FERTILISASI
Pembuahan atau fertilisasi (singami) adalah peleburan dua gamet yang dapat berupa nukleus atau sel-sel
bernukleus untuk membentuk sel tunggal (zigot) atau peleburan nukleus. Biasanya melibatkan penggabungan sitoplasma (plasmogami) dan
penyatuan bahan nukleus (kariogami). Dengan meiosis, zigot itu membentuk ciri fundamental dari kebanyakan siklus seksual eukariota, dan pada dasarnya gamet-gamet yang melebur adalah haploid. Bilamana keduanya motil seperti pada tumbuhan, maka fertilisasi itu disebut isogami, bilamana berbeda dalam ukuran tetapi serupa dalam bentuk maka disebut anisogami, bila satu tidak motil (dan biasanya lebih besar) dinamakan oogami. Hal ini merupakan cara khas pada beberapa tumbuhan, hewan, dan sebagian besar jamur. Pada sebagian gimnofita dan semua antofita, gametnya tidak berflagel, dan polen tube terlibat dalam proses fertilisasi.
1. Proses pembentukan spermatozoa
Spermatogenesis terjadi di dalam tubulus
seminiferi dalam testis. Proses tersebut berlangsung mulai dari dinding tepi
sampai ke lumen sel tubulus seminiferus yang merupakan bagian dari perenkim
testis selain lobulus.
Lobulus adalah kantong-kantong kecil yang pada
umumnya berbentuk kerucut, seperti buah salak. Ujung medialnya lancip, sedang ujung lateralnya lebar dan merupakan, dasar
dari kerucut tersebut. Isi lobulus adalah tubulus seminiferi yang panjang, berkelok-kelok memenuhi seluruh
kerucut, pada muara tabung seminiferus yang terdapat pada ujung medial dari
kerucut akan langsung berhubungan dengan
rete testes. Dinding tubulus seminiferus terdiri atas sel-sel membran basal,
epithel benih, sel-sel penunjang dan sel penghasil cairan testes Toelihere,
1981).
Berikut merupakan tingkatan
perkembangan sel germa dalam tubulus seminiferus adalah sebagai benkut:
1. Spermatogonium: ukurannya
relatif kecil, bentuk agak oval, inti terwarna kurang terang, terletak berderet
di dekat /melekat membrana basalis.
2. Spermiatosit I : ukuran paling
besar, bentuk bulat, inti terwama kuat, letak agak menjauh dari membran
basalis.
3. Spermatosit II : ukuran agak
kecil bentuk bulat, letaknya menjauhi membrane basalis. (mendekati lumen).
4. Spermatid : ukuran kecil,
benuk agak oval, warna inti kuat, kadangkadang piknotis, letak di dekat lumen.
5. Spermatozoid : spermatozoa
muda melekat secara bergerombol pada sel sertoli, yang muda terdapat di dalam
lumen (Muchtaromah, 2008).
2. Proses pembentukan ovum
Proses terjadinya oogenesis terjadi didalam
ovarium dan akan dilanjutkan didalam oviduct jika terjadi penetrasi
spermatozoid. Dalam oogenesis, sel germa
berkembang didalam folikel-folikel telur, dengan tingkatan sebagai berikut:
1.
Folikel primodial, merupakan folikel utama yang sudah
terbentuk ketika lahir. Terdiri atas sebuah oosit yang dilapisi oleh
selapis sel epitel pipih (Muchtarromah, 2006). Oosit dalam
folikel primordial adalah sel bulat dengan garis tengah 25 pm. Intinya yang
agak eksentris, besar dan memiliki inti yang besar juga (Tambayang, 1998).
2.
Folikel tumbuh terdiri dari Folikel primer: terdiri dari sebuah I yang dilapisi
oleh selapis set folikel (set grarfulose) berbentuk kubus. Antara oosit dan
sel-set granulose dipisahkan oleh zona pelucida.
3.
Folikel skunder: terdiri dari sebuah oosit I yang dilapisi oleh beberapa lapis
set granulose.
4.
Folikel tersier: volume stratum granulosum yang melapisi oosit I bertambah
besar/ banyak. Terdapat beberapa celah (antrum) diantara selsel granulose.
Jaringan ikat stroma yang terdapat diluar stratum granulose menyusun diri
membentuk teca interna dan externa.
5. Folikel
matang (de graaf): berukuran paling besar, antrum menjadi sebuah rongga besar,
berisi cairan folikel (liquor foliculli). Oosit dikelilingi oleh sel granulose
yang disebut corona radiata, yang dihubungkan dengan sel-sel granulose tepi
oleh tangkai penghubung yang disebut kumulus ooforus (Muchtarromah, 2008).
Oosit akan diovulasikan dari
folikel de graaf dalam tahap metafase meiosis II. Jika didalam oviduk terjadi
penetrasi, maka terjadi penuntasan meiosis II dan oosit II berkembang menjadi
zygote (Muchtarromah, 2008).
3. Syarat untuk
terjadinya fertilisasi yaitu :
1. Sel telur harus
matang
2. Harus mengalami
kapasitasi husus pada spermatosoa
Pembuahan merupakan pengaktifan sel telur dan sel spermatozoa. Tanpa
ransangan sperma sel telur tidak akan mengalami pembelahan
(Cleavage) dan tidak ada perkembangan embriologi. Dalam aspek
genetik pembuahan meliputi pemasukan faktor-faktor
hereditas pejantan ke dalam sel telur. Disinilah terdapat manfaat
perkawinan atau inseminasi yaitu untuk menyatukan faktor-faktor
unggul ke dalam satu individu. Pada hampir semua mamalia, pembuahan
dimulai ketika badan kutub pertama disingkirkan, sehingga sperma menembus
dan masuk ke dalam sel telur sewaktu pembelahan
reduksi ke dua berlangsung.
Proses pembuahan biasanya terjadi di bagian kaudal ampula
atau di sepertiga atas tuba falopi. Sel telur masuk ke
dalam ampula masih dalam keadaan diselaputi oleh sel-sel granulosa yang
dilepaskan oleh folikel de graaf, sel-sel tersebut
adalah sel kumulus ooporus. Dengan demikian
masuknya sel spermatozoa ke dalam sel telur pada saat sel
telur menjalani pembelahan reduksi pertama. jumlah sel spermatozoa
yang ditumpahkan kedalam saluran sel kelamin betina bisa ratusan
hingga ribuan juta, tetapi yang berhasil sampai ke tempat pembuahan
relatif sedikit, mungkin tidak sampai lebih dari 1000 sel
spermatozoa
Derajat kebuntingan rendah bisa diakibatkan dari tidak tepatnya
mengawinkan. Sel spermatozoa mengalami suatu perjalanan yang unik sebelum
berperan dalam proses pembuahan, selama perjalanan ini terjadi
serentetan perubahan pada sel spermatozoa untuk memperoleh kemampuan
fertilisasi sel telur, proses ini disebut kapasitasi,
sel spermatozoa harus dapat mengenali, menempel pada sel
telur dan melakukan penetrasi pada sel telur. Demikian juga sel gamet betina
(oosit) harus mengalami serangkaian proses biologis
alamiah hingga matang, serta fertil dan disebut ovum atau
sel telur. Masing-masing bergerak saling mendekat dan bertemu di
sentral sel . Peleburan kedua pronuklei dimulai dengan proses penyusutan
inti dan jumlah pronuklei ini menurun. Membran pronuklei pecah dan
menghilang, kromosom dari sel spermatozoa dan sel telur bersatu
(amfimiksis). Metafase proses mitosis pertama dari sel
telur merupakan tanda akhir dari peleburan ke dua
jenis pronklei jantan dan betina (singami)
dan sekaligus merupakan akhir proses fertilisasi.
Sel telur yang telah dibuahi ini disebut zigot yang segera mengalami
proses pembelahan menjadi embrio. Proses pembuahan ini memerlukan waktu
12 jam pada kelinci, 16-21 jam pada domba, 20-24 jam pada
sapi dan sekitar 36 jam. Untuk masuk kedalam sel telur, sel sperma
pertama-tama harus melewati : sel-sel kumulus oophorus bila
masih ada, menembus zona pellusida, selanjutnya selaput (membrana)
vitellin. Sel-sel kumulus dapat dilewati oleh pergerakan sel
spermatozoa sendiri, dan dibantu oleh enzim hyaluronidase untuk melarutkan
asam hyaluronik pada Cumulus oophorus. Enzim tersebut
mendepolimerisasi asam hyaluron-protein. Hambatan selanjutnya adalah
zona pellusida, penembusan ke dalam zona pellusida
disebabkan karena sel spermatozoa memiliki enzim, yang disebut
zonalisin. Enzim ini telah diketemukan pada babi. Sel telur
bulu babi, menghasilkan fertisin, bahan ini bereaksi dengan
antrif ertilisin yang dihasilkan oleh sel spermatozoa.
Reaksi dari kedua bahan ini menyebabkan sel spermatozoa melekat dengan
zona pellusida dan menembusnya. Setelah menembus lapisan-lapisan tersebut
akrosoma yang telah menjadi longgar selama kapasitasi
akhirnya hilang dan membentuk perforatorium. Mungkin aktivitas suatu
enzim tertentu berhubungan dengan perforatorium yang memungkinkan
penerobosan zona pellusida. Fase terakhir penetrasi sel
telur, meliputi pertautan kepala sel spermatozoa ke permukaan
vitellin. Periode ini sangat penting karena pada saat inilah terjadi
aktivasi ovum, yang terangsang oleh pendekatan sel
spermatozoa, sel telur bangkit dari keadaan tidurnya dan terjadilah
perkembangan. Kepala sel spermatozoa dan pada beberapa species juga ekor
dari sel spermatozoa memasuki sel telur. Membran plasma sel
spermatozoa dan sel telur pecah kemudiaan bersatu membentuk
selubung bersama. Sebagai akibatnya, sperma memasuki vitellin dan
selubung dari sel spermatozoa tersebut bertaut pada membran vitellin. Pada
alternatif lain, membran plasma sel spermatozoa dapat pecah kemudian
kepala sel spermatozoa yang telanjang memasuki sel telur.
Bagian akhir proses pembuahan adalah menghilangnya
anak-anak inti berikut selaput-selaputnya, kromosom
maternal mulai tampak, kemudian bersatu menjadi satu
kelompok. Pada fase tertentu selama puncak pekembangannya, pronuklei
jantan betina mengadakan kontak. Sesudah beberapa saat ke dua
pronuklei tersebut berkerut dan bersamaan dengan itu
meleburkan diri. Nukleoli tidak tampak lagi. Umur pronukleoli berkisar
antara 10 - 15 jam menjelang cleavage pertama, dua kelompok
kromosom mulai kelihatan, masing-masing adalah kromosom paternal dan maternal
yang bersatu membentuk satu kelompok yang memulai profase
mitosis pertama dari cleavage. Sel telur yang
telah dibuahi menjalani cleavage petama untuk membentuk embrio dua sel.
Setiap anak sel kini mengandung jumlah kromosom diploid
normal yang khas dari jenis hewan tersebut, setengahya berasal dari
sel spermatozoa dan setengahnya berasal dari sel telur.
Lamanya fertilisasi jumlah interval waktu dari penetrasi sel
spermatozoa sampai waktu cleavage pertama tidak diketahui
secara pasti pada ternak, kemungkinan besar tidak lebih dari
24 jam. Lama pembuahan dihitung berdasarkan waktu yang diperlukan sejak
dimulai masuknya sel sperma ke dalam sel telur sampai
dengan dimulainya pembelahan sigot. Pada mamalia, satu sel
spermatozoa diperlukan untuk pembuahan, oleh karena itu untuk mencegah
masuknya sel spermatozoa yang lain, sel telur mempunyai dua
sistem pertahanan, yaitu zona pellusida dan selaput vitelin.
Tahanan yaitu zona pellusida adalah perubahan zona
pellusida akibat melekatnya sel spermatozoa ke
dalam selaput vitelin. Perubahan ini mengakibatkan
butir-butir korteks (cortical granules) yang terdapat pada selaput vitellin
dilepaskan ke arah zona pellusida dengan demikian
antara ruang vitelin dengan zona pellusida
terdapat ruangan yang disebut ruangan perivitelin. Ruangan
perivitelin makin lama makin meluas dan permulaan perluasannya dimulai
dari tempat sel spermatozoa masuk.
Butir-butir korteks telah ditemukan pada marmut,
babi, kelinci dan bahan tersebut lenyap setelah
sel spermatozoa masuk ke dalam reaksi sel telur. Reaksi zona
pellusida pada anjing dan domba sangat cepat, sehingga jarang
sekali diketemukan sel spermatozoa tambahan didalam ruangan perivitelin.
Tahanan selaput vitelin berarti bahwa selaput tersebut hanya mengadakan
tahanan pada sel spermatozoa yang pertama masuk, sesudah
itu permukaan selaput vitelin tidak lagi memberi reaksi
terhadap sel permatozoa lainnya yang akan masuk. Sel
spermatozoa yang lainnya secara kebetulan bisa lolos menembus
zona pellusida tidak dapat masuk ke dalam sitoplasma sel
telur, karena ada tahanan dari selaput vitelin. Sel
spermatozoa tersebut ditampung dalam tahanan ruangan perivitelin.
Secara normal hanya satu sel spermatozoa yang memasuki sel
telur. Sering terlihat banyak sel spermatozoa bergerombol di
sekeliling zona pellusida, tetapi hanya satu sel kelamin
jantan yang terdapat dalam sel telur. Dari kenyatan ini
dapat ditarik kesimpulan bahwa zona pellusida dapat menjalani
beberapa perubahan sesudah masuknya sel spermatozoa
petama dan menghalangi pemasukan sel spermatozoa yang berikutntya.
Perubahan ini disebut reaksi zona. Reaksi zona tersebut terdiri
dari suatu perubahan yang menyebar kesekeliling zona. Sel
spermatozoa pertama mengadakan kontak dengan permukaan vitellus merangsang
timbulnya perubahan tersebut yang dibawa oleh oleh beberapa zat yang
keluar dari vitellus ke arah zona. Mungkin zat tersebut dibebaskan
dari granula korteks pada sel telur yang menghilang sesudah sel
spematozoa pertama memasuki sel telur. Sel spermatozoa ekstra yang
berhasil menembus zona pellusida ke ruangan perivitellin disebut
sperma suplementer.
Pada beberapa species (domba, anjing) reaksi zona relatif lebih cepat dan
efektif, jarang ditemukan sperma suplemeter kalaupun tidak sama sekali. Pada
babi, spermatozoa ekstra memasuki zona pellusida tetapi secara nomal
tidak dapat melewatinya. Kelinci tidak memperlihatkan reaksi
zona dan di dalam ruang peri vitellin sel telur yang
telah dibuahi dapat ditemukan sampai 200 sperma
suplementer.
Mekanisme pertahanan lainya terhadap pemasukan lebih dari satu
sperma ke dalam sel telur diperlihatkan oleh vitellus sendiri dan
disebut blokade vitellin atau blokade terhadap
polyspermia. Sperma yang telah dibuahi diambil secara aktif oleh
vitellus, akan tetapi segera sesudah itu permukaan vitellus tidak memberi
respon terhadap kontak dan tidak ada lagi sel spermatozoa yang diambil.
Spermatozoa ekstra yang berhasil memasuki vitellus, walaupun adanya
reaksi zona dan blokade vitellin, disebut sperma supernumeralia, dan sel telur
dikatakan memperlihatkan polyspermia. Efektivitas blokade vitellin
berbeda-beda menurut species. Apabila terdapat
polyspermia, tetapi sel suplementer tidak diketemukan (pada
babi dan anjing), berarti blokade vitellin tidak ada atau ditunda
sampai reaksi zona dimulai. Sebaliknya pada jenis-jenis hewan
seperti kelinci, dengan banyak spema suplementer di dalam ruang peri
vitellin tetapi tidak ada polyspermia, berarti bahwa blokade vitellin
terjadi secara cepat dan efektif.
4. Tahapan-tahapan yang terjadi pada
fertilisasi adalah sebagai berikut :
a.
Kapasitasi spermatozoa dan pematangan spermatozoa
Kapasitasi spermatozoa merupakan tahapan awal sebelum fertilisasi. Sperma
yang dikeluarkan dalam tubuh (fresh ejaculate) belum dapat dikatakan fertil
atau dapat membuahi ovum apabila belum terjadi proses kapasitasi. Proses ini
ditandai pula dengan adanya perubahan protein pada seminal plasma, reorganisasi
lipid dan protein membran plasma, Influx Ca, AMP meningkat, dan pH intrasel
menurun.
b. Perlekatan spermatozoa dengan zona pelucida
Zona pelucida merupakan zona terluar dalam ovum. Syarat agar sperma dapat
menempel pada zona pelucida adalah jumlah kromosom harus sama, baik sperma
maupun ovum, karena hal ini menunjukkan salah satu ciri apabila keduanya adalah
individu yang sejenis. Perlekatan sperma dan ovum dipengaruhi adanya reseptor
pada sperma yaitu berupa protein. Sementara itu suatu glikoprotein pada zona
pelucida berfungsi seperti reseptor sperma yaitu menstimulasi fusi membran
plasma dengan membran akrosom (kepala anterior sperma) luar. Sehingga terjadi
interaksi antara reseptor dan ligand. Hal ini terjadi pada spesies yang
spesifik.
c. Reaksi akrosom
Setelah reaksi kapasitasi, sperma mengalami reaksi akrosom, terjadi setelah sperma
dekat dengan oosit. Sel sperma yang telah menjalani kapasitasi akan terpengaruh
oleh zat – zat dari korona radiata ovum, sehingga isi akrosom dari
daerah kepala sperma akan terlepas dan berkontak dengan lapisan korona
radiata. Pada saat ini dilepaskan hialuronidase yang dapat melarutkan korona
radiata, trypsine – like agent dan lysine – zone yang dapat melarutkan dan
membantu sperma melewati zona pelusida untuk mencapai ovum. Reaksi tersebut
terjadi sebelum sperma masuk ke dalam ovum. Reaksi akrosom terjadi pada pangkal
akrosom, karena pada lisosom anterior kepala sperma terdapat enzim digesti yang
berfungsi penetrasi zona pelucida.
d. Penetrasi zona pelucida
Setelah reaksi akrosom, proses selanjutnya adalah penetrasi zona pelucida yaitu
proses dimana sperma menembus zona pelucida. Hal ini ditandai dengan adanya
jembatan dan membentuk protein actin, kemudian inti sperma dapat masuk. Hal
yang mempengaruhi keberhasilan proses ini adalah kekuatan ekor sperma
(motilitas), dan kombinasi enzim akrosomal.
e. Bertemunya sperma dan oosit
Apabila sperma telah berhasil menembus zona pelucida, sperma akan menenempel
pada membran oosit. Penempelan ini terjadi pada bagian posterior
(post-acrosomal) di kepala sperma yang mnegandung actin. Molekul sperma yang
berperan dalam proses tersebut adalah berupa glikoprotein, yang terdiri dari
protein fertelin. Protein tersebut berfungsi untuk mengikat membran plasma
oosit (membran fitelin), sehingga akan menginduksi terjadinya fusi.
4. Jenis-jenis
fertilisasi
Fertilisasi mempunyai beberapa
cara yang umum didapati pada makhluk hidup, yaitu :
1. Fertilisasi
eksternal (khas pada hewan-hewan akuatik): gamet-gametnya dikeluarkan dari dalam tubuhnya sebelum
fertilisasi.
2 Fertilisasi internal (khas untuk adaptasi dengan kehidupan di darat): sperma dimasukkan ke dalam daerah reproduksi betina yang kemudian disusul dengan fertilisasi. Setelah pembuahan, telur itu membentuk membran fertilisasi untuk merintangi pemasukan sperma lebih lanjut. Kadang-kadang sperma itu diperlukan hanya untuk mengaktivasi
telur (Anonymous, 2008).
Fertilisasi in vitro
Fertilisasi
in vitro merupakan suatu metode untuk membuahkan suatu kehidupan baru dalam
sebuah cawan petri. Anak-anak yang dibuahkan melalui fertilisasi in vitro
terkadang lebih dikenal sebagai “bayi tabung”. Beberapa telur diambil dari
ovarium perempuan setelah ia meminum obat-obatan fertilitas yang mengakibatkan
matangnya banyak telur sekaligus. Sperma
diambil dari laki-laki, biasanya melalui masturbasi. Telur dan sperma
akhirnya disatukan dalam sebuah cawan kaca, di mana pembuahan terjadi dan
kehidupan baru dibiarkan berkembang selama beberapa hari. Dalam kasus yang
paling sederhana, embrio-embrio kemudian ditransfer ke dalam rahim ibu dengan
harapan bahwa satu akan bertahan hidup dan berkembang hingga saat persalinan. (John M. Haas, 2008)
Variasi dalam reproduksi
Terdapat beberapa jenis variasi reproduksi yang
ada pada makhluk hidup. Antara lain :
1.
Metagenesis, yaitu, pergantian generasi hasil reproduksi seksual dengan
reproduksi aseksual.
2.
Hemafroditisme, merupakan kondisi bila satu individu mempunyai dan dapat
memproduksi sel kelamin jantan dan kelamin betina. Hemafroditisme disebabkan kegagalan differensiasi gonad.
3.
Partenogenesis, pada beberapa jenis insecta, telur dapat tumbuh menjadi
individu baru tanpa adanya peran dari pejantan.
4.
Paedogenesis, merupakan reproduksi yang terjadi pada hewan muda yang belum
dewasa secara seksual/pada fase larva. Seperti redia
pada larva cacing fasciola hepatica yang dapat menghasilkan redia dan serkaria
secara paedogenesis. Generasi baru yang terbentuk berasal dari sel
somatik.(Brotowidjoyo, 1989)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar