FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI
AIR SUSU
FAKTOR
DALAM (INTERNAL)
1.
BANGSA (BREEDS).
Pada bangsa ternak digolongkan kedalam dua bagian yakni
ternak bangsa besar dan bangsa kecil.
a).
Bangsa besar (large breeds)
Pada bangsa ternak besar peroduksi susu dan produksi lemak
meningkat dan lain halnya dengan kadar lemak umumnya menurun.
Contoh ternak besar antara lain :
-
Friesien
Holstein
-Brown Swiss
b).
Bangsa kecil (small breeds)
Pada bangsa ternak kecil produksi susu dan produksi lemak
menurun dan lain halnya dengan kadar lemak umumnya meningkat.
Contoh ternak kecil antara lain :
- Jersey
- Guernsey
2.
FAKTOR INDIVIDU.
Bila bangsa sama seperti sapi FH,kelompok sama pada saat
sapi berumur 2 tahun dan berat badan berbeda, cenderung akan memperoduksi susu
yang berbeda.
Misalkan pada kelompok sapi FH pada saat menjelang umur 2
tahun kemudian diikuti peningkatan berat badan dan nafsu makan Makan meningkat
maka produksi susu yang dihasilkan cenderung akan meningkat.
Bila pada kelompok sapi FH pada saat menjelang Umur 2 tahun
yang diikuti dengan 2 kali peningkatan berat badan normal maka produksi susu
akan mengalami penurunan sehingga pakan digunakan peroduksi daging.
Tabel
1.2 kelasifikasi kemampuan produksi susu dari satu kelompok sapi menurut
perincian produksi susu berdasarkan Mature Equivalent (ME)*
Kelasifikasi
|
Rata-Rata Prod. Susu (Ib)**
|
Lemak (℅)
|
Rata-Rata Prod. Lemak (Ib)**
|
Jumlah Sapi (Ekor)
|
Excellent
|
14.034
|
3,62
|
507,8
|
860
|
Very good
|
13.267
|
3,60
|
477,5
|
10.371
|
Good plus
|
12.688
|
3,59
|
455,9
|
23.697
|
Good
|
12.150
|
3,58
|
435,4
|
19.161
|
Fair
|
11.621
|
3,56
|
413,7
|
5.403
|
Poor
|
10.970
|
3,49
|
382,4
|
150
|
3.
GENETIK
Tiap bangsa sapi mempunyai sifat tertentu yang menyebabkan
produksi dan komposisi susu.. Lemak susu adalah bagian yang paling sering
berbeda namun kandungan mineral dan laktosa jarang berbeda. prekuensi gena
mengakibatkan perbedaan genetic bangsa-bangsa sapi. Gen mengatur kualitas dan
kuantitas produksi susu. Akan tetapi perbedaan genetic antarindividu sapi dalam
satu bangsa lebih besar daripada perbedaan antarbangsa sapi. Sebagai contoh,
ada sapi FH yang menghasilkansusu dengan kandungan lemak lebih dari 5% dan ada
pula sapi Jersey yang lemak susunya lebih rendah dari FH.
4.
FAKTOR UMUR
Produksi susu pada sapi perah terus meningkat pada umur 8 tahun dengan rata-rata peningkatan
semakin berkurang sesuai dg bangsanya.Setelah umur 8 hari produksi susu menurun lebih dari peningkatannya
sebelum umur tersebut.
Sapi dewasa memproduksi susu 25% saat sapi mencapai umur 2 tahun.Setelah umur 6 tahun, kadar lemak
susu juga menurun secara
perlahan-lahan dalam persentase produksi susu tertinggi,
yaitu 100 yang dicapai pada waktu sapi perah berumur
6 -7 tahun.
Tabel
1.3. hasil analisis catatan produksi sapi FH diperternakan sapi perah di Biara
Rowoseneng, Temanggung, Jawa Tangah.
No
|
Umur sapi saat melahirkan (tahun)
|
Laktasi ke
|
Rata-rata produksi susu (305 hari)
|
Persentase produksi susu (mature
cows)
|
1
|
2 – 3
|
I
|
2.577 kg
|
75 %
|
2
|
3 – 4
|
II
|
3.093 kg
|
91 %
|
3
|
4 – 5
|
III
|
3.251 kg
|
95 %
|
4
|
5 – 6
(mature cows)
|
IV
|
3.417 kg
|
100 %
(produksi tertinggi)
|
5
|
6 – 7
|
V
|
3.348 kg
|
98 %
|
6
|
7 – 8
|
VI
|
3.334 kg
|
98 %
|
7
|
8 – 9
|
VII
|
3.142 kg
|
92 %
|
8
|
9 – 10
|
VIII
|
3.096 kg
|
91 %
|
9
|
10 – 11
|
IX
|
2,920 kg
|
85 %
|
10
|
11 – 12
|
X
|
2.800 kg
|
82 %
|
Penurunan produksi susu sapi tua karena aktivitas kelenjar
ambing menurun. Penurunan produksi susu sapi yangmencapai puncaknya pada umur
dewasa tubuh lebih kecil disbanding sapi yang mencapai puncak produksi sebelum
waktunya. Umur berkaitan dengan berat tubuh. Peningkatan berat tubuh menaikan produksi
sebanyak 5%. Perkembangan ambing menambah produksi susu yang 20% lainnya.
Standardisasi produksi susu mengacu pada 305 hari laktasi,
dua kali pemerahan, dan umur setara dewasa. Standardisasi menghilangkan
pengaruh fisiologis yang terdapat pada sapi.
5.
FAKTOR LAMA LAKTASI/MASA LAKTASI.
Produksi susu maksimal akan tercapai pada minggu ke 3 – 6
setelah beranak. Penurunan produksi susu pada akhir ke 4 sesudah beranak lebih cepat dari pada sebelumnya. Ada sapi yg mempunyai kemampuan/kesanggupan
mempertahankan produksi
tertinggi dalam 1 masa laktasi
relatif lama, dsb sapi yang persistensinya
tinggi.
6.
KEBUNTINGAN (GESTATION)
Kebuntingan sedikit pengaruhnya terhadap produksi susu sampai dengan kebuntingan pada bulan ke 5. Mulai bl ke 5 produksi susu mulai
menurun lebih cepat dari pada sapi yang tidak bunting
dikarenakan keseimbangan hormonnya berubah oleh energi yang dibutuhkan oleh fetus/janin pada saat itu kurang lebih sama dengan pembentukan susu sebanyak
400 – 600 lb. Agar sapi mengorbankan berat badanya untuk mempertahankan
produksi susu, maka kebutuhan
pokok/maintenance pakan sapi perah laktasi yang sedang bunting lebih dari 2 bulan harus ditambah (NRC, 1978)
Kebuntingan
berpengaruh tidak langsungterhadap kuantitas produksi dan sedikit terhadap
kualitas susu. Sapi bunting menurunkan produksi susu lebih cepat disbanding
sapi yang tidak bunting. Pertambahan umur kebuntingan berbanding terbalik
dengan produksi susu. Hal ini disebabkan oleh sebagian zat gizi yang dimakan
tidak diproses dalam pembentukan susu tetapi digunakan untuk membesarkan
embrio. Pembentukan embrio membutuhkan nutrisi yang setara dengan 55 – 400 kali
liter susu. Jumlah kebutuhan ini tergantung pada bangsa dan keadaan sapi.
Sapi
yang dikawinkan pada 90 hari setelah beranak mengurangi produksi susu sebanyak
375 – 400 kg dalam periode 365 hari disbanding sapi yang dikawinkan 240 hari
setelah beranak. Reduksi susu biasanya mulai terjadi pada umur 5 bulan
kebuntingan.umur 8 bulan kebuntingan mereduksi susu sebanyak 20% disbanding
sapi laktasi dengan umur yang sama tetapi tidak bunting. Usaha terbaik adalah
mengawinkan sapi-sapi 2 – 3 bulan setelah beranak.
7.
FAKTOR SIKLUS EXTRUS.
Siklus estrus mempunyai pengaruh kecil terhadap produksi susu, kecuali pada saat
berlangsungnya birahi (heat). Selama birahi, produksi susu dan persentase lemak susu menurunan cukup
berarti, karena erat
hubungannya dengan menurunnya
nafsu makan, konsumsi pakan
menurun, mempengaruhi produksi susu dan lemak susunya. Produksi susu akan normal
kembali setelah masa birahi
berakhir.
8.
HORMONAL
Hormon-hormon
yang berpengaruh terhadap
produksi susu
:
a.
Hormon Lactogen (kelenjar pituitaria) memegang
peranan penting dalam produksi
susu dengan Jumlah H. Laktogen naik setelah beranak, jumlahnya menurun setelah laktasi
berjalan lama
b.
Hormon Adrenalin (kelenjar Adrenalis)
c. Hormon Tiroksin (kelenjar thyroid)
· Sapi yang sedang laktasi disuntik dengan Lactogen/ Tiroksin agar produksi susunya meningkat.
· Tiroksin juga mempengaruhi konsumsi oksigen dan sintesa
prot.susu
d.
Hormon Oxytocin (kljr pituitaria bag
belakang)
Berfungsi sebagai mengontrol turunnya/keluarnya air
susu (Milk Let Down) waktu pemerahan sapi yang sedang disuntik dg Oxytocin
langsung pada Arteria Pudenda ekterna
yg menuju ambing bagian kanan, maka pemerahan dalam waktu singkat produksi susunya
meningkat dengan kadar lemak dan jumlah sel-sel tubuh
(somatic cell)
meningkat, tetapi ambing sebelah kiri tidak mengeluarkan susu. Ambing bagian kiri baru
melepaskan susu 50 – 60 detik setelah
disuntik.
Peningkatan
produksi susu dapat dinaikkan menggunakan hormone sintetis. Hormone yang
digunakan misalnya tiroid, tiroprotein, tirokasein, protein teriodinasi, dan
kasein teriodinasi. Sapilaktasi meningkatkanproduksi susu dan kadar lemak susu
sebanyak 29 % dengan pemberian tiroprotein 15 mg. pemberian tiroprotein
dilakukan setiap hariselama 2 minggu hingga satu bulan. Produksi susu menurun
setelah pemberian hormone dihentikan.
Pemberian
hormone sebaiknya terbatas. Pemakaiannya hanya untuk meningkatkan produksi susu
yang menurun pada saat harga susu mahal. Di lain pihak pemberian hormone
menyebabkan berat badan merosot, temperature tubuh meningkat, dan pernapasan
naik.
Pemberian
oksitosin menyebabkan ambing melepas susu sehingga jumlah dan lemak susunya
meningkat. Pemberian oksitosin dilakukan pada tiap pemerahan.pemberian oksitosin
membutuhkan biaya, waktu, dan tenaga.
9.
TINGKAT LAKTASI
Variasi terbesar komposisi susu terjadi pada kadar lemak.
Kolostrum mengandung kadar lemak tertinggi. Perubahan komposisi berlangsung
setelah 5 hari. Kandungan lemak susu terus menurunsampai 3 – 4 bulan laktasi
kemudian relative konstan setealah itu. Kadar lemak susu sedikit meningkat pada
akhir laktasi. Produksi susu dimulai dengan jumlah relative tinggi dan terus
meningkat hingga 2 – 3 bulan laktasi. Setelah itu,produksi susu menurun
perlahan. Lemak susu dan bahan kering tanpa lemak menurun sebanyak 0,2 – 0,4 %
antara laktasi kesatu dan kelima. Ilustrasi 3 memperlihatkan keadaan produksi
susu sapi setelah beranak hingga dikeringkan.
Estrus mengakibatkan produksi susudan lemak berfluktuasi
terutama pada hari ovulasi. Estrus sering menyebabkan hasil susu sapiproduksi
tinggi menurun. Sapi yang berproduksi tinggisering pula menunda estrusnya.
Sumber
:
10. UKURAN TUBUH
Bangsa sapi besar menghasilkan susu lebih banyak
dibandingkan bangsa sapi kecil. Pertambahan berat badan meningkatkan
produksi susu secara proporsional sebesar 70% dari jumlah pertambahan berat
badan.
Sumber
:
11. PERSISTENSI
PRODUKSI
Produksi susu merupakan perkembangan dari laktasi. Produksi
susu tiap bulan sekitar 90 persen dari bulan sebelumnya. Peneliti lain
menyatakan persistensi berkisar 94 – 96%. Sapi tidak bunting terus menghasilkan
susu dengan jumlah terbatas.
FAKTOR
LUAR (EKSTERNAL)
1.
MUSIM Ã (SUHU + RH)
Sapi yang beranak pada musim gugur/dingin produksi susu dan kadar lemak
susunya meningkat pada sapi yang beranak pada musim panas.sapi yang beranak pada musim
rontok/gugur produksinya lebih banyak. Sapi yang beranak pd musim musim semi /panas produksi
susu lebih
sedikit dan kadar lemak susu
rendah.
Penyebabnya mungkin karena pengaruh :
-
temperatur dan kelembaban udara
-
Respirasi meningkat
-
perubahan berat badan
-
makanan dan
faktor-faktor lainnya
Musim sangat mempengaruhi total produksi susu per laktasi
dan komposisinya, yang merupakan pengaruh dari kombinasi dari breed, tingkat
laktasi, kondisi klimatologi pada saat pencatatan dilakukan, dan
perbedaan-perbedaan dalam managemen pakan. Sapi-sapi yang melahirkan pada musim
basah (hujan) biasanya memproduksi susu lebih tinggi dari sapi yang melahirkan
pada musim lainnya. Produksi sapi perah dipengaruhi oleh factor
genetic,lingkungan, dan interaksi genetic dan lingkungan. Factorgenetic
berpengaruh sebesar 30 % dan lingkungan 70 % terhadap produksi susu sapi perah.
Lingkungan dataran rendah biasanya menurunkan produksi susu
dan kandungan lemak. Sapi perah produksi susu tinggi lebih mudah terpengaruh
cekaman lingkungan dataran rendah dibandingkan dengan sapi perah yang
berproduksi rendah, terutama pada produksi puncak. Diduga, penurunan disebabkan
oleh temperature dan kelembaban, perubahan berat tubuh, serta macam dan jumlah
pakan yang diberikan.
Kenaikkan temperature mempertinggi denyut jantung dan
produksi panas. Awalnya temperature mempengaruhi konsumsi pakan kemudian
produksi. Produksi susu sapi FH menurun pada lingkungan 26ºC. temperature
optimalnya 10ºC. kelembaban tidak mempengaruhi produksi susu kecuali bila
melebihi 24ºC. Penggunaan peneduh, atap, kipas,penyiraman, dan pendingin dapat
mengurangi cekaman panas dan menaikkan efisiensi reproduksi. Penggunaannya
perlu meperhatikan segi ekonomis.
2. FAKTOR FREKUENSI PEMERAHAN
sapi perah yang berproduksi tinggi bila
diperah 3/4 x/hr produksi susunya lebih dari 20% dibandingkan dengan pemerahan
2x/hr. sapi perah yang produksi rendah, kenaikkan produksi susu sebagai akibat
dari peningkatan frekuensi pemerahan sangatlah kecil.
Umumnya sapi diperah 3 x/hr pada saat
produksi susunya tertinggi yaitu 60 – 90 hari setelah beranak.Pada periode
berikutnya sapi diperah 2 kali saja dalam sehari. Peningkatan frekuensi
pemerahan menjadi 3 x/hr produksi susu naik 10 – 25% ,Pemerahan 4x/hr
akan memberikan tambahan lagi 5 – 15%.
Peningkatan frekuensi pemerahan
seharusnya diimbangi dengan penambahan pakan sesuai dengan peningkatan produksi
susu. Kalau hal
tersebut dilakukan, produksi pada periode laktasi berikutnya akan menurun
akibat berat badan sapi menurun. Apakah peningkatan produksi ini akan sebanding
dengan pengeluaran tambahan untuk tenaga kerja, pakan dan peralatan yang
digunakan untuk kegiatan tambahan diatas, tergantung dari kondisi perusahaan.
3. FAKTOR KECEPATAN PEMERAHAN
Pemancaran
susu (milk let down) dikontrol oleh hormon oxytosinyang dihasilkan oleh
kelenjar pituitaria. Penggunaan hormone ini sangat singkat dan hanya bersifat
sementara yaitu 5 – 8 menit.
Oxtosin
dalam darah akan menyebabkan kontraksi sel-sel miyoepithel yang menyusun
dinding alveoli.
Yang
dapat menyebabkan pembebesan hormon tersebut adalah:
a. Perabaan pada ambing
waktu mengelap ambing
b. Adanya pedet didepanya
c. Kehadiran pemerah.
4. PERGANTIAN PEMERAH
Faktor
Pergantian pemerah.
Pada sapi perah lebih suka diperah secara teratur oleh
pemerah yang sama. Kalau terjadi pergantian pemerah dapat menyebabkan stress,
karena setiap pemerah mempunyai perabaan yang berbeda.
Selanjutnya
jika pemerah dilakukan dengan mesin, maka pemerah dapat dilakukan dengan
bekerja tanpa menyebabkan sapi menjadi takut yang menyebabkan ternak stress.
5. PAKAN
Faktor
makanan/pakan.
Pada
pemberian pakan harus memenuhi :
a.
Kualitas dan kuantitas
b. Pemberian
ternak dari pakan yang berlebihan tidak akan meningkatkan produksi susu
c. Kadar
lemak paling sensitive pada perubahan pakan yang di beriakan (3%), kadar
protein sedikit (0,6 %).
Pakan merupakan faktor penting pada penampilan produksi dan
reproduksi sapi terutama sapi perah pasca beranak, pakan yang kurang baik dalam
jumlah maupun kualitasnya menyebabkan terganggunya fungsi fisologis reproduksi
ternak. Pemberian pakan dasar, pakan konsentrat, dan pakan aditif dengan
kandungan nutrisi yang tidak seimbang dan tidak kontinyu akan menimbulkan
strees dan akan menyebabkan sapi rentan terhadap penyakit dan terjadi gangguan
pertumbuhan dan gangguan fungsi fisiologi reproduksi ternak.
Banyak sedikitnya jumlah energi dalam pakan (kandungan bahan
kering) berpengaruh pada organ reproduksi dan aktivitas ovarium, bila terjadi
ketidak seimbangan energi dalam pakan (intake) dengan energi untuk pertumbuhan
akan menurunkan birahi pada ternak muda yang sedang tumbuh dan pada sapi perah
dewasa pasca beranak, dan ketidakaktifan ovarium yang menyebabkan anestrus
terlambatnya pubertas pada semua jenis ternak dan akan memperpanjang anestrus
pada sapi yang sedang laktasi. Birahi pertama beranak akan tertunda bila energi
yang dikandung dalam pakan sebelum dan sesudah beranak rendah, hal tersebut
akan mempengaruhi siklus birahi berikutnya dan akan memperpanjang selang
beranak.
Rumput kering yang jelek biasanya akan menyebabkan
defisiensi vitamin yang kompleks, defisiensi cobalt (Co), yang dapat
menyebabkan rendahnya nafsu makan sehingga intake energi dan nilai gizi dan
vitamin pakan berkurang, akibatnya pubertas pada sapi dara akan terlambat dan
kegagalan estrus pada induk. Kendala tersebut diatas dapat diatasi
dengan pemberian Biosuplemen probiotik kedalam pakan konsentrat. Probiotik
adalah mikroba hidup dalam media pembawa yang menguntungkan ternak karena dapat
menciptakan keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan sehingga
menciptakan kondisi yang optimum untuk pencernaan pakan dan meningkatkan
efisinesi konversi pakan sehingga memudahkan dala proses penyerapan zat nutrisi
ternak, menigkatkan kesehatan ternak, mempercepat pertumbuhan, memperpendek
jarak beranak, menurunkan kematian pedet. Dan pemberian kombinasi dengan bioplus
probiotik Saccharomyces cerevilae (PSc) yang berguna untuk mengatasi penurunan
kesehatan reproduksi ternak.
Pakan berpengaruh terhadap keadaandan mikroba rumen. Karena
itu, pakan harus diberikan dengan interval waktu dan komposisi bahan yang
konstan. Dengan demikian, jumlah dan komposisi susu juga tidak berubah.
6. OBAT OBATAN
Faktor
obat-obatan
a. Salah
satu obat yang digunakan dalam meningkatkan produksi sisi 20% thyroprotein
(ditambah pada makanan pada saat laktasi), dengan syarat air dilibicum dan
pakan ditingkatkan.
b. Produksi
menurun apabila pemberianya dihentikan.
obat termasuk pestisida dan antibiotic yang digunakan untuk
mengobati penyakit sapi. Obat-obat tersebut diskresikan ke dalam susu. Oleh
karena itu susu yang seperti ini harus dipisahkan agar tidak terkonsumsi bahkan
harus dimusnahkan.
7. PENYAKIT
Faktor
penyakit.
Penyakit pada ternak mempunyai pengaruh yang sangat
nmerugikan. pada sapi perah, penyakit seperti mastitis, ketosis, milk fever,
dan ganguan pencernaan mempengaruhi produksi susu dan bahkan dapat menyebabkan
kematian. Bahwa untuk melalukan hal ini maka kita harus melakukan pencegahan.
Penyakit mempengaruhi komposisi dan jumlah produksi susu.
Penyakit mastitis menyebabkan jumlah produksi susu maupun komposisi susu
menurun.California Mastitis Test (CMT) membandingkan salah satu quarter ambing
yang menghasilkan air susu yang tidak normal dengan quarter yang berlawanan
pada sapi yang sama yang mempunyai hasil CMT yang negatif. Susu sapi yang
terkena infeksi mastitis mempunyai kandungan lactose dan potassium yang lebih
rendah dan sodium; chlor yang lebih tinggi dari sapi yang sehat. Selama sapi
terinfeksi mastitis, kandungan globulin susu, kandungan serum albumin dan
protease juga ada peningkatan. Sedangkan kandungan kaseinnya menurun.
Waite dan Blakcburn (74) susu yang mempunya bakteri lebih
dari 1000.000/ml akan menyebabkan produksi dan komposisi susunya menurun.
8. FAKTOR INTERVAL
Apabila interval antara pemerahan tidak sama, maka produksi
susu akan lebih banyak pada interval yang lebih lama, dan kandungan
lemak akan lebih tinggi dari hasil pemerahan dengan interval yang lebih singkat
(Eckles dan Anthony, 1956). Jika sapi diperah dua kali sehari dengan jarak
waktu antar pemerahan sama akan sedikit sekali perubahan susunan susu
tersebut. Produksi susu akan eningkat tergantung dari
kemampuan sapi berproduksi, pakan yang diberikan, dan anajemen yang dilakukan
peternak (Sudono et al., 2003).
Interval
yang lama akan mempengaruhi kecepatan jumlah sekresi. Penurunan
dalam sekresi susu terjadi setelah 12 jam dan akan memberikan pengaruh pada
interval pemerahan berikutnya. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa
sekresi susu dan lemak susu mengalami pengurangan dengan memperlama
interval pemerahan dengan jumlah yang lebih banyak untuk
pengurangan susu dibandingkan dengan lemak susu dan persentase lemak susu akan
cenderung bertambah pada interval pemerahan yang lama (Schmidt,
1971).
9. FAKTOR PEMBERIAN AIR
Air adalah komponen terbesar karena 87 % dari keseluruhan
komponen susu terdiri dari air. Air tersebut sebagian dihasilkan dari air yang
diminum oleh sapi setiap harinya.
Jumlah air minum yang diberikan juga
dapat mempengaruhi jumlah produksi susu. Oleh karena itu pemberian air minum
penting dalam peternakan sapi perah. Hal ini disebabkan lebih dari 85% bagian
dari susu terdiri dari air dan 50% dari badan sapi perah juga terdiri dari air.
Jumlah air yang dibutuhkan tergantung pada produksi susu, suhu lingkungan dan
bentuk makanan yang diberikan (seperti hijauan segar dengan hijauan kering).
Kebutuhan air minum untuk seekor sapi sebesar 3,6 – 4,0 liter per hari untuk
setiap liter susu yang dihasilkannya. Oleh karena itu setiap hari seekor sapi
perah membutuhkan air minum minimal sebanyak 37-45 liter. Jumlah ini akan
bertambah bila suhu udara diatas 280C.
Pemberian
pakan dan minum bagi sapi perah, dapat diberikan sebagai berikut :
1)
Pakan hijauan diberikan 2 - 3 kali sehari yaitu pagi dan siang sesudah
pemerahan. Pakan hijauan diberikan sebanyak ± 10 % dari berat badan (BB);
2)
Pakan konsentrat diberikan dalam keadaan kering, sesudah pemerahan 1 - 2 kali
sehari sebanyak 1,5 - 3 % dari berat badan (BB);
3)
Air minum disediakan secara tidak terbatas (ad libitum ).
10. FAKTOR LAMA PENGERINGAN
Lama kering merupakan suatu periode ketika sel-sel ambing
tidak mensekresikan air susu diantara dua periode laktasi . Periode tersebut
esensial untuk memberi kesempatan sel-sel ephitel ambing beregresi, proliferasi
dan diferensiasi yang memungkinkan stimulasi produksi susu secara maksimal
(CM'uco et al., 1997) .
Lama waktu sapi yang dikeringkan mempengaruhi produksi susu.
Tujuannya utuk memberi kesempatan pada induk untuk menimbun zat gizi yang
diperlukan bagi produksi susu berikutnya serta involusi dan penyegaran ambing.
Karena itu, sapi perah harus dikeringkan dengan waktu yang optimal.
Lama kering merupakan salah satu faktor lingkungan internal
(biologis) yang member pengaruh cukup besar pada produksi susu sapi perah FH
yang dipelihara di daerah sentra produksi susu di kabupaten Banyumas . Kisaran
lama kering 60-90 hari memberikan produksi susu tertinggi pada laktasi
selanjutnya pada sapi FH baik pada sistem pemeliharaan intensif di stasiun
bibit BPTU Baturraden, tetapi tidak diperoleh pola produksi susu secara jelas dengan
memanjangnya lama kering sapi FH.
Lama kering 50-59 hari menghasilkan produksi susu tertinggi,
akan tetapi secara praktis tidak diperoleh perbedaan besar apabila lama kering
masih dalam kisaran 40-69 hari . Didapatkan penurunan produksi susu pada laktasi
berikutnya sebanyak 610 dan 230 kg (produksi 6190 dan 6570 kg) untuk lama
kering singkat 20-29 hari dan 30-39 hari dibandingkan produksi susu tertinggi
(6800 kg) pada lama kering optimal 50-59 hari . Namun ditekankan, secara
praktis kisaran masa kering 40-49 hari (6700 kg) menghasilkan produksi susu
tidak berbeda dengan masa kering 50-59 hari .
Pengaruh lama kering pada produksi susu dinyatakan dalam
bentuk total produksi susu selama satu laktasi, diperoleh dengan menjumlahkan
produksi susu setiap minggu (SB) atau setiap bulan (PR) menggunakan metoda
interpolasi tinier. Data lamakering sapi FH di BPTU Baturraden berjumlah 216
catatan, sedangkan di peternakan rakyat berjumlah 220 catatan, sehingga
diperoleh total lama kering 436 catatan . Lama kering diklasifikasi kedalam
enam grup, yaitu <- -90="" .="" 121-150="" 181-229="" 60="" 6="" 91-120="" agar="" box="" clan="" dan="" data="" diagram="" dikeluarkan="" diketahui="" disebar="" grup="" hari="" kedalam="" kering="" lama="" pencilan.="" plot="" produksi="" selanjutnya="" setiap="" span="" susu="" untuk="">->
Sumber
:
11. FAKTOR JARAK BERANAK (CALVING
INTERVAL PADA SAPI )
Days Open/Calving Interval/Jarak Beranak adalah jumlah
hari/bulan antara kelahiran yang satu dengan kelahiran berikutnya. Panjang
pendeknya selang beranak merupakan pencerminan dari fertilitas ternak, selang
beranak dapat diukur dengan masa laktasi ditambah masa kering atau waktu kosong
ditambah masa kebuntingan. Selang beranak yang lebih pendek menyebabkan
produksi susu perhari menjadi lebih tinggi dan jumlah anak yang dilahirkan pada
periode produktif menjadi lebih banyak, selang beranak yang ideal pada sapi
perah adalah 12 bulan termasuk selang antara beranak dengan perkawinan pertama
setelah beranak (Sudono, 1983). Selang beranak merupakan kunci sukses dalam
usaha peternakan sapi (pembibitan), semakin panjang selang beranak, semakin
turun pendapatan petani peternak, karena jumlah anak yang dihasilkan akan
berkurang selama masa produktif. Meningkatkan produksi dan reproduktifitas
ternak dengan memperpendek selang beranak (calving interval) dengan mengetahui
faktor-faktor yang berpengaruh dan seleksi bibit ternak (sapi pengafkiran
memiliki selang beranak yang panjang) (sudono, 1983),
Selang
beranak yang ideal antara 12 – 14 bulan. Selang beranak 12 bulan paling
menguntungkan daripada lebih lama dari itu. Selang beranak 12 bulan dan periode
kering 8 minggu memberi lama produksi susu 10 bulan. Selang beranak yang
teratur adalahperangsang utama agar tingkat produksi susu tetap tinggi. Factor
pakan,tenaga kerja, efisiensi reproduksi, dsb harus dinilai sebelum selang
beranak ditentukan.Selang beranak yang kurang dari 12 bulan menurunkan produksi
sebesar 3,7 – 9 %. Selang beranak yang lebih dari 14 bulan, misalnya 15
bulan,menaikan produksi susu sebesar 3%. Namun secara ekonomis kenaikan ini
justru merugikan.
Jarak beranak yang panjang disebabkan oleh anestrus pasca
beranak (62%), gangguan fungsi ovarium dan uterus (26%), 12 % oleh gangguan
lain (Thoelihere, 1981). Dalam upaya memperbaiki produktivitas dan
reproduktivitas sapi perah yang mengalami keadaan seperti diatas, perlu
dilakukan penerapan teknologi reproduksi secara terpadu antara induksi birahi
dan ovulasi dengan Inseminasi Buatan (IB) pada waktu yang ditentukan/Fixed
Time Atrificial Inseminasi (AI) (Siregar. 1992).
12. FAKTOR KONDISI SAAT BERANAK
/KEADAAN SAAT BERANAK
Sapi kurus pada saat beranak akanmenghasilkan susu lebih
sedikit daripada sapi gemuk. Sapi terlalu gemukpun dapat menuruknan produksi
susu saat beranak. Sapi dengan kondisi tubuh baik memproduksi susu 25% lebih
banyak dibanding sapi kurus saat beranak.
Sumber
:
13.
FAKTOR
PERAWATAN & PERLAKUAN
Perlakuan yang diberikan pada pengkajian ini berupa
perbaikan tatalaksana pemeliharaan yang berkaitan dengan kesehatan dan hygienes
susu. Hasilnya di-bandingkan dengan peternak lainnya (sebagai kontrol) yang
tidak diberikan perbaikan/ perlakuan. Komponen perlakuan/perbaikan tatalaksana
pemeliharaan ini meliputi; kebersihan kandang, kebersihan sapi selama
pemeliharaan, penanganan kebersihan ambing sebelum dan sesudah pemerahan,
kebersihan alat-alat pemerahan (termasuk untuk penanganan dan penampungan
susu), kontrol parasit (cacing, kutu) dan kontrol (pencegahan) terhadap
kejadian mastitis dengan menggunakan teknik "celup puting" setiap
setelah pemerahan.
Kebersihan
kandang sangat penting karena dapat mempengaruhi kualitas susu. Kandang yang
kotor pada weaktu pemerahan akan mudah mencemari susu dengan kotoran sapi
ataupun sisa pakannya.
Kebersihan
Susu
Pengkajian terhadap tingkat kebersihan susu sapi perah
selama pengamatan terhadap sapi milik peternak yang mendapat perlakuan dan
kontrol hasilnya. Pada kelompok sapi yang mendapat perlakuan untuk tingkat
kebersihan susu kotor, cukup dan bersih, maka nilai rata-ratanya sebesar 0%;
16% dan 84%. Sedangkan pada kelompok sapi kontrol tingkat kebersihan susu
kotor, cukup dan bersih nilai rata-ratanya sebesar 3%; 93% dan 6%.
Penyakit
Cacing, Teracak/kuku,Kulit dan Penyakit Lainnya
Selama pengamatan terhadap kejadianparasit cacing, sakit
kuku, kulit dan penyakit lainnya baik yang bakterial maupun yang viral hasilnya
tidak dijumpai kasus yang berarti. Pemeriksaan terhadap contoh kotoran sapi
untuk melihat keberadaan cacing (Nematoda maupun Fasciola) memperlihatkan hasil
yang rendah baik pada kelompok sapi yang mendapat perlakuan maupun yang
kontrol. Demikian pula terhadap kejadian penyakit kuku (teracak ), luka-luka
pada kulit dan penyakit lainnya (MCF, BEF, BUD, Brucellosis, Sura) tidak
didapatkan kasus selama periode pengamatan.
Sumber
: www.pustaka.litbang.deptan.go.id/bptpi/lengkap/IPTANA/.../98-51.pdf