BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri
Makanan Ternak adalah mata kuliah yang wajib diambil oleh semua Mahasiswa
Fakultas Peternakan Universitas Jambi yang mengambil minat Nutrisi dan Makanan
Ternak. Didalam mata kuliah Industri Makanan Ternak ini akan dibahas berbagai
macam hal yang berkaitan dengan perencanaan usaha, pendirian pabrik,sarana dan
prasarana pabrik, formulasi, proses pengolahan makanan ternak, pengawasan mutu
serta aspek pemasaran.
Pengawasan
mutu pakan dilakukan sebagai kegiatan
mengawasi pakan yang akan diproduksi, agar kualitasnya terjamin. Pengawasan
mutu pakan merupakan pemeliharaan produk yang akan diterima atau dibeli oleh
produsen dengan harga yag terjangkau. Pengawasan mutu pakan dapat dilakukan
pada saat produksi telah selesai dilakukan. Pengawasan mutu pakan bertujuan agar produk yang diterima oleh
konsumen terjamin kualitasnya.
Kerapatan
jenis bahan pakan merupakan kerapatan jenis bahan pakan yang diukur dengan
kilogram (kg) perunit volume atau kerapatan jenis bahan pakan merupakan
gambaran berat bahan per unit. Pengukuran kerapatan jenis bahan pakan dapat
dilakukan dengan menggunakan silinder bervolume 1000 ml. Setiap bahan pakan
berbeda jenisnya, perbedaan berat jenis tersebut dapat disebabkan oleh air dan
kepadatan bahan pakan tersebut.
Kerapatan
jenis suatu bahan pakan yang sama dapat sangat bervariasi yang dipengaruhi oleh
ukuran partikel., kandungan air dan kepadatan. Perbedaan kerapatan jenis juga
dapat disebabkan oleh adanya kontaminasi yang sengaja dicampurkan.
Pengujian
kualitas suatu bahan pakan dapat dilakukan secara fisik, kimia, fisiko-kimia,
mikro analisa dan organoleptik. Pengujian dilakukan mengingat adanya variasi
antara bahan pakan. Dua macam bahan pakan secara fisik terlihat sama mungkin
saja kedua bahan pakan tersebut mempunyai komposisi kimia yang berbeda sehingga
analisis secara fisik dan kimia perlu dilakukan.
Pakan ternak memiliki bahan anorganik yang
baik diperiksa, biasanya terdapat cukup besar untuk dipisahkan menggunakan
mikroskop dan dilakukan test secara individual. Untuk melakukan test terhadap
bahan anorganik bisa dilakukan dengan cara penentuan sulfat, klorida, karbonat
dan garam.
Test terhadap adanya bahan anorganik di dalam
bahan pakan atau bahan makanan yang bersifat kualitatif sehingga tidak dapat
ditentukan jumlah bahan anorganik yang berada dalam bahan sampel yang
diperiksa. Terutama pada tepung tulang yang ada terdapat buih yang mengandung
kadar karbonat yang tinggi.
Pada penentuan test terhadap bahan anorganik
sangat bersifat kualitatif sehingga tidak dapat menentukan jumlah bahan
tersebut yang terdapat di dalam bahan makanan atau di bahan pakan ternak.
Teknik produksi pakan ternak adalah serangkaian aktivitas yang melibatkan
sumber daya yang tersedia untuk menghasilkan pakan yang memenuhi standar yang
telah ditetapkan oleh nutrisionist.
Dalam meproduksi pakan ternak ini dapat
dilakukan dengan berbagai cara, pada prinsipnya produk hasil pencampurannya
homogen artinya setelah dilakukan pengujian fisik tampak tercampur merata dan
bila dilakukan analisis dilaboratorium kandungan zat-zat makanannya sesuai
dengan hasil perhitungan yang direncanakan oleh ahli nutrisi.
Dedak
padi terdiri dari kulit ari, menir dan sekam. Jumlah sekam dalam dedak sangat
mempengaruhi kualitas dedak. Dedak padi dengan kandungan sekam yang tinggi
mempunyai kualitas nutrisi yang rendah. Dalam hal ini dilakukan test sekam dengan cara
pengujian secara organoleptik. Pengujian secara organoleptik adalah pengujian
bahan secara subjektif dengan pertolongan panca
indera manusia. Khususnya dengan indera penglihatan digunakan untuk
pengujian yang dapat dilihat dengan mata seperti warna, kilap, kekentalan,
ukuran dan bentuk serta kelainan yang ada pada bahan.
Test
sekam dapat dilakukan dengan menggunakan larutan pholoroglucinol 1%. Sekam dari
dedak padi akan berwarna merah jika terendam dalam larutan phloroglucinol 1%.
Sebaran warna merah menandakan kadar sekam.
Pengujian
kualitas suatu bahan pakan dapat dilakukan secara fisik, kimia dan biologis,
pengujian dilakukan mengingat adanya variasi antara bahan pakan. Dua macam
bahan pakan secara fisik terlihat sama mungkin saja kedua bahan pakan tersebut
mempunyai komposisi kimia yang berbeda sehingga analisis secara fisik dan kimia
perlu dilakukan. Secara fisik pengujian dilakukan secara makroskopik dan
mikroskopik ini dilakukan untuk menganalisis bahan pakan secara fisik dengan
mengunakan mikroskop yang dapat berupa pengamatan meliputi pengamatan tekstur,
bentuk, bau, dan rasa. Teknik mikroskopik mempunyai manfaat yaitu untuk menghindari
terjadinya pemalsuan suatu bahan pakan sehingga dapat diperoleh bahan pakan
yang berkualitas.
Sebaiknya sebelum bahan pakan dibeli terlebih dahulu
diambil sedikit sampel pakan untuk dianalis dilaboratorium makanan ternak,
hasil analisis tersebut kemudian dibandingkan dengan kandungan nutrisi standar.
Selain itu sample bias diambil dibeberapa tempat dan dicium, bila sample
tersebut berbau tengik atau tidak sedap lagi dan terdapat jamur pada bahan
pakan, itu menandakan bahwa bahan pakan tersebut sudah tidak bagus lagi atau
tidak berkualitas dijadikan suatu bahan pakan.
1.2
Tujuan dan Manfaat
Tujuan
dari praktikum ini adalah mengetahui
kerapatan jenis bahan pakan yang digunakan dan mengetahui cara pengukuran
kerapatan bahan pakan dan agar mahasiswa mengetahui bagaimana kualitas bahan
baku dari berbagai bahan yang digunakan sebagai pakan ternak. tujuan dari
praktikum kadar alfatoksin dan test sekam adalah agar mahasiswa mengetahui kadar sekam pada suatu bahan pangan dan apakah bahan
pangan tersebut mengandung bahan campuran lain serta membandingkan warna sekam
dan dedak sesuai dengan standar yang telah dicampur dalam larutan
phloroglucinol 1%. Dan agar mahasiswa mengetahui bagaimana
perbedaan suatu bahan pakan, kerapatan jenis suatu bahan pakan tersebut dan
kualitas suatu bahan pakan yang di uji melalui metode penyaringan dan kadar
alfatoksin. Pada test terhadap bahan anorganik adalah untuk
mengetahui adanya kadar sulfat dan menentukan kadar karbonat serta cara
menentukan kadar garam pada pakan ternak. Sedangkan tujuan dari pengenalan
terhadap peralatan pabrik pakan ternak yaitu supaya para praktikan mengetahui
kapasitas, merek, cara kerja, prinsip, bentuk dan fungsi dari peralatan pabrik
pakan ternak tersebut.
Sedangkan
manfaatnya adalah dapat mengetahui secara langsung cara menentukan kerapatan
bahan (bulk density) sehingga praktikan mengetahui toko yang menjual bahan
pakan yang berkualitas baik dilihat dari kerapatan bahannya. Dan praktikan
dapat mengetahui kualitas bahan baku dari berbagai bahan yang digunakan sebagai
pakan ternak. Dan praktikan dapat menilai sekam yang berkualitas baik sehingga
dapat diberikan pada ternak secara realistis. Dan mengetahui kadar air yang
terdapat pada suatu bahan pakan, persentase biji pecah, biji rusak, biji mati,
biji berjamur, dan benda asing atau kontaminasi dengan kotoran. praktikan mendapat suatu
pelajaran mengenai cara dan bahan mana yang terdapat kadar sulfur, kadar
klorida, kadar karbonat dan kadar garam dari bahan pakan, serta mengetahui
peralatan pabrik pakan ternak yang biasa digunakan untuk pembuatan pakan secara
umum.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
Adriyanti (2005) Pengujian mutu suatu produk
didefinisikan sebagai gabungan sifat-sifat yang khas yang terdapat dalam suatu
produk serta berpengaruh secara nyata terhadap penentuan derajat peneriamaan
produk kekonsumen.
Allen (2000) mengatakan
bahwa kualitas dedak halus sangat rendah karena dedak halus mengandung sulfat.
Allen (2001) bahwa dedak padi adalah sisa penggilingan
atau penumbukan padi. Bahan makanan tersebut sangat populer dan banyak sekali
digunakan dalam ransum ternak.
Anggorodi (2000)
menyatakan bahwa tepung tulang merupakan sumber kalsium dan fosfor yang baik
akan tetapi protein dalam tepung yang diukur mutunya sangat rendah karena kandungan
gelatinnya tinggi, dan tepung tulang ini juga mengandung karbonat.
Anggorodi ( 2007 ) bahwa Angka yang
didapatkan dari bulk density apabila dibawah dan diatas dianggap tidak bagus,
tetapi apabila tepat dan mendekati dengan angka yang ditentukan, maka bahan
pakan tersebut bagus.
Anggorodi. HR, ( 2001 ) yang
menyatakan bahwa aflatoksin jarang terdapat pada tingkatan yang benar-benar
toksik terhadap ternak. Gejala menahun akibat menelan aflatoksin kurang dari 1
ppm selama 1 minggu/lebih menimbulkan menurunnya pertumbuhan/produksi telur,
gangguan fungsi hati, pengikisan lapisan traktus gastro-intestinalis, kerdil
dan kadang kala cacat.
Anshory (2007), yang menyatakan
bahwa kerapatan bahan pakan merupakan perbandingan antara berat dan volume
bahan dan biasanya standar mutu bahan pakan sudah ditentukan sesuai dengan
standarnya masing-masing.
Anshory ( 2007 ) bahwa Pakan ternak
terdiri dari sumber protein, sumber energi, dan sumber mineral, bahan – bahan
tersebut tercampur secara homogen membentuk komposisi ransum yang akurat.
Atmadirdja, B. (2006) Senyawa garam adalah senyawa
yang terbentuk oleh unsur logam dan radikal (sisa asam). Radikal adalah ion
yang berasal dari senyawa asam yang ditinggalkan oleh ion H (atom H). Senyawa
ini termasuk kedalam senyawa anorganik. Senyawa anorganik adalah senyawa yang
bukan berasal dari makhluk hidup.
Bambang (2004) Bahan yang mengandung
klorida akan tampak endapan yang larut dan endapan putih akan hilang setelah
diberi larutan amonium hidroksida.
Bambang Agus Murtidjo (2000) yang menyatakan bahwa
berdasarkan kegunaanya bahan baku pakan ternak unggas di bagi atas 5 golongan
yaitu, bahan baku sumber protein, bahan baku sumber energi, bahan baku sumber
Vitamin, bahan baku sumber mineral, serta feed supplement.
Buckle (2000), menyatakan bahwa jumlah sekam dalam dedak
sangat mempengaruhi kualitas dedak, dedak padi dengan kandungan sekamnya yang
tinggi mempunyai kualitas nutrisi yang rendah.
Desrosier (2001) Terlalu banyak
garam akan menyebabkan retensi air sehingga, menimbulkan udema dan garam juga
merangsang sekresi saliva serta berperan dalam penghambat selektif pada
mikroorganisme pencemar tertentu.
Fairfield (2003) Kualitas ransum
yang dihasilkan tidak akan lebih baik dari bahan baku penyusunnya.
Khajarern, dkk. (2007) Bervariasinya
kualitas bahan baku disebabkan oleh variasi alami (natural variation),
pengolahan (processing), pencampuran (adulteration) dan penurunan kualitas (
damaging and deterioration).
Kuncoro
(2002) Zat-zat mineral
didalam tubuh mahluk hidup terdapat sebagai senyawa organik atau anorganik
yaitu natrium klorida, kalsium fosfat, kalsium karbonat (organik)
terdapat sebagai larutan garam berion atau elektrolit dalam cairan tubuh atau
sebagai kristal dalam bagian bagian struktural.
Murtidjo (2000) bahwa Dedak padi,
tepung ikan dan bungkil kelapa tidak mengandung garam.
Nahm (2000) bahwa jumlah sampel yang diambil akan sangat
berpengaruh terhadap tingkat repsentatif sampel, jumlah sampel yang diambil
tergantung dari kebutuhan untuk evaluasi dan jumlah bahan yang diambil
sampelnya sehingga setiap sampel akan berbeda.
Parning, M, (2000) menyatakan bahwa
aflatoksin merupakan jenis racun yang diproduksi oleh jamur Aspergillus
favus dan Aspergillus parasiticus,. Jamur ini hidup pada kadar air
tinggi, suhu tinggi dan kelembaban tinggi.Racun jenis ini merupakan produk dari
metabolit sekunder.
Rivai. (2003)
menyatakan bahwa Barium
klorida 5% dan asam hidroklorida umumnya digunakan untuk menguji adanya sulfur
pada bahan baku pakan dan pakan jadi hal ini menunjukkan adanya endapan
berwarana putih.
Santoso, (2007), yang menyatakan
bahwa pengukuran kerapatan jenis bahan baku dapat dilakuakan dengan menimbang
sejumlah berat bahan yang ditakar dengan suatu kotak berukuran 1 meter atau
tabung silinder dengan volume 1000 ml.
Sarwono (1997), yang menyatakan
bahwa pengawasan mutu adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengawasi pembuatan
dan peredaran bahan baku pakan dengan tujuan agar pakan yang dibuat dan
diedarkan memenuhi standar mutu sesuai dengan yang telah ditetapkan.
Sarwono (2007), yang menyatakan
bahwa kerapatan jenis yaitu kontrol infentaris digudang yang berguna dalam
proses penanganandan pencampuran bahan pada saat akan dimasukkan kemixer.
Siregar, S. ( 2001 ) bahwa Setiap kerapatan jenis bahan pakan
berbeda, hal ini disebabkan oleh kandungan air yang terdapat didalamnya dan
ukuran dari bahan pakan tersebut.
Soekardi (2001) berpendapat bahwa sekam merupakan hasil ikutan penumbukan padi, penggunaan
dalam ransum sebaiknya tidak boleh berlebihan karena sekam mempunyai daya cerna
yang sangat rendah.
Soeradji (2004) yang menyatakan bahwa dedak lunteh dapat
merupakan hasil ikutan penumbukan padi dengan kandungan protein sekitar 9,5%.
Dedak lunteh kaya akan thiamin dan kandungan niasinnya yang sangat tinggi.
Dedak lunteh cukup enak jika dikonsumsi segar.
Sutardi (2002) mengatakan
bahwa hasil penelitian disamping penambahan karbon, hydrogen, oksigen, dan
sulfur sebagai unsur-unsur penting yang tergabung dalam persenyawaan kimia
organik untuk tubuh manusia dan hewan.
Zulpan (2004) Apabila
bahan yang mengandung karbonat apabila ditambahkan dengan asam hidroklorida dan
aquades akan terbentuk buih-buih putih namun bila bahan tersebut tidak terdapat
karbonat tidak akan terbentuk buih-buih putih.
BAB
III
MATERI
DAN METODA
3.1
Waktu dan Tempat
Adapun waktu pelaksanaan Praktikum Industri Makanan
Ternak dilaksanakan setiap hari Rabu, mulai Tanggal 29
Oktober 2014 sampai 12 November 2014, pada pukul 15.00 WIB s/d selesai di laboratorium Industri Makanan Ternak
Gedung C Fakultas Peternakan Universitas Jambi.
3.2
Materi
Adapun Alat dan Bahan yang
digunakan adalah nampan, silinder 250 ml, timbangan, mistar, Ayakan 4 mesh, timbangan, lampu ultraviolet, jagung,
dedak, tepung jagung, tepung ikan, bungkil kelapa, bungkil kedelai, cawan petri, pengaduk (sendok), spuit, phloroglucinol,
HCL pekat, Ethanol dan Aquades, tepung kedele mentah. larutan barium klorida (5
%), asam hidroklorida (1 : 1), perak nitrat (5 %), asam nitrat (1 : 2) dan (1 : 1), ammonium hidroksida (1 : 1),
aquades, sodium nitrat standar (0, 0,1, 0,2 dan 0,3 %), timbangan, batang pengaduk,
urea phenol red , beaker glass, steambath, kertas saring whatman No. 4, pipet
tetes, vibrator ball mill, sampel yang akan diuji, alat tulis.
3.3
Metoda
Kerapatan
Bahan (Bulk Density)
Metoda yang dilakukan pada praktikum
Kerapatan Bahan ( Bulk Density ) adalah siapkan alat-alat yang dibutuhkan. Lalu
tuangkan bahan yang akan diukur diatas nampan. Aduk bahan secara merata dengan
seksama. Kemudian ratakan bahan dalam wadah tadi dengan mistar. Bagi sampel
kedalam 4 bagian dengan metode quartering. Masukkan bahan kedalam silinder yang
berukuran 250 ml hingga rata. Setelah itu, keluarkan bahan dari silinder dan
tentukan berat bahan dengan timbangan. Tentukan bulk density bahan
(gram/liter). Lakukan pengukuran sebanyak 4 kali dan tentukan nilai kerapatan
jenis yang diperoleh. Terakhir, masukkan nilai kedalam table dan bandingkan
dengan table bulk density bahan pakan.
Kualitas Bahan Baku
Metoda yang di
gunakan dalam metode penyaringan yaitu timbang 100 gram jagung kemudian
pisahkan biji yang pecah, rusak, mati, benda asing atau kotoran dan berjamur.
Lalu timbang masing-masing komponen dan hitung jumlah relatifnya terhadap berat
awal.
Metoda yang di
gunakan dalam menentukan kadar aflatoksin yaitu siapkan jagung utuh sebanyak
800 gram, letakkan dalam nampan segi empat secara merata, letakkan lampu ultra
violet di atas nampan dan hitung jumlah partikel jagung yang berpendar seperti
kunang – kunang.
Test Sekam
Metoda
yang dilakukan pada praktikum yakni : Test sekam dapat dilakukan dengan larutan
pholoroglucinol 1%. Sekam dari dedak padi akan berwarna merah jika terendam dalam larutan phloroglucinol
1%. Sebaran warna merah menandakan kadar sekam. Adapun Cara kerja test sekam dengan
larutan phloroglucinol 1% adalah
siapkan sampel standar sekam 10%, 15% dan 20% timbang masing-masing satu gram,
selanjutnya siapkan sampel dedak padi dan timbang masing-masing satu gram,
letakkan masing-masing sampai dalam cawan petri secara merata, didalam waktu
hampir bersamaan, masing-masing sampel diberi lautan phloroglucionol 1% dengan
spuitt plastik sebanyak 5 ml. Kemudian goyang-goyangkan cawan petri hingga sampai bercampur dengan phloroglucinol 1%
secara merata. Tunggu 10 menit, amati
warnanya, bandingkan dengan sampai standar yang ada. Kadar sekam yang
direkomendasikan maksimal 20%.
Cara
membuat larutan phloroglucinol 1% adalah Timbang phloroglucinal 25 gram,
tambahkan HCl pekat 180 gram dan ethanol 500 ml dan tambahkan aquades sampai
2,5 liter. Kemudian, larutan phloroglucinol 1% yang sudah jadi kemudian
disimpan dalam botol gelap dan siap pakai. Jika berubah jadi warna merah ,
larutan telah rusak dan tidak akurat lagi. Antisipasinya buat larutan sesuai
kebutuhan.
Test Terhadap Bahan Anorganik
Adapun cara kerja dalam menentukan
kadar sulfat ialah letakkan sampel yang diuji pada cawan petri dan teteskan
asam hidroklorida 2 – 3 tetes, ditambah 1 – 2 tetes barium klorida, dan jika
terbentuk endapan putih maka bahan tersebut mengandung sulfat.
Cara kerja dalam
menentukan kadar klorida yakni masukkan
1-2 gram sampel yang diuji kedalam
beaker glass 100 ml dan tambahkan 30 ml asam nitrat. Aduk dan biarkan
2-3 menit. Masukkan 2-3 tetes larutan no. 1 kedalam cawan petri dan tambahkan
2-3 tetes perak nitrat. Akan terbentuk endapan berwarna putih. Untuk menguji
hasil yang didapatkan, tambahkan 3-5 tetes ammonium hidroksida, endapan akan
larut dan endapan putih akan hilang.
Cara kerja dari uji
karbonat adalah ambil sampel yang diuji dan letakkan pada cawan petri kemudian
basahi dengan aquades dan ditambahkan 4 – 5 tetes asam hidroklorida dingin lalu
panaskan dengan steambath, dan perhatikan buih yang berwarna putih.
Cara kerja dalam
menentukan kadar garam yaitu timbang 1 gram sampel dan 100 ml aquades. Aduk dan
saring dengan kertas whatman no. 4. Pipet 1 ml larutan standat dan tambahkan 8
ml larutan asam nitrat. Aduk dan tambahkan 1 ml larutan perak nitrat. Aduk dan
bandingkan hasil test terhadap sampel dengan sampel standar. Hasil test dapat
dibaca dalam waktu 5 menit.
Test
Aktivitas Urease
Metoda dalam praktikum ini ialah : sesuaikan larutan urea
phenol red menjadi warna kuning sawo (spt warna lampu lalu lintas) dengan 0,1 N
asam sulfuric. Tempatkan 1 sendok teh campuran bungkil kedelai standar (1, 3,
5, 7, 9, 11% tepung kacang kedelai mentah) dan bungkil kacang kedelai yang akan
diuji kedalam beberapa cawan petri. Masukkan sampel yang diuji dibagian tengah.
Tambahkan 5-8 tetes phenol red solution yang berwarna kuning sawo. Aduk
perlahan sampai mengembang dan membasahi sampel pada cawan. Biarkan selama 5
menit dan bandingkan bungkil kacang kedelai (sampel) yang diuji dengan sampel
bungkil kacang kedelai standar.
Fraksinasi
Bahan Makanan Ternak
Metoda yang digunakan dalam praktikum ialah : Yakinkan
bahwa saringan saringan (sieve) pada alat penggoyang sudah bersih dan terpasang
dengan baik sesuai ukuran lobangnya (disusun secara berurutan mulai dari yang
paling kasar). Hubungkan kabel ke sumber listrik secara benar. Timbang
masing-masing bahan sebanyak 300 gram. Masukkan secara perlahan-lahan bahan
yang telah ditimbang tersebut kedalam saringan yang paling atas. Hidupkan alat
penggoyang selam 15 menit dengan kecepatan 35 rpm. Tampung bahan yang ada pada
setiap saringan kemudian ditimbang, serta catat berat masing-masing pada tabel
yang disediakan.
BAB IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Bulk Density (kerapatan bahan)
Kerapatan jenis (bulk density) suatu
bahan pakan menggambarkan berat bahan per unit volume. Kerapatan jenis
diekspresiakn dengan satuan berat (kg) per unit volume (meter kubik atau
liter). Pengukuran dilakukan dengan menimbang sejumlah berat bahan yang ditakar
dengan suatu kotak berukuran 1 meter kubik (m3) atau tabung (silinder) dengan volume 1000 mL. Kerapatan jenis suatu bahan pakan
yang sama dapat sangat bervariasi yang dipengaruhi oleh ukuran partikel,
kandungan air, dan kepadatan. Perbedaan kerapatan jenis juga dapat disebabkan
adanya bahan subalan atau kontaminan yang sengaja dicampurkan.
Berikut hasil yang diperoleh pada
praktikum kerapatan bahan (bulk density):
Tabel
1. Bulk density bahan yang diuji
Kel.
|
Bahan Pakan
|
Bulk Density
(gram/liter)
|
Keterangan
|
1
|
Jagung
|
753,2
|
Tidak Bagus
|
Tepung Ikan
|
545,1
|
Tidak Bagus
|
|
2
|
Jagung
|
741
|
Tidak Bagus
|
Bungkil Kedelai
|
674
|
Tidak Bagus
|
|
3
|
Jagung
|
820,9
|
Tidak Bagus
|
Bungkil Kelapa
|
464,5
|
Tidak Bagus
|
|
4
|
Jagung
|
728,7
|
Tidak Bagus
|
Dedak
|
672,8
|
Tidak Bagus
|
|
5
|
Jagung
|
772
|
Tidak Bagus
|
Tepung Jagung
|
653,8
|
Tidak Bagus
|
Dari
praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan bahwa setelah semua jenis sampel
diuji kadar kerapatan jenisnya (bulk density) hasilnya sangat bervariasi. Akan
tetapi semua bahan tersebut setelah dibandingkan dengan table standar bulk
density hasilnya tidak ada yang sesuai (kualitas rendah). Hal tersebut
kemungkinan dipengaruhi oleh ukuran partikel, kandungan air, dan kepadatan. Perbedaan
kerapatan bahan baku tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti lama
penyimpanan, suhu tempat penyimpanan, kelembaban, dan pemalsuan.
Suatu bahan pakan yang dipalsukan, maka kepadatan bahan bakunya akan berbeda,
misalnya bungkil kelapa dapat dipalsukan dengan menambah kulit, urea, dan
pasir. Bahan pakan yang satu dengan bahan pakan yang lainnya. Sesuai dengan
pendapat Siregar, S. ( 2001 ) bahwa Setiap kerapatan jenis bahan pakan berbeda, hal ini disebabkan
oleh kandungan air yang terdapat didalamnya dan ukuran dari bahan pakan
tersebut.
Dari tabel diatas juga dapat diketahui bahwa bahan pakan yang digunakan untuk
praktikum dan ditentukan kerapatan bahannya tidak sesuai dengan standar mutu
yang ditentukan. Hal tersebut terjadi dikarenakan kurang adanya pengawasan mutu
pada bahan pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarwono (2007), yang
menyatakan bahwa pengawasan mutu adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengawasi
pembuatan dan peredaran bahan baku pakan dengan tujuan agar pakan yang dibuat
dan diedarkan memenuhi standar mutu sesuai dengan yang telah ditetapkan.
Kerapatan bahan pakan pada setiap jenis bahan berbeda-beda dan kerapatan jenis
perlu dilakukan berguna untuk mengetahui kerapatan jenis masing-masing bahan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sarwono (2007), yang menyatakan bahwa kerapatan
jenis yaitu kontrol infentaris digudang yang berguna dalam proses penanganandan
pencampuran bahan pada saat akan dimasukkan kemixer.
Setiap bahan yang telah diterima dan ditentukan kerapatan jenisnya maka dapat
dengan jelas diketahui apakah bahan tersebut karapatan bahannya bagus atau
jelek. Hal ini sesuai dengan pendapat Anshory (2007), yang menyatakan bahwa
kerapatan bahan pakan merupakan perbandingan antara berat dan volume bahan dan
biasanya standar mutu bahan pakan sudah ditentukan sesuai dengan standarnya
masing-masing. Dan pendapat Santoso, (2007), yang menyatakan bahwa pengukuran
kerapatan jenis bahan baku dapat dilakuakan dengan menimbang sejumlah berat
bahan yang ditakar dengan suatu kotak berukuran 1 meter atau tabung silinder
dengan volume 1000 ml.
Dari bahan pakan yang digunakan
dalam praktikum bulk density, tidak ada satupun bahan pakan yang berkualitas
baik, karena angka dari bulk density yang diperoleh tidak sama atau mendekati
angka yang ada di tabel yang telah ditentukan. Sesuai dengan pendapat Anggorodi
( 2007 ) bahwa Angka yang didapatkan dari bulk density apabila dibawah dan
diatas dianggap tidak bagus, tetapi apabila tepat dan mendekati dengan angka
yang ditentukan, maka bahan pakan tersebut bagus.
Setiap
bahan pakan yang telah diterima dan dibulk density, maka kerapatannya dapat
diketahui dan disimpulkan apakah bagus atau tidak. Karena bahan pakan merupakan
sesuatu yang dimakan oleh ternak yang mengadung sumber protein, energi, mineral
dan sebagainya yang memenuhi hidup ternak. Sesuai dengan pendapat Anshory (
2007 ) bahwa Pakan ternak terdiri dari sumber protein, sumber energi, dan
sumber mineral, bahan – bahan tersebut tercampur secara homogen membentuk
komposisi ransum yang akurat.
4.2 Kualitas Bahan Baku
Langkah awal program penjaminan
kualitas (Quality Assurance) ialah melalui pengawasan mutu ( Quality Control).
Pengawasan mutu dilakukan pada setiap aktivitas dalam menghasilkan produk
dimulai dari bahan baku, proses produksi hingga produk akhir. Bahan baku yang
digunakan sebagai input dalam industri pakan ternak diperoleh dari berbagai
sumber, mempunyai kualitas yang sangat bervariasi. Bervariasinya kualitas bahan
baku disebabkan oleh variasi alami (natural variation), pengolahan
(processing), pencampuran (adulteration) dan penurunan kualitas ( damaging and
deterioration) (Khajarern, dkk. 2007).
Variasi alami dan pengolahan bahan
baku dapat menyebabkan kandungan zat makanan yang berbeda. Bahan baku sering
terkontaminasi atau sengaja dicampur dengan benda-benda asing dapat menurunkan
kualitas sehingga perlu dilakukan pengujian secara fisik untuk menentukan
kemurnian bahan. Penurunan kualitas bahan baku dapat terjadi karena penanganan,
pengolahan atau penyimpanan yang kurang tepat. Kerusakan dapat terjadi karena
serangan jamur akibat kadar air yang tinggi, ketengikan dan serangan serangga.
Pengawasan mutu bahan baku harus dilakukan secara ketat saat penerimaan dan
penyimpanan. Pemilihan dan pemeliharaan kualitas bahan baku menjadi tahap
penting dalam menghasilkan ransum yang berkualitas tinggi. Kualitas ransum yang
dihasilkan tidak akan lebih baik dari bahan baku penyusunnya (Fairfield, 2003).
Pengawasan bahan baku dimulai dari saat pembelian dan penerimaan.
Pemeriksaan bahan baku bentuk butiran dapat dilakukan dengan pemeriksaan kadar
air, persentase biji pecah, biji mati, biji rusak, biji berjamur, dan benda
asing atau kotoran dan kadar aflatoksin bahan.
a. Metode Penyaringan
Jumlah biji jagung yang pecah,
rusak, mati, berjamur, dan kotoran bisa diuji secara langsung dengan memisahkan
bagian-bagian tersebut. Timbang masing-masing komponen dan hitung jumlah
relatifnya terhadap berat awal. Biji yang berjamur tidak boleh lebih dari 5%,
total screen test tidak boleh lebih dari 15%. Ulangi dengan cara yang sama
sebbanyak 3 kali.
Berikut hasil yang diperoleh pada
pengujian biji jagung dengan metode penyaringan.
Table 2. Hasil pengujian berupa biji
jagung yang pecah, rusak, mati, kotoran dan jamur
No.
|
Bahan yang ditest
|
Pecah
|
Rusak
|
Mati
|
Kotoran
|
Jamur
|
1
|
Jagung (Sungai Duren)
|
9 gr
|
14 gr
|
7 gr
|
10 gr
|
-
|
2
|
Jagung (Simpang Rimbo)
|
2,6 gr
|
5 gr
|
2 gr
|
1,2 gr
|
2 gr
|
3
|
Jagung (Tugu Juang)
|
7,9 gr
|
3,4 gr
|
3,3 gr
|
1,8 gr
|
-
|
4
|
Jagung (Talang Banjar)
|
11,9 gr
|
17 gr
|
10,6 gr
|
9 gr
|
-
|
5
|
Jagung (Simpang Kawat)
|
1 gr
|
1,2 gr
|
-
|
0,6 gr
|
5,3 gr
|
Pada metode penyaringan setelah
dilakukan pengamatan dengan memisahkan jagung utuh menurut komponennya
masing-masing. Pada kelompok 5, jagung yang berjamur melebihi 5%, hal tersebut
berarti kualitas jagung tidak bagus. Selain itu, hasil total screen test pada
kelompok 1,3, dan 4 melebihi 15%.. Keadaan ini membuktikan bahwa jagung tidak
baik untuk dikonsumsi karena memiliki kualitas yang buruk.
b. Kadar Aflatoksin
Kadar aflatoksin bisa diestimasi
secara kualitatif dengan bantuan lampu ultraviolet atau juga lampu fluorescent
(biasa dipakai untuk membedakan uang palsu dengan asli di bank. Untuk bisa
mengestimasi kadar aflatoksin pada awalnya harus ada pembanding dari hasil
analisa secara kuantitatif dari laboratorium.
Berikut hasil yang diperoleh pada
estimasi kadar aflatoksin.
Table 3. Kandungan Aflatoksin pada jagung yang diuji
Bahan
yang diuji
|
Hasil
|
Keterangan
|
Jagung (Sungai Duren)
|
10 ppb
|
Baik
|
Jagung(Simpang Rimbo)
|
19 ppb
|
Baik
|
Jagung (Tugu Juang)
|
12 ppb
|
Baik
|
Jagung (Talang Banjar)
|
6 ppb
|
Baik
|
Jagung (Simpang Kawat)
|
8 ppb
|
Baik
|
Pada pengamatan kadar aflatoksin
dapat diketahui bahwa sampel yang digunakan yaitu jagung memiliki kualitas yang
baik. Level aflatoksin jagung yang masih dapat ditoleransi adalah maksimum 150
ppb. Jagung yang memiliki kadar aflatoksin yang baik dapat dikonsumsi oleh
ternak tanpa adanya bahaya atau gangguan yang akan merugikan ternak itu
sendiri. Apabila kadar aflatoksin tidak baik, hal ini dapat merugikan ternak
yang mengkonsumsi pakan tersebut sebab aflatoksin merupakan racun yang dapat
membahayakan dan dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi
ternak tersebut.
Anggorodi. HR, ( 2001 ) yang
menyatakan bahwa aflatoksin jarang terdapat pada tingkatan yang benar-benar
toksik terhadap ternak. Gejala menahun akibat menelan aflatoksin kurang dari 1
ppm selama 1 minggu/lebih menimbulkan menurunnya pertumbuhan/produksi telur,
gangguan fungsi hati, pengikisan lapisan traktus gastro-intestinalis, kerdil
dan kadang kala cacat
Jagung yang tidak baik atau
kualitasnya buruk karena pengaruh dari kelembaban atau suhu yang tidak bersahabat
yang dapat menimbulkan racun atau aflatoksin yang merugikan yang berasal dari
genus Aspergillus.
Parning, M, (2000) menyatakan bahwa
aflatoksin merupakan jenis racun yang diproduksi oleh jamur Aspergillus
favus dan Aspergillus parasiticus,. Jamur ini hidup pada kadar air
tinggi, suhu tinggi dan kelembaban tinggi.Racun jenis ini merupakan produk dari
metabolit sekunder.
4.3 Test Sekam
Setelah
dilakukan pengamatan terhadap dedak yang dilakukan dengan larutan
pholoroglucinol 1%. Sekam dari dedak padi akan berwarna merah jika terendam dalam larutan phloroglucinol
1%. Sebaran warna merah menandakan kadar sekam. Setelah melaksanakan praktikum
didapat hasil sebagai berikut :
Tabel
4. Hasil test sekam
NO
|
KELOMPOK
|
TEST SEKAM
|
1
|
I
|
10 %
|
2
|
II
|
10 %
|
3
|
III
|
10 %
|
4
|
IV
|
10 %
|
5
|
V
|
10 %
|
Kadar sekam dalam dedak padi adalah 10%. Berdasarkan
hasil praktikum yang telah dilaksanakan, maka diperoleh hasil yaitu pada bahan
(dedak padi) yang dibeli memiliki atau tergolong ke dalam standar bahan test
sekam yaitu 10% yang berarti bahan pakan tersebut memiliki kualitas yang cukup
baik, karena mengandung sekam. Hal
ini sesuai dengan pendapat Buckle (2000), menyatakan bahwa jumlah sekam dalam
dedak sangat mempengaruhi kualitas dedak, dedak padi dengan kandungan sekamnya
yang tinggi mempunyai kualitas nutrisi yang rendah.
Sekam yang telah di uji sesuai dengan standar yang
diinginkan yaitu 10%, 15% dan 20% memiliki perbedaan warna secara organoleptik.
Menurut Nahm (2000) bahwa
jumlah sampel yang diambil akan sangat berpengaruh terhadap tingkat repsentatif
sampel, jumlah sampel yang diambil tergantung dari kebutuhan untuk evaluasi dan
jumlah bahan yang diambil sampelnya sehingga setiap sampel akan berbeda.
Hasil yang diperoleh dalam kenyataannya adalah pada
sampel 10% berwarna merah bata dan mendekati warna sampel standar. Dalam
pengertian sekam, Soekardi (2001) berpendapat bahwa sekam merupakan hasil ikutan penumbukan padi, penggunaan
dalam ransum sebaiknya tidak boleh berlebihan karena sekam mempunyai daya cerna
yang sangat rendah.
Dedak
padi terdiri dari kulit ari, menir dan sekam. Jumlah sekam dalam dedak sangat
mempengaruhi kualitas dedak. Dedak padi dengan kandungan sekam yang tinggi
mempunyai kualitas nutrisi yang rendah. Menurut pendapat Allen (2001) bahwa dedak padi adalah sisa penggilingan
atau penumbukan padi. Bahan makanan tersebut sangat populer dan banyak sekali
digunakan dalam ransum ternak. Ditinjau dari mutunya dedak padi dibagi dalm
tiga kelas yaitu dedak kasar, dedak lunteh dan bekatul. Ditambahkan pula oleh
Soeradji (2004) yang menyatakan bahwa dedak lunteh dapat merupakan hasil ikutan
penumbukan padi dengan kandungan protein sekitar 9,5%. Dedak lunteh kaya akan
thiamin dan kandungan niasinnya yang sangat tinggi. Dedak lunteh cukup enak
jika dikonsumsi segar. Tetapi bahan pakan tersebut sering tengik dalam
penyimpanannya. Hal ini disebabkan kandungan minyak yang terdapat pada dedak
tersebut tinggi. Dedak lunteh sangat berubah ubah dalam kandungan serat
kasarnya. Hal itu tergantung dari perbandingan kulit yang ada pada dedak
tersebut. Terkadang dedak itu pun sering dipalsukan dengan dedak kasar yang
digiling sampai halus. Dedak lunteh yang sebenarnya adalah terasa lebih kenyal
dari pada dedak kasaryang digiling halus. Selain itu ukuran berat dedak lunteh
lebih tinggi bila ditimbang dalam satu tabung yang sama besar volumnya.
Kualitas bahn pakan tersebut sangat perlu diperhatikan oleh peternak dalam
pemberian kepada ternak yang dipelihara.
Jika
kualitas dari bahan pakan rendah maka akan berdampak buruk bagi ternak yang
diberikan pakan tersebut. Ternak (unggas) yang mana dalam ransumnya memperoleh
karbohidrat berlebihan maka oleh tubuh akan dirubah menjadi lemak. Agar ternak
memperoleh produksi yang baik maka ternak tersebut harus memperoleh nutrisi
atau gizi yang baik pula. Hal ini sesuai dengan pendapat Bambang Agus Murtidjo (2000) yang menyatakan bahwa
berdasarkan kegunaanya bahan baku pakan ternak unggas di bagi atas 5 golongan
yaitu, bahan baku sumber protein, bahan baku sumber energi, bahan baku sumber
Vitamin, bahan baku sumber mineral, serta feed supplement.
4.4 Test Terhadap Bahan Anorganik
Sulfat
Dari hasil praktikum yang telah dilaksanakan, maka
diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 5. Hasil Pengamatan Kadar
Sulfat
No
|
Kelompok
|
Bahan
Pakan
|
Hasil
|
Keterangan
|
1
|
I
|
Tepung
Ikan
|
Ada
Endapan Putih
|
Ada
Sulfat
|
2
|
II
|
Bungkil
Kedelai
|
Ada
Endapan Putih
|
Ada
Sulfat
|
3
|
III
|
Bungkil
Kelapa
|
Ada
Endapan Putih
|
Ada
Sulfat
|
4
|
IV
|
Dedak
|
Ada
Endapan Putih
|
Ada
Sulfat
|
5
|
V
|
Jagung
Halus
|
Ada
Endapan Putih
|
Ada
Sulfat
|
Dari tabel tersebut dapat
dilihat bahwa bahan yang diuji tersebut mengandung sulfat. Hal ini sesuai
dengan pendapat Allen (2000) mengatakan bahwa kualitas dedak halus sangat
rendah karena dedak halus mengandung sulfat.
Lain halnya dengan
Sutardi (2002) mengatakan bahwa hasil penelitian disamping penambahan karbon,
hydrogen, oksigen, dan sulfur sebagai unsur-unsur penting yang tergabung dalam
persenyawaan kimia organik untuk tubuh manusia dan hewan.
Rivai. (2003)
menyatakan bahwa Barium
klorida 5% dan asam hidroklorida umumnya digunakan untuk menguji adanya sulfur
pada bahan baku pakan dan pakan jadi hal ini menunjukkan adanya endapan
berwarana putih.
Klorida
Adapun cara kerja dalam
menentukan kadar klorida yakni masukkan
1-2 gram sampel yang diuji kedalam
beaker glass 100 ml dan tambahkan 30 ml asam nitrat. Aduk dan biarkan
2-3 menit. Masukkan 2-3 tetes larutan no. 1 kedalam cawan petri dan tambahkan
2-3 tetes perak nitrat. Akan terbentuk endapan berwarna putih. Untuk menguji
hasil yang didapatkan, tambahkan 3-5 tetes ammonium hidroksida, endapan akan
larut dan endapan putih akan hilang.
Bahan yang mengandung klorida akan
tampak endapan yang larut dan endapan putih akan hilang setelah diberi larutan
amonium hidroksida. (Bambang. 2004).
Zat-zat mineral
didalam tubuh mahluk hidup terdapat sebagai senyawa organik atau anorganik
yaitu natrium klorida, kalsium fosfat, kalsium karbonat (organik) terdapat
sebagai larutan garam berion atau elektrolit dalam cairan tubuh atau sebagai
kristal dalam bagian bagian struktural. (Kuncoro. 2002)
Test terhadap kadar
klorida tidak dilakukan, dikarenakan keterbatasan alat dan bahan yang digunakan
untuk mengetahui kadar klorida pada bahan.
Karbonat
Adapun cara kerja dari
uji karbonat adalah ambil sampel yang diuji dan letakkan pada cawan petri
kemudian basahi dengan aquades dan ditambahkan 4 – 5 tetes asam hidroklorida
dingin lalu panaskan dengan steambath, dan perhatikan buih yang berwarna putih.
Akan tetapi karena
keterbatasan alat dan bahan, baka uji bahan terhadap bahan klorida tidak
dilakukan.
Pada bahan yang telah
diteteskan dengan asam hidroklorida (1 : 1) dan aquades sebanyak 4 tetes
terdapat buih yang berwarna putih hal tersebut menandakan berarti bahan tersebut mengandung karbonat. Hal
ini sesuai dengan pendapat Anggorodi (2000) menyatakan bahwa tepung tulang
merupakan sumber kalsium dan fosfor yang baik akan tetapi protein dalam tepung
yang diukur mutunya sangat rendah karena kandungan gelatinnya tinggi, dan
tepung tulang ini juga mengandung karbonat.
Menurut Zulpan (2004) Apabila
bahan yang mengandung karbonat apabila ditambahkan dengan asam hidroklorida dan
aquades akan terbentuk buih-buih putih namun bila bahan tersebut tidak terdapat
karbonat tidak akan terbentuk buih-buih putih.
Garam
Senyawa garam adalah senyawa
yang terbentuk oleh unsur logam dan radikal (sisa asam). Radikal adalah ion
yang berasal dari senyawa asam yang ditinggalkan oleh ion H (atom H). Senyawa
ini termasuk kedalam senyawa anorganik. Senyawa anorganik adalah senyawa yang
bukan berasal dari makhluk hidup. (Atmadirdja, B. 2006)
Setelah dilakukan test terhadap bahan, berikut hasil yang
diperoleh :
Tabel
6. Hasil Pengamatan Terhadap Kandungan Garam
Bahan yang diuji
|
Hasil
|
Keterangan
|
Dedak
|
Jernih
|
Tidak Mengandung Garam
|
Tepung Ikan
|
Jernih
|
Tidak Mengandung Garam
|
Setelah sampel (bahan) diberi
perlakuan sesuai prosedur uji terhadap kandungan garam, maka dibandingkan
dengan sampel standar hasilnya ialah sampel terlihat jernih. Hal ini
menunjukkan bahwa dari sampel tidak ditemukan adanya kandungan garam. Sesuai
dengan pendapat Murtidjo (2000) bahwa Dedak padi, tepung ikan dan bungkil
kelapa tidak mengandung garam.
Terlalu banyak garam akan
menyebabkan retensi air sehingga, menimbulkan udema dan garam juga merangsang
sekresi saliva serta berperan dalam penghambat selektif pada mikroorganisme
pencemar tertentu Desrosier (2001).
4.5 Test Aktivitas Urease
Test
aktivitas urease dapat dilakukan dengan menghitung secara kualitatif melalui
konversi urea menjadi gas ammonia yang terdapat pada phenol red
indicator. Urea mengandung protein tinggi sehingga dapat dimasukkan kedalam
bahan makanan sebagai pengganti kacang kedele oleh orang-orang pintar untuk mengelabuhi
para konsumen. Urease adalah berupa enzim yang bekerja terhadap urea yang
menghasilkan karbondioksida dan ammonia.
Tabel 7. Hasil Pengamatan Terhadap
Aktivitas Urease
Bahan
yang diuji
|
Hasil
|
Keterangan
|
Tepung kedelai
mentah + bungkil kedelai (control)
|
Overcooked
|
Tidak ada
perubahan warna
|
Tepung kedelai
mentah + bungkil kedelai 1%
|
Slighly active
|
Sedikit
tersebar warna merah lembayung
|
Tepung kedelai
mentah + bungkil kedelai 3%
|
Slightly
active
|
Sedikit
tersebar warna merah lembayung
|
Tepung kedelai
mentah + bungkil kedelai 5%
|
Active
|
Warna merah
lembayung 50%
|
Tepung kedelai
mentah + bungkil kedelai 7%
|
Very active
|
Warna merah
lembayung 75%
|
Tepung kedelai
mentah + bungkil kedelai 9%
|
Very active
|
Warna merah
lembayung 75%
|
Tepung kedelai
mentah + bungkil kedelai 11%
|
Very active
|
Warna merah
lembayung 75%
|
Indikator.
0.1 gr Tepung kedele mentah + 9.9 gr Tepung bungkil
kedele
0.3 gr Tepung kedele mentah + 9.7 gr Tepung bungkil
kedele
0.5 gr Tepung kedele mentah + 9.5 gr Tepung bungkil
kedele
0.7 gr Tepung kedele mentah + 9.3 gr Tepung bungkil
kedele
0.9 gr Tepung kede le mentah + 9.1 gr Tepung bungkil
kedele
1.1 gr Tepung kedele mentah + 8.9 gr Tepung bungkil
kedele
Bungkil kedele standar
1-11 %, yaitu permukaan partikel yang berwarna merah lembayung jumlahnya
bervariasi.
Namun kandungan metionin dalam bungkil kedelai rendah
sehingga perlu di fortifikasi atau ditambahkan dari luar.Penggunaan bungkil
kedelai dalam ransum non ruminansia dianjurkan tidak melebihi 40%, sedang
kekurangan metionin dapat dipenuhi dari tepung ikan atau metionin buatan
pabrik. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/lokakarya/lklc05-10.pdf
4.6
Fraksinasi Bahan Makanan Ternak
Alat
yang digunakn pada praktikum fraksinasi adalah Vibrator Ball Mill (mesin
penggoyang) yang memiliki saringan (sieve) beberapa tingkatan berdasarkan
ukuran diameter lubang setiap saringan (mash).
Adapun
hasil yang didapatkan dari praktikum fraksinasi bahan makanan ternak dapat dilihat pada tabel.
Tabel
8. Hasil Pengamatan fraksinasi bahan makanan ternak
Bahan
pakan
|
No
saringan
|
Ukuran
Saringan
(mash/mm)
|
Berat
(gram)
|
Tekstur
(halus/kasar)
|
|
gr
|
%
|
||||
Tepung
Ikan
|
1
|
1,0
mm
|
87,5
|
29,17
|
Kasar
|
2
|
600
µm
|
172,1
|
57,36
|
Sedang
|
|
3
|
180
µm
|
40,4
|
13,47
|
Halus
|
|
4
|
<180 m="" span="">180>
|
-
|
-
|
-
|
|
Bungkil
Kedelai
|
1
|
1,0
mm
|
179,2
|
59,7
|
Kasar
|
2
|
600
µm
|
76,8
|
25,6
|
Sedang
|
|
3
|
180
µm
|
31,8
|
10,6
|
Halus
|
|
4
|
<180 m="" span="">180>
|
1
|
8,33
|
Sangat halus
|
|
Bungkil
Kelapa
|
1
|
1,0
mm
|
189,4
|
63
|
Kasar
|
2
|
600
µm
|
32,9
|
11
|
Sedang
|
|
3
|
180
µm
|
35,5
|
12
|
Halus
|
|
4
|
<180 m="" span="">180>
|
8
|
3
|
Sangat halus
|
|
Dedak
|
1
|
1,0
mm
|
116,6
|
38,86
|
Kasar
|
2
|
600
µm
|
110
|
36,6
|
Sedang
|
|
3
|
180
µm
|
65,5
|
21,83
|
Halus
|
|
4
|
<180 m="" span="">180>
|
5,7
|
1,9
|
Sangat halus
|
|
Tepung
Jagung
|
1
|
1,0
mm
|
233,8
|
78
|
Kasar
|
2
|
600
µm
|
29
|
10
|
Sedang
|
|
3
|
180
µm
|
30,8
|
10
|
Halus
|
|
4
|
<180 m="" span="">180>
|
1,4
|
0,5
|
Sangat halus
|
Dari
data diatas dapat diketahui bahwa dari semua bahan pakan yang telah melalui
proses fraksinasi, masing-masing mempunyai berat, fraksi dan tekstur yang
berbeda-beda. Nilai fraksi terbesar 78% oleh tepung jagung dengan berat 233,8
gr, sedangkan nilai fraksi terkecil yaitu bungkil inti sawit dengan nilai
farksi 0,5% dan berat 1,4 gr. Fraksinasi
bahan makanan ternak merupakan salah satu contoh pengujian mutu terhadap bahan
pakan. Pengujian mutu suatu produk didefinisikan sebagai gabungan sifat-sifat
yang khas yang terdapat dalam suatu produk serta berpengaruh secara nyata
terhadap penentuan derajat peneriamaan produk kekonsumen (Adriyanti, 2005
). Menurut pengertian harfiahnya, pengujian ini bertujuan untuk menguraikan
suatu kesatuan bahan menjadi unsur-unsurnya atau untuk menentukan komposisi
kesatuan tersebut.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil Praktikum Industri Makanan Ternak yang telah dilaksanakan maka dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa Setelah mengikuti praktikum Industri Makanan
Ternak (IMT) penulis mengetahui bahwa kualitas bahan yakni sampel (bahan)
yang dibeli dari poultry shop di sekitar jambi kualitasnya masih kurang baik.
Hal tersebut kemungkinan dapat disebabkan oleh adanya bahan subalan atau
kontaminan yang sengaja dicampurkan untuk memperoleh keuntungan. Pemeriksaan
kualitas bahan sangat perlu dilakukan. Pemilihan dan pemeliharaan kualitas
bahan baku menjadi tahap penting dalam menghasilkan ransum yang berkualitas
tinggi. Agar ransum yang diberikan pada ternak kualitasnya baik, maka kita
harus teliti menguji kualitasnya terlebih dahulu. Penulis optimis
jika perusahaan Industri Makanan ternak bisa berdiri di Jambi ini, namun harus
ada penggerak untuk mewujudkan hal ini.Keyakinan ini didasarkan pada kemampuan
praktikan setelah mengikuti praktikum ini,walaupun ada yang kurang maksimal
tapi setidaknya cukup untuk bekal praktikan untuk menghadapi tantangan dunia
Peternakan yang kian berkembang.
5.2 Saran
Adapun saran pada praktikum ini
ialah sebaiknya
dalam melakukan praktikum, praktikan harus bisa serius dalam mengerjakan setiap
pengamatan agar data yang diperoleh lebih akurat. Alat-alat yang digunakan juga
harus lengkap, sehingga waktu yang digunakan bisa efisien. Dan semoga pada
praktikum yang akan datang menjadi lebih baik dan kita semua bisa menjalankan
praktikum ini dengan lebih paham lagi, serta menjaga ketenangan dan kebersihan
lab.
DAFTAR PUSTAKA
Adriyanti.2005.
mutu
dan Kualitas Pakan.UI Press.Jakarta.
Allen.2000. Feed and Food Product : It
Is Not Just Water. Feed Management. Vol
54 (7)
Allen.2001. Feed and Food Product. Feed
Management. Vol 2 (1)
Anggorodi. 2000.. Microscopy : Fast QA to
Characteristics Raw Marerials. Feed
International. October
1988 : 28-29.
Anggorodi. 2007. Sampling Bahan Pakan dan Control Kualitas.
Ayam dan Telur,
No. 100 : 59-60
Anggorodi HR.2001. Sampling Bahan Pakan dan kadar aflatoksin
Anshory.2007. Moisture in Feed and Food
Product : It Is Not Just Water. Feed
Management.
September 1964. Vol 54 (7)
Atmidirdja. 2006. Teknik Pengendalian KEAMANAN Bahan Baku
dan Pakan di
PT. Charoen Pokphan Indonesia.
Balaraja Feed Mill Co. Ltd. Laporan
Magang. Jurusan ilmu Nutrisi dan
Makanan Ternak Fakultas Peternakan
Intitut Pertanian Bogor.
Bambang A, .2000. Sampling Bahan Pakan dan Control Kualitas.
Ayam dan Telur,
No. 100 : 59-60
Bambang .2004. Sampling Bahan Pakan dan Control Kualitas.
Ayam dan Telur,
Buckle. 2000. Purchasing and receiving operation step 1 in
feed quality and mill
profits. Feed and feeding digest.
May 15 Vol. 54 (2).
Desrosier. 2007. Manual of Feed Microscopy and Quality
Control. American
Soybean Association. National
Renderer Association US Feed Grains
Council. Bangkok
Fairfield D.C. 2003. Purchasing and receiving operation step
1 in feed quality and
mill profits. Feed and feeding
digest. May 15 Vol. 54 (2).
Khajerern. J,. D. Sinchermsiri. A. Hanbunchong. And U.
Kanto. 2007. Manual of
Feed Microscopy and Quality Control.
American Soybean Association.
National Renderer Association US
Feed Grains Council. Bangkok
Kuncoro. 2002. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gadjah Mada
University
Press.Jogjakarta.
Murtidjo. 2000. Kriteria Pakan
Berkualitas. Universitas Indonesiaa Press. Jakarta.
Nahm. 2000. The Effect of Diet Particle
Size on Feed Animal Performance.
MF2050. Kansas
state University Reseach and Extension. Manhattan
Parning M. 2000. The Effect of Diet
Particle Size on Feed Animal Performance.
MF2050. Kansas
state University Reseach and Extension. Manhattan
Rivai .2003. Ilmu
Makanan Ternak. Gajah Mada University Press Fakultas Peternakan
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Santoso. 2007. Microscopy : Fast QA to
Characteristics Raw Marerials. Feed
International.
October 1988 : 28-29.
Sarwono. 2007. Teknik Pengendalian KEAMANAN Bahan Baku dan
Pakan di
PT. Charoen Pokphan Indonesia.
Balaraja Feed Mill Co. Ltd. Laporan
Magang. Jurusan ilmu Nutrisi dan
Makanan Ternak Fakultas Peternakan
Intitut Pertanian Bogor.
Siregar. S. 2001. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gadjah Mada University
Press.Jogjakarta.
Soehardi. 2001. Bahan Makanan
Ternak. Universitas Brawijaya. Malang
Soeradji.2004. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak.
Gajah Mada University Press Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.
Sutardi.2002. Supplement dan Makanan
Ternak. UI Press. Jakarta.
Zulpan.2004.Ilmu Nutrisi Ternak.
Gajah Mada University Press Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.
LAMPIRAN