sudah jelas terlihat dikarenakan tidak ada penambahan bahan-bahan lain terhadap susu
tersebut.
d. Uji Rasa
Susu yang diteteskan ketelapak tangan kemudian dicicipi, maka hasilnya ternyata
susu agak manis berarti susu tersebut normal (baik). Susu agak manis
diakibatkan karena kandungan karbohidratnya yang cukup tinggi, khususnya untuk
golongan laktosa. Robert. L. Diyert (2007), menyatakan bahwa susu yang bagus dan layak dikonsumsi
sedikit ada rasa manisnya selain untuk rasa juga dapat meningkatkan selera
untuk minum susu.
2.
Uji Kebersihan dengan Metode Saring
Setelah dilakukan pengamatan terhadap
susu, maka hasilnya adalah terdapat kotoran yang tampak pada kertas saring
dengan bentuk kotoran yang terdapat adalah kotoran berupa bulu dan juga pasir. Hal
ini didukung oleh pernyataan Ediwigato (2006), yang menyatakan
bahwa tujuan penyaringan untuk memisahkan benda-benda asing seperti debu,
pasir, dan sebagainya dengan kertas saring yang bersih dan selera menjadi
tambeh, selain selera juga tidak ada menghambat yang menimbulkan pencernaan
terganggu dari pada kotoran tersebut.
Sudarmadji, dkk. (2004)
yang menyatakan bahwa penyaringan
bertujuan untuk memisahkan suatu cairan dari bahan padat yang terdapat pada
cairan itu dengan cara menuang cairan pada bahan penyaringan.
Maka, untuk penilaian kotoran tersebut
hasilnya adalah bernilai sedikit kotor. Pernyataan ini sesuai dengan
pendapat Aak, (2005) menyatakan bahwa penyarinagn perlu
dilakukan dengan segera guna menghindari agar jangan sampai jumlah mikroba yang
terdapat didalam air susu bertambah. Berikut adalah dokumentasi penyaringan
susu:
Gambar 7. Penyaringan susu
Banyaknya kotoran yang terdapat dalam
susu ini dapat mempengaruhi terhadap ketahannya oleh mikroba pengurai susu
tersebut. Jika susu tersebut mengandung kotoran yang banyak, maka sifat
mikroorganisme susu yang terkandung adalah tinggi untuk mengubah kualitas susu,
dan
sebaliknya.
Tingkat kebersihan yang terdapat dalam susu dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, sebagai berikut:
a) Teknik pemerahan, pada saat
pemerahan mengusahakan supaya tidak ada kontak luar yang cukup besar saat
memerah, baik berupa asap, debu, pakan tercecar, dan yang lainnya.
b) Fisik ternak pada saat akan
melakukan pemerahan. Ketika diperah, ternak sudah diusahakan dalam kondisi
istirahat dari aktifitas makan, dan aktifitas pembuangan. Seperti urin yang
ketika dikeluarkan, dilakukan pemerahan akan menyebabkan pembercakan urin
kedalam susu yang akan diperah.
c) Biologis ternak sebelum diperah,
ketika diperah mengusahakan bagian lingkup yang merupakan lokasi pemerahan,
seperti: ambing daripda ternak perah, harus dibersihkan sebagus mungkin,
kaerena kotoran-kotoran yang terdapat pada ambing akan ikut masuk dalam susu
jika tidak dibersihkan.
d) Umur pemerahan ternak juga
berpengaruh, jika ternak baru pertama kalinya akan diperah, makau sebaiknya
tidak dilakukan pemerahan dan susunya dibiarkan hanya untuk kebutuhan anak
saja. Hal itu diakibatkan, ketidak terbiasaan ternak diperah akan mengganggu
proses pemerahan, seperti: media dalam pemerahannya.
3.
Pengukuran pH dengan pHmeter
Pada puji pengukuran pH air susu diberikan 2 perlakuan, yaitu:
-
100
ml susu + 2 tetes alcohol 68%, menghasilkan pH 6,77
-
50
ml susu + 50 ml air, menghasilkan pH 6,6
Pengukuran pH dilakukan dengan
menggunakan pHmeter digital. Karyadi (2009), menyatakan bahwa susu
normal memiliki pH 6.6-6.7 dan bila terjadi banyak pengasaman oelh bakteri
nilai pH akan menurun secara nyata. Bila hal ini dianggap sebagai tanda adanya
mastitis pada sapi karena penyakit ini menyebabkan perubahan mineral dalam air
susu.
4.
Uji Alkohol
Setelah masing- masing tabung reaksi dikocok dan ternyata hasilnya sebagai
berikut:
-
Tabung I yang dicampur dengan 3 ml
alkohol 68 %, ternyata susu pecah ditandai dengan sedikit endapan halus pada
dinding tabung dan sampel susu tersebut asam dan hasil ujinya positif.
-
Tabung II yang dicampur dengan alkohol
70 %, ternyata susu pecah terdapat endapan halus yang agak banyak pada dinding
tabung dan sampel susu tersebut asam dan hasil ujinya positif.
-
Tabung III yang dicampur dengan alkohol
96 %, ternyata susu pecah terdapat endapan halus yang banyak pada dinding
tabung dan sampel susu tersebut asam dan hasil ujinya positif.
Susu yang pecah diakibatkan oleh
aktivitas mikroorganisme yang bersifat labil. Dan asam terjadi
pada saat stabilitas mantel air protein menurun dan makanan yang diberikan mempunyai
mutu yang rendah.
Kadar pengamatan mutu susu yang diamati pada saat pengamatan dapat ditunjukkan
dalam tabel pengamatan, sebagai berikut :
Tabel.1 Uji Alkohol.
Tabel
|
Konsentrasi Alkohol
|
Sifat atau Fisik susu
|
I
|
68
%
|
Asam
|
II
|
70
%
|
Asam
|
III
|
96
%
|
Asam
|
Perbedaan antara kadar % alkohol mempengaruhi endapan halus pada dinding
tabung. Semakin kecil kadar alkohol, maka endapan halus pada
dinding tabung semakin sedikit. Dan semakin besar kadar alcohol, maka endapan
halus pada dinding tabung semakin banyak. Pada uji alcohol ini sanagt erat juga
hubungannya dengan pemanasan pada sampel yang akan mempengaruhi tinggi atau
tidaknya suhu pemanasan. Pernyataan ini sesui dengan pendapat (Amanalis, 2002), yang menyatakan bahwa
pemanasan dengan suhu tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme
baik pembusuk maupun pathogen dan pemanasan yang singkat bertujuan untuk
mencegah kerusakan nilai gizi susu tersebut.
5.
Uji Didih atau Uji Masak
Pada pengamatan, susu yang dipanaskan dalam tabung reaksi menunjukkan hasil
bahwa pada sampel hasil pengamatan tidak terdapat butiran- butiran yang artinya
susu homogen. Dengan homogennya susu
tersebut, berarti susu masih baik (normal) dan hasil ujinya negatif. Jadi
secara pemasakan ataupun pendidihan, susu tersebut normal (baik).
6.
Uji Reduktase dengan Biru Metilen
Setelah dilakukan pengamatan pada 2 buah sampel susu yang berbeda, maka
terlihat hasilnya sebagai berikut: susu yang dicampur baakteri akan mengalami
perubahan warna dalam waktu 27 menit dimana warna biru terdapat diatas dan susu
pecah berarti kualitas susu terdapat pada kelas III. Sedangkan susu yang dicampur dengan biru metilen tanpa
bakteri akan mengalami perubahan dalam waktu 40 menit, dan susu tetap homogen
atau putih susu masih tetap diatas, maka kualitas susu terdapat pada kelas III. Jadi, berdasarkan uji
reduktase ini kualitas susu Kelas I (baik) masih dalam keadaan normal.
Uji reduktase
ini digunakan untuk menilai mutu susu berdasarkan jumlah bakteri dalam susu dan
dengan bantuan enzim reduktase. Biru metilen akan berubah menjadi warna putih.
Enzim reduktase dalam susu terbagi atas 2 bagian yaitu: berasal dari sel dan
yang berasal dari bakteri. Sedangkan reduksi dari sel dapat mereduksi biru
metilen secara cepat dengan adanya formaldehida. Buckle, dkk (2007) menyatakan
bahwa uji reduksi dapat menunjukan tingkat kegiatan bakteri sehingga dapat
memungkinkan diklasifikasikan susu sebagai susu yang dapat diterima atau tidak
untuk kegunaan tertentu. Gusriyanti. (2006) menyatakan bahwa angkat reduktase adalah waktu
yang diperlukan untuk merubah zat warna biru metilen menjadi putih yang mana
nilainya secara kasar berbanding terbalik dengan jumlah organisme yang ada. Berikut ini
adalah dokumentasi pada uji pengamatan tehadap susu dengan uji
reduktasi dengan menggunakan larutan biru metilen:
Gambar 8. uji pengamatan tehadap susu dengan uji reduktasi dengan biru metilen
PEMERIKSAAN
KOMPOSISI SUSU
Susu merupakan bahan makanan yang
bernilai gizi tinggi karena mengandung hampir semua zat-zat yang diperlukan
oleh tubuh. Zat-zat makanan yang terdapat dalam susu adalah zat dengan proporsi
yang seimbang. Susu sebagai bahan makanan dapat diperoleh dari pemerahan yang
baik yang berasal daripada ternak- ternak perah yang umum, seperti: sapi,
kambing, domba, kerbau, dan yang lainnya. Dalam susu terdapat reaksi dan
komponen dasar yang diperlukan dalam perkembangan dan pemeliharaan organ dan
jaringan tubuh makhluk hidup. Susu dengan kualitas 100 % memenuhi unsur gizi
yang seimbang dan tanpa ada sifat penambahan bahan- bahan lain didalamnya (Addeding
Maximum Matherial’s). Pernyatan ini sesui dengan pendapat ( Devendra, 2007 ), yang menyatakan
bahwa susu segar adalah susu yang tidak dikurangi atau ditambahkan apapun yang
diperoleh dari pemerahan sapi yang sehat secara kontiniyu dan sekaligus yang
secara sempurna.
Susu mengandung komposisi zat makanan
yang vital dan penting bagi pertumbuhan tubuh. Komponen penyusun utama air susu
adalah air, protein, lemak, karbohidrat, mineral-mineral, dan vitamin-vitamin.
Dalam 1 liter susu dapat menyediakan kebutuhan manusia perharinya berupa: Ca
100%, P 67%, Vitamin B2 66%, Protein 49%, Vitamin Alan 30%, Vitamin B1 27%,
Vitamin C 19%, dan Fe 3%, sedangkan energinya kira-kira 20% untuk perharinya.
Ternak perah mempunyai ciri-ciri khusus
yang berhubungan langsung dengan produksi susu.dan susu tersebut merupakan
bahan makanan yang bernilai gizi yang tinggi karena mengandung hamper semua
zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Susu ini merupakan bahan pangan yang
tersusun oleh zat-zat makanan dengan proporsi yang seimbang. Sebagian
bertanggapan bahwa dengan mengkonsumsi susu, maka akan timbul gejala penyakit
mencret, sebenarnya hal itu diakibatkan oleh lactose intolerance yang
tidak terbentuk saat mengkonsumsi susu tersebut. Adapun pendapat dari Hadiwiyoto (2005) bahwa Air susu
merupakan air susu sapi yang tidak dikurangi ataupun tidak ditambahkan sesuatu
apapun yang diperoleh dari hasil pemerahan. Komposisi air susu adalah air,
protein, lemak, karbohidrat, vitamin, air susu dapat digunakan baik dalam
bentuk aslinya. Komposisi utama susu terdiri dari protein, lemak, laktosa, dan
mineral. Sebagai bahan pangan, susu dapat digunakan baik dalam bentuk aslinya
sebagai satu kesatuan maupun dari bagian-bagiannya. Uji susu sangat penting
karena dikerjakan untuk menghindari pemalsuan/sebab-sebab lain yang
mengakibatkan susu tidak lagi murni diketahui/diperoleh susu yang bermutu
seperti yang dikehendaki oleh kodex susu. Pengujian mutu susu dikerjakan
dengan menentukan sifat-sifat fisisnya, sifat-sifat kimiawinya dan pengujian
biologik susu.
1. Pengukuran Berat Jenis (BJ)
Kita menggunakan Bobot jenis ditera dengan suatu alat yang
disebut laktodensimeter. Prinsip kerrja alat ini berdasarkan hukum Archimedes
yang menyatakan bahwa tiap benda yang dimasukkan ke dalam zat cair, maka
pada benda tersebut akan bekerja tekanan ke atas yang sama dengan berat cairan
yang dipindahkan oleh alat tersebut. Swenson. F. (2004) menyatakan bahwa Berat jenis suatu bahan adalah
perbandingan antara berat bahan tesebut dengan berat air pada volume dan suhu
yang sama. Berat jenis rata-rata 1,032 atau berkisar antara
1,027-1,035. Prinsip dari pengujian berat jenis yaitu benda padat yang
dicelupkan ke dalam suatu cairan akan mendapatkan tekanan ke atas seberat
volume cairan yang dipindahkan.
Sample susu dihomogenkan dengan cara
memindahkan susu dari satu erlenmayer keerlenmayer lain berulang–ulang.
Kemudian sample susu dituangkan kadalam beker gelas dan barulah laktodensimeter
dicelupkan ke dalam sample susu dan biarkan selama 1 menit. Lalu dibaca
skalanya, pada berat jenis pertama Kemudian, berat jenis dua dan berat jenis
yang ketiga. Dapat dilihat dari penjelasan dibawah ini. Setelah dilakukan
pengamatan terhadap air susu sapi, maka dalam proses pengukurannya diperoleh Berat Jenis (BJ) susu sapi sebesar 1,021.
Dari pengamatan diatas bahwa hasil
yang diperoleh pada berat jenis susu sapi sebesar 1,021 hal ini tidak sesuai
dengan pendapat Agus (2008), yang menyatakan jenis susu akan
dipengaruhi oleh susunan air itu sendiri, air susu yang baik atau normal
memiliki berat jenis 1,028-1,033 pada temperatur 27,5 0C. sedangkan Amiransyah
(2008) berpendapat bahwa air susu
yang baik atau normal memiliki Bs 1,027 – 1,031 pada temperatur 27,5o
perbedaan BJ yang mencolok harus dikurangi.
Hal ini mungkin saja terjadi karena BJ susu bisa saja
dipengaruhi oleh factor-faktor lain yang menyebabkan BJ susu menjadi tidak
normal. Hadiwiyoto (2005),
menyatakan bobot jenis susu berubah tergantung lamanya susu dibiarkan, semakin
dekat dengan saat pemerahan maka bobot makin kecil, maka hasil didapatkan berat
jenis susu masih normal dan layak dipasarkan. Kita menggunakan alat yang
canggih seperti yang mana alat ini sering digunakan untuk mengukur berat jenis
pada komposisi susu. Berikut ini :
Gambar 9. Laktodensimeter
2. Pengukuran Kadar Bahan Kering (BK)
Hasil yang didapat pada pengamatan
ini ialah :
Tabel
2. Pengukuran BK Susu
G1
|
G2
|
G3
|
22,0017
|
24,6046
|
24,0367
|
Jadi, nilai bahan kering yang diperoleh dari pengamatannya
adalah untuk cawan 1 berbeda dengan cawan 2. Nilai BK ini menunjukkan untuk
beda pengukuran ulangnya jauh berbeda. Hal ini mungkin dipengaruhi suhu yang
sesaat yang mempengaruhi pada saat preparasi sampel.
Pernyataan ini sesuai dengan pendapat ( Mozes, 2008 ), yang menyatakan bahwa
pengeringan susu pada suhu yang tertentu mengarah langsung pada suhu
pengeringan yang tidak stabil, sehingga akan menyebabkan kadar bahan kering
susu tersebut nilainya tidak konstan.
Dari hasil pengamatan diatas bahwa
Menurut Bambang (2008), bahwa bahan kering adalah sisa makanan sesudah diuapkan
airnya . Dan menurut Raguarti (2010) bahwa kadar bahan kering pada susu
adalah 12,10% berarti kadar bahan kering hasil diatas masih memenuhi syarat
kualitas susu.
Berikut alat yang digunakan pada
pengukuran Bahan Kering:
Gambar 10. Oven dan Eksikator
3. Pengukuran Kadar Lemak dengan Metode Gerber
Pada pengukuran yang ketiga adalah pengukuran kadar lemak susu dapat digunakan
dengan berbagai macam cara antara lain dengan metode gerber. Lemak susu dalam
emulsinya berupa globula-globula kecil yang diselingi oleh lapisan tipis
protein yang menyebabkan emulsi ini stabil.
Pada pengamatan tidak didapatkan hasil,
karena keterbatasan alat, yaitu alat sumbat. Menurut Judkins dan Keener ( 2006 ) berpendapat bahwa pada prinsipnya
penentuan kadar lemak susu menurut Gerber sama saja dengan metoda Babcock.
Botol yang digunakan disebut Butyrometer. Jadi penentuan kadar lemak
susu dengan metoda ini juga menggunakan dasar penambahan asam sulfat yang akan
memisahkan lemak susu. Dan memiliki kadar lemak 3,7% menurut Standar Nasional
Indonesia (SNI).
Winarto. J. S. (2009) menyatakan bahwa. Susu
merupakan substrat yang baik untuk pertumbuhan mikroba, karena kadar airnya
tinggi, pH-nya netral dan kaya akan zat makanan yang diperlukan oleh mikroba.
Susu juga merupakan emulsi lemak dalam air yang mengandung garam-garam mineral,
gula, dan protein. Komposisi terbesar terjadi pada kandungan lemak, karena
kadar lemak susu sangat dipengaruhi baik oleh faktor internal maupun eksternal.
Poole,
(2009). yang menyatakan
bahwa Air susu yang dihasilkan melalui suatu proses sekretarit sejati pada
bagian awal air susu sapi pada suatu pemerahan mengandung kadar lemak yang
sangat renda, sekitar 1 %.
Berikut
alat yang digunakan pada pengukuran Kadar Lemak:
Gambar
11. Butyrometer dan Sentrifuge
4.
Pengukuran Kadar Protein dengan Titrasi Formol
Pada pengukuran yang terakhir yaitu pengukuran kadar
protein, dimana kita melakukan dengan cara titrasi formol dimana cara titrasi
formol ini terjadi reaksi revesible (bolak-balik), sehingga dapat dilakukan
pengukuran ini. Kemudian setelah dimasukkan 10 ml air susu kedalam
erlenmayer 125 ml dan ditambahkan 20 ml aquades serta 0,4 ml k-oksalat jenuh
dan 1 ml phenolpthalin 1% dan didiamkan 2 menit.kemudian dititrasi dengan 0,1n
naoh sampai menjadi warnaa merah jambu dan didapatkan hasil senayak 1,6 ml.
Kemudian melakukan titrasi blanko yang mana terdiri dari 20 ml aquadest tambah
40 ml Larutan Kalium Oksalat jenuh dan tambah 1 ml indikator pp dan 2 ml
formalin dan titrasi dengan larutan NaOH.
Titrasi terkoreksi yaitu titrasi kedua
dikurangi titrasi blanko merupakan titrasi formal. Untuk susu digunakan faktor 1,83 dan untuk casein digunakan faktor
1,63. Pada pengamatan tidak didapatkan hasil, karena keterbatasan bahan.
Menurut Raguarti (2010), bahwa kadar protein pada susu 3,2% tetapi tidak
ada hasil yang didapat. Pada komposisi susu ini yang terpenting adalah kualitas
susu tetapi juga struktur susu dimana kualitas susu yang memenuhi syarat yaitu
warna dan bau, berat jenis susu, kadar lemak, kadar protein dan kadar bahan
kering pada susu.
Berikut alat yang digunakan pada Pengukuran Kadar Protein
susu:
Gambar
12. Alat Titrasi
PEMERIKSAAN
MIKROBIOLOGI SUSU
Praktikum
mikrobiologi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana mutu susu segar yang
baik, Gusriyanti,
(2006) yang menyatakan bahwa Mutu susu segar juga harus didukung oleh
cara pemerahan yang benar termasuk didalamnya adalah pencegahan kontaminasi
fisik dan mikrobiologis dengan sanitasi alat pemerahan dan sanitasi pekerja. Untuk dapat
mengetahui mikroba yang terdapat didalam susu, dibutuhkan media yang steril.
Fendrikus (2004), mengatakan
bahwa Pada penanaman bakteri dibutuhkan kondisi aseptis atau steril, baik pada
alat maupun proses, untuk menghindari kontaminasi, yaitu masuknya mikrobia yang
tidak diinginkan.
Dalam praktikum pemeriksaan mikrobiologi susu
secara tidak langsung dengan metode hitungan cawan meliputi dua cara, yaitu
dengan metode tuang dan metode sebar/permukaan. Hal ini sesuai pendapat Fardiaz, (2003).
yang menyatakan bahwa Prinsip dari metode hitungan cawan adalah menumbuhkan sel
mikrobia yang masih hidup pada metode agar, sehingga sel mikrobia tersebut akan
berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata
tanpa menggunakan mikroskop Metode hitungan cawan dapat dibedakan atas dua cara
yaitu : Metode tuang (pour plate), Metode permukaan (surface / spread plate). Farmansyah (2003)
mengatakan bahwa Metode hitungan cawan juga mempunyai kelemahan, yaitu: Hasil
perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel mikroba yang sebenarnya, karena
beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk satu koloni, Medium dan kondisi
yang berbeda mungkin menghasilkan niali yang berbeda, Mikroba yang ditumbuhkan
harus dapat tumbuh pada medium padat dan membentuk koloni yang kompak dan
jelas, tidak menyebar, Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi beberapa hari
sehingga pertumbuhan koloni dapat dihitung.
Gambar
13. Penghitungan Mikroba
Setelah dilaksanakan
praktikum dan perhitungan mikroba dengan metode tuang diperoleh hasil sebagai
berikut :
Tabel
3. Penghitungan Mikroba
Kelompok
|
Faktor Pengencer
|
Jumlah mikroba
|
1
|
10-1
|
173
|
Tomasiewicz (2006)
yang menyimpulkan bahwa kisaran hitung untuk plate count dengan ulangan 3 kali
(triplicate) yaitu 25-250 koloni/cawan. Kesimpulan ini didapat dari data
analisa susu (raw milk) pada tiga eksperimen yang berbeda. Hal ini sependapat
dengan Breed
dan Dotterrer pada tahun (2006) yang mengatakan bahwa kisaran hitung
yang normal adalah selitar 25-250 koloni/cawan. Sedangkan menurut Waluyo, (2004) menyatakan bahwa dimana jumlah terbaik
adalah antara 30 sampai 300 sel mikrobia per ml, per gr, atau per cm permukaan (Fardiaz,
1993). Prinsip pengenceran adalah menurunkan jumlah sehingga semakin banyak
jumlah pengenceran yang dilakukan, makin sedikit sedikit jumlah meikrobia,
dimana suatu saat didapat hanya satu mikrobia pada satu tabung.
Benhards (2008) yang mengatakan
bahwa Pengenceran yang dilakukan dalam percobaan ini adalah pengenceran desimal
yaitu 10-1, 10-2, 10-3, 10-4 dan 10-5. Dan yang diplating dan diamati adalah
pengenceran 10-3, 10-4, dan 10-5. Hal ini karena diperkirakan koloni yang
terbentuk oleh Escherichia Coli berada pada jumlah yang dapat dihitung pada
pengenceran tersebut. Selain itu, perhitungan jumlah koloni akan lebih mudah
dan cepat jika pengenceran dilakukan secara desimal.
Hediwiyoto (2002)
berpendapat bahwa bila jumlah bakteri terhitung pada suatu pengenceran hasilnya
dua kali lebih besar dari pada jumlah bakteri terhitung pada pengencer
sebelumnya, maka yang digunakan adalah jumlah bakteri pada pengenceran yang
besar. Hal ini didukung oleh pendapat Fardius, (2002). yang menyatakan bahwa
Perhitungan jumlah koloni akan lebih mudah dan cepat jika pengenceran dilakukan
secara decimal. Semakin tinggi jumlah mikroba yang terdapat di dalam sample,
semakin tinggi pengenceran yang harus dilakukan.
PEMERIKSAAN
PEMALSUAN SUSU
Girisanto R. F (2003),
yang menyatakan kebanyakan produk susu dengan menambahkan pemalsu warna susu
yang segar dengan alat berupa colouring matherials yang cukup membahayakan
apabila dikonsumsi oleh tubuh terhadap stabilitas kesehatan.
Pada Pembuktian Penambahan Air ini cara kerja
(metode) nya adalah sebagai berikut: terlebih dahulu pembuktian penambahan air
kedalam susu di lakukan melalui pengukuran berat jenis. Berat jenis
normal susu bertkisar antara 1,0280-1,0320. dengan penambahan air atau whey,
maka berat jenis akan turun.
Pada pembuktian penambahan air, Berat
Jenis susu diukur menggunakan laktodensimeter, hal ini sesuai dengan pendapat Soesilorini (2007), yang
menyatakan bahwa tehnik termudah dalam pembuktian pemalsuan pada susu yang
berspesifikasi dengan air adalah dengan mencelupkan laktodensimeter pada
larutan susu, sesaat kemudian akan terbaca kadar berat jenisnya yang sangat
minimum.
Pada dua sampel yang berisi susu, maka dilakukan pengamatan
terhadap spesifikasi susu tersebut denga pengukuran kadar berat jenisnya. Dari
2 buah sampel susu tersebut, maka berat jenisnya diperoleh sebagai berikut:
Tabel 4. Pengukuran sample susu dengan pengukuran Berat
Jenis (BJ).
Tabung Reaksi
|
Berat Jenis (BJ)
|
Keterangan
|
I
|
1,0216
|
Tanpa penambahan air
|
II
|
1,0126
|
Dengan penambahan Air
|
Pada tabung reaksi dua terbukti terjadi
penambahan air. Karena berat jenis (BJ) susu tersebut berkurang dari
berat jenis awal sebelum ditambahkan air yaitu dari 1,0216 menjadi 1,0126. Maka
hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Partodihardjo (2003)
yang berpendapat bahwa dengan penambahan air kedalam susu, maka berat jenis,
kadar lemak dan bahan kering susu akan turun, sedangkan titik beku akan
mendekati 0 ( nol ). Berat jenis yang didapatkan tidak sesuai dengan
Berat Jenis normal yaitu berkisar antara 1,0280-1,0320.
Hasil yang
diperoleh tentu bertentangan dengan pendapat Wenson. F (2004),
yang menyatakan berat jenis suatu bahan adalah perbandingan antara berat bahan
tesebut dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Berat jenis rata-rata
1,032 atau berkisar antara 1,027-1,035. Prinsip dari pengujian berat jenis
yaitu benda padat yang dicelupkan ke dalam suatu cairan akan mendapatkan
tekanan ke atas seberat volume cairan yang dipindahkan.
Pada Pembuktian
Penambahan Santan secara mikroskopik hasil yang diperoleh ialah hasilnya terbukti bahwa susu yang tidak
ditambahkan santan mempuyai ukuran lemak yang homogen, sedangkan susu yang
ditambahkan santan terlihat ukuran
lemaknya yang heterogen. Menurut Warmansya (2001), berpendapat
bahwa dengan penambahan santan kedalam susu, berat jenis naik ( tetapi dapat
juga turun ), kadar lemak naik dan angka Katalase naik. Dan akan terlihat
adanya ukuran lemak yang heterogen, kadangkala disertai dengan sel tumbuhan
yang dapat dikenali dengan sel yang tidak berdinding. Friendhsman. P
(2000), menyatakan bahwa dalam bundaran pengamatan mikroskop,
butiran lemak susu akan diprioritaskan lebih berhomogen serta mengandung
struktur yang lebih kecil, dibandingkan dengan spesifikasi lemak nabati
lainnya.
Berikut
hasil pengamatan pembuktian penambahan penambahan santan secara mikroskopik
dengan pembesaran objektif 10 x dan 45 x :
(a) (b)
Gambar 14. Pembuktian
Penambahan Santan Secara Mikroskopik (a) tanpa penambahan santan, (b) dengan
penambahan santan
Pada Pembuktian
Penambahan Pati secara Kimia ini cara kerja (metode) nya adalah sebagai
berikut: terlebih dahulu masukkan 10 ml sample susu kedalam tabung reaksi,
tambahkan 0,5 ml asam asetat. Panaskan tabung dan kemudian sample susu disaring
kedalam filtrate teteskan 4 tetes lugol. Apabila positif mengandung pati, maka
warna filtrate menjadi biru. Bila berwarna kuning artinya negative. Apabila
berwarna hijau reaksi diragukan.
Hasil yang diperoleh setelah dilakukan
penambahan lugol susu berwarna kuning, dan setelah ditambahkan pati warna
filtrat menjadi biru. Pendapat Frandson (2002) yang mengatakan
bahwa dalam pemeriksaan pemalsuan susu dengan cara pembuktian penambahan pati
bila positif mengandung pati maka filtrate warna menjadi biru, kemudian bila
warna kuning berarti negatif dan bila berwarna hijau reaksi diragukan. Dan juga
sesuai dengan pendapat dari Brody (2002), yang menyatakan bahwa dalam
pembuktian pemalsuan susu yang ditambahkan pati maka dapat duji dengan
mencapurkan larutan asam asetat, larutan lugol, dan tabung reaksi tersebut
dipanaskan.
Berikut dokumentasi pembuktian
penambahan pati :
Gambar 15. Pembuktian Penambahan
Pati
Pada Pembuktian Penambahan Susu
Masak dengan Uji Storch ini cara kerja (metode) nya adalah sebagai berikut:
terlebih dahulu masukkan 5 ml sample susu kedalam tabung reaksi, tambahkan 2
tetes larutan paraphenildiamin 2%. Tambahkan 1-4 tetes lartutan hydrogen
peroksida. Susu mentah dan susu yang belum mengalami pemanasan berubah warnanya
menjadi biru. Susu yang dipanaskan pada 77-80 o C tetap berwarna
putih.
Setelah diproses atau diuji ternyata
susu tersebut tetap berwarna putih. Setelah sample dimasukkan dalam tabung
reaksi sebanyak 5 ml sample susu kedalam tabung reaksi dan di tambahkan 2 tetes
larutan paraphenildiamin 2%. Tambahkan 1-4 tetes lartutan hydrogen peroksida
didapatkan mengalami perubahan warna menjadi biru. Maka hal tersebut sesuai
dengan pendapat Golemen (2003),yang menyatakan bahwa dalam
pemeriksaan pemalsuan susu dengan cara pembuktian penambahan susu masak dengan
uji Storch maka susu yang dipanaskan pada suhu 77-80 o C maka
warnanya tetap berwarna putih. Dan Ressang dan Nasution ( 2002 )
berpendapat bahwa didalam susu mentah terdapat enzim Peroksida yang akan
terurai oleh pemanasan diatas 75o C. Enzim ini akan membebaskan
oksigen dari larutan Peroksida yang ditambahkan kedalam susu.
BAB
V
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang
diperoleh setelah melaksanakan praktikum Produksi Ternak Perah ialah Ternak
perah adalah ternak yang secara genetic mampu menghasilkan susu melebihi
kebutuhan anaknya, misalnya sapi, kambing, kerbau dan lain-lain. Ternak perah
mempunyai ciri-ciri khusus yang berhubungan langsung dengan produksi susu. Susu
didefenisikan sebagai susu sapi yang tidak dikurangi atau ditambahi sesratu
apapun yang diperoleh dari hasil pemerahan sapi-sapi sehat secara kontinyu dan
sekaligus. Susu ini merupakan bahan pangan yang tersusun oleh zat-zat makanan
dengan proporsi yang seimbang. Penyusun utama susu adalah air, protein, lemak,
karbohidrat, mineral-mineral, dan vitamin-vitamin. Sebagai bahan pangan, susu
dapat digunakan baik dalam bentuk aslinya sebagai satu kesatuan maupun dari
bagian-bagiannya. Dalam praktikum ini dilakukan pemeriksaan mulai dari Anatomi
Alat Pencernaan Ruminansia kecil, Pemeriksaan Kesegaran Susu, Komposisi Susu, Mikrobiologi
susu dan juga Pemeriksaan Pemalsuan Susu. Pentingnya dilakukan praktikum
tersebut, agar kita mengetahui bagaimana susu yang baik dan juga ilmu yang
diperoleh dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari.
Saran
Pada saat praktikum berlangsung untuk para
praktikan agar dapat lebih meningkatkan disiplin lagi sehingga dalam praktikum
kita akan cepat selesai dan menggunakan peralatan laboratorium dengan hati-hati
dan teliti sehingga dapat digunakan lagi untuk masa yang akan datang
dan juga sebaiknya, praktikan harus memperhatikan saat asdos menerangkan agar
mudah memahami apa yang disampaikan. Praktikan harus menjaga ketenangan pada
saat praktikum berlangsung, agar suasana praktikum jadi nyaman. Semoga laporan
ini bermanfaat untuk semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Aak.2006. komposisi susu.
Gramedia Pustaka. Yogyakarta
Agus. 2008. komposisi susu.
Gramedia Pustaka. Yogyakarta
Amanalis. 2002.Komposisi susu. Universitas Andalas
Amiransyah. 2008.Komposisi dan kandungan susu. Universitas Andalas
Arora, 2005. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta: UGM Press.
Bambang, 2008. Processing of
milk . Gadjah
Mada University Press.
Yogyakarta.
Bali, 2011.
Teknologi Limbah Rumen untuk Pakan dan Pupuk Organik. Surabaya:
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.
Benhards.2008. Microbial of milk. Nottingham: Nottingham
University
Biologigonz, 2010. Landasan Ilmu
Nutrisi I. Bogor: Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor.
Blakely, 2001. Ilmu Peternakan . Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Breed dan Dotterrer .2006. Nutrition Of Milk. New York: Academic
Press
Brody .2002. komposisi
susu. Gramedia Pustaka.
Yogyakarta
Buckle, 2007. Processing of
milk . Gadjah
Mada University Press.
Yogyakarta.
Davendra.2007. Teknik Uji Mutu
Susu dan Olahannya .Liberty. Yogyakarta
Dudee. 2009. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta: UI Press.
Fardiaz, 2003. Penghitungan
Jumlah Mikroba yang Terdapat pada Susu.
Yogyakarta : UGM Press
Fardius.2002.Komposisi Susu, Gramedia Pustaka: Yogyakarta
Farmansyah.2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Fendrikus.2004. Teknik Uji Mutu Susu dan
Olahannya .Liberty. Yogyakarta
Friendhsman. P .2000..Komposisi susu. Universitas Andalas
Frandson .2002. Processing of milk . Gadjah Mada
University Press.
Yogyakarta.
Girisanto
R. F.2003. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan.
Gramedia
Golemen .2003. Teknik
Uji Mutu Susu dan
Olahannya .Liberty.
Yogyakarta
Gusriyanti. 2006. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta: UI Press.
Hediwiyoto.2002. Landasan Ilmu Nutrisi I. Bogor: Fakultas Peternakan
Institut
Pertanian Bogor.
Judkins
and Keener.2006. Proteolitik Enzymes
Food Processimg 2
ED.
Academic Press.
New York.
Karyadi, 2009. Landasan Ilmu
Nutrisi I. Bogor: Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor.
Melly, 2011. Ternak Ruminansia. Universitas Andalas
Mozes, 2008. Landasan Ilmu
Nutrisi I. Bogor: Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor.
Partodihardjo .2003. Landasan Ilmu Nutrisi
I. Bogor: Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor.
Poole, 2009. Mikrobiology of milk. Nottingham: Nottingham University Press.
Raguarti.2010. Pengolahan pangan yang baik. Gramedia.
Jakarta
Ressang dan Nasution.2002. Proteolitik Enzymes
Food Processimg 2
ED.Academic
Press. New York.
Robert
.L.Diyert.2007. Proteolitik Enzymes
Food Processimg 2 ED.Academic
Press. New
York.
Sarwono, 2003. Rumen Mikrobiology. Nottingham: Nottingham University Press.
Soesilorini.2007.
Mikrobiology Of Milk. Nottingham: Nottingham University
Press.
Sudarmadji,dkk. 2004. Pengolahan pangan yang baik. Gramedia.
Jakarta
Swenson,F.2004.
Ingrendient of milk.
Nottingham: Nottingham University Press.
Tomasiewicz.2006.Processing of
milk . Gadjah
Mada University Press.
Yogyakarta
Waluyo.2004. Pemeriksaan Komponen dalam Susu. Sumatra Barat:
Universitas
Andalas
Warmansya.2001. Pengolahan pangan yang baik.
Gramedia. Jakarta
Wenson. F.2004. Ilmu Pengolahan Pangan. Jakarta
: UI Press
Wigato, E. 2006. Ilmu Pangan.
Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Winarto,
J.S.2009.
Analisis Nutrisi Susu. Gadjah Mada University
Press,
Yogyakarta.
LAMPIRAN
PEMERIKSAAN KOMPOSISI
SUSU
1.
2.
PEMERIKSAAN PEMALSUAN
SUSU
1.
6
(Susu murni)
2.
(Susu + Air)
PUSAT SARANA BIOTEKNOLOGI AGRO
BalasHapusmenyediakan METHYLEN BLUE untuk keperluan penelitian, laboratorium, mandiri, perusahaan .. hub 081805185805 / 0341-343111 atau kunjungi kami di https://www TOKOPEDIA.com/indobiotech temukan juga berbagai kebutuhan anda lainnya seputar bioteknologi agro