: http://i1122.photobucket.com/albums/l524/riyosuke/tail2.gif

Selasa, 28 Januari 2014

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU




FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI AIR SUSU

FAKTOR DALAM (INTERNAL)

1.     BANGSA (BREEDS).
Pada bangsa ternak digolongkan kedalam dua bagian yakni ternak bangsa besar dan bangsa kecil.
a). Bangsa besar (large breeds)
Pada bangsa ternak besar peroduksi susu dan produksi lemak meningkat dan lain halnya dengan kadar lemak umumnya menurun.
Contoh ternak besar antara lain :
    - Friesien Holstein
     -Brown Swiss
b). Bangsa  kecil (small breeds)
Pada bangsa ternak kecil produksi susu dan produksi lemak menurun dan lain halnya dengan kadar lemak umumnya meningkat.
Contoh ternak kecil antara lain :
    -  Jersey
    -  Guernsey

2.    FAKTOR INDIVIDU.
Bila bangsa sama seperti sapi FH,kelompok sama pada saat sapi berumur 2 tahun dan berat badan berbeda, cenderung akan memperoduksi susu yang berbeda.
Misalkan pada kelompok sapi FH pada saat menjelang umur 2 tahun kemudian diikuti peningkatan berat badan dan nafsu makan Makan meningkat  maka produksi susu yang dihasilkan cenderung akan meningkat.
Bila pada kelompok sapi FH pada saat menjelang Umur 2 tahun yang diikuti dengan 2 kali peningkatan berat badan normal maka produksi susu akan mengalami penurunan sehingga pakan digunakan peroduksi daging.

Tabel 1.2  kelasifikasi kemampuan produksi susu dari satu kelompok sapi menurut perincian produksi susu berdasarkan Mature Equivalent (ME)*

Kelasifikasi
Rata-Rata Prod. Susu (Ib)**
Lemak (℅)
Rata-Rata Prod. Lemak (Ib)**
Jumlah Sapi (Ekor)
Excellent
14.034
3,62
507,8
860
Very good
13.267
3,60
477,5
10.371
Good plus
12.688
3,59
455,9
23.697
Good
12.150
3,58
435,4
19.161
Fair
11.621
3,56
413,7
5.403
Poor
10.970
3,49
382,4
150


3.    GENETIK
Tiap bangsa sapi mempunyai sifat tertentu yang menyebabkan produksi dan komposisi susu.. Lemak susu adalah bagian yang paling sering berbeda namun kandungan mineral dan laktosa jarang berbeda. prekuensi gena mengakibatkan perbedaan genetic bangsa-bangsa sapi. Gen mengatur kualitas dan kuantitas produksi susu. Akan tetapi perbedaan genetic antarindividu sapi dalam satu bangsa lebih besar daripada perbedaan antarbangsa sapi. Sebagai contoh, ada sapi FH yang menghasilkansusu dengan kandungan lemak lebih dari 5% dan ada pula sapi Jersey yang lemak susunya lebih rendah dari FH.


4.    FAKTOR UMUR
Produksi susu pada sapi perah terus meningkat pada umur 8 tahun dengan rata-rata  peningkatan semakin berkurang sesuai dg bangsanya.Setelah umur 8 hari produksi susu menurun lebih dari peningkatannya sebelum umur tersebut. Sapi dewasa memproduksi susu 25% saat sapi mencapai umur 2 tahun.Setelah umur 6 tahun, kadar lemak susu juga menurun secara perlahan-lahan dalam persentase produksi susu tertinggi, yaitu 100 yang dicapai pada waktu sapi perah berumur 6 -7 tahun.

Tabel 1.3. hasil analisis catatan produksi sapi FH diperternakan sapi perah di Biara Rowoseneng, Temanggung, Jawa Tangah.

No
Umur sapi saat melahirkan (tahun)
Laktasi ke
Rata-rata produksi susu (305 hari)
Persentase produksi susu (mature cows)
1
2 – 3
I
2.577 kg
75 %
2
3 – 4
II
3.093 kg
91 %
3
4 – 5
III
3.251 kg
95 %
4
5 – 6
(mature cows)
IV
3.417 kg
100 %
(produksi tertinggi)
5
6 – 7
V
3.348 kg
98 %
6
7 – 8
VI
3.334 kg
98 %
7
8 – 9
VII
3.142 kg
92 %
8
9 – 10
VIII
3.096 kg
91 %
9
10 – 11
IX
2,920 kg
85 %
10
11 – 12
X
2.800 kg
82 %

Penurunan produksi susu sapi tua karena aktivitas kelenjar ambing menurun. Penurunan produksi susu sapi yangmencapai puncaknya pada umur dewasa tubuh lebih kecil disbanding sapi yang mencapai puncak produksi sebelum waktunya. Umur berkaitan dengan berat tubuh. Peningkatan berat tubuh menaikan produksi sebanyak 5%. Perkembangan ambing menambah produksi susu yang 20% lainnya.
Standardisasi produksi susu mengacu pada 305 hari laktasi, dua kali pemerahan, dan umur setara dewasa. Standardisasi menghilangkan pengaruh fisiologis yang terdapat pada sapi.

5.    FAKTOR LAMA LAKTASI/MASA LAKTASI.
Produksi susu maksimal akan tercapai pada minggu ke 3 – 6 setelah beranak. Penurunan produksi susu pada akhir ke 4 sesudah beranak lebih cepat dari pada sebelumnya. Ada sapi yg mempunyai kemampuan/kesanggupan mempertahankan  produksi tertinggi dalam 1 masa laktasi relatif lama, dsb sapi yang  persistensinya tinggi.

6.    KEBUNTINGAN (GESTATION)
Kebuntingan sedikit pengaruhnya terhadap produksi susu sampai dengan kebuntingan pada bulan ke 5. Mulai bl ke 5 produksi susu mulai menurun lebih cepat dari pada sapi yang tidak bunting dikarenakan keseimbangan hormonnya berubah oleh energi yang dibutuhkan oleh fetus/janin pada saat itu kurang lebih sama dengan pembentukan susu sebanyak 400 – 600 lb. Agar sapi mengorbankan berat badanya untuk mempertahankan produksi susu, maka kebutuhan pokok/maintenance pakan sapi perah laktasi yang sedang bunting lebih dari 2 bulan harus ditambah (NRC, 1978)
Kebuntingan berpengaruh tidak langsungterhadap kuantitas produksi dan sedikit terhadap kualitas susu. Sapi bunting menurunkan produksi susu lebih cepat disbanding sapi yang tidak bunting. Pertambahan umur kebuntingan berbanding terbalik dengan produksi susu. Hal ini disebabkan oleh sebagian zat gizi yang dimakan tidak diproses dalam pembentukan susu tetapi digunakan untuk membesarkan embrio. Pembentukan embrio membutuhkan nutrisi yang setara dengan 55 – 400 kali liter susu. Jumlah kebutuhan ini tergantung pada bangsa dan keadaan sapi.
Sapi yang dikawinkan pada 90 hari setelah beranak mengurangi produksi susu sebanyak 375 – 400 kg dalam periode 365 hari disbanding sapi yang dikawinkan 240 hari setelah beranak. Reduksi susu biasanya mulai terjadi pada umur 5 bulan kebuntingan.umur 8 bulan kebuntingan mereduksi susu sebanyak 20% disbanding sapi laktasi dengan umur yang sama tetapi tidak bunting. Usaha terbaik adalah mengawinkan sapi-sapi 2 – 3 bulan setelah beranak.

7.    FAKTOR SIKLUS EXTRUS.
Siklus estrus mempunyai pengaruh kecil terhadap produksi susu, kecuali pada saat berlangsungnya birahi (heat).  Selama birahi, produksi susu dan persentase lemak susu menurunan cukup berarti, karena erat hubungannya dengan menurunnya nafsu makan, konsumsi pakan menurun, mempengaruhi produksi  susu dan lemak susunya. Produksi susu akan normal kembali setelah masa birahi berakhir.


8.    HORMONAL
Hormon-hormon yang berpengaruh terhadap produksi susu :
a. Hormon Lactogen (kelenjar pituitaria) memegang peranan penting dalam produksi susu dengan Jumlah H. Laktogen naik setelah beranak, jumlahnya menurun setelah laktasi berjalan lama
b. Hormon Adrenalin (kelenjar Adrenalis)
c. Hormon Tiroksin (kelenjar thyroid)
· Sapi yang sedang laktasi disuntik dengan Lactogen/ Tiroksin agar produksi susunya    meningkat.
· Tiroksin juga mempengaruhi konsumsi oksigen dan sintesa prot.susu
d. Hormon Oxytocin (kljr pituitaria bag belakang)
Berfungsi sebagai mengontrol turunnya/keluarnya air susu (Milk Let Down) waktu pemerahan sapi yang sedang disuntik dg Oxytocin langsung pada Arteria Pudenda ekterna yg menuju ambing bagian kanan, maka pemerahan dalam waktu singkat produksi susunya meningkat dengan kadar lemak dan jumlah sel-sel tubuh (somatic cell) meningkat, tetapi ambing sebelah kiri tidak mengeluarkan susu. Ambing bagian kiri baru melepaskan susu 50 – 60 detik setelah disuntik.

Peningkatan produksi susu dapat dinaikkan menggunakan hormone sintetis. Hormone yang digunakan misalnya tiroid, tiroprotein, tirokasein, protein teriodinasi, dan kasein teriodinasi. Sapilaktasi meningkatkanproduksi susu dan kadar lemak susu sebanyak 29 % dengan pemberian tiroprotein 15 mg. pemberian tiroprotein dilakukan setiap hariselama 2 minggu hingga satu bulan. Produksi susu menurun setelah pemberian hormone dihentikan.
Pemberian hormone sebaiknya terbatas. Pemakaiannya hanya untuk meningkatkan produksi susu yang menurun pada saat harga susu mahal. Di lain pihak pemberian hormone menyebabkan berat badan merosot, temperature tubuh meningkat, dan pernapasan naik.
Pemberian oksitosin menyebabkan ambing melepas susu sehingga jumlah dan lemak susunya meningkat. Pemberian oksitosin dilakukan pada tiap pemerahan.pemberian oksitosin membutuhkan biaya, waktu, dan tenaga.

9.    TINGKAT LAKTASI
Variasi terbesar komposisi susu terjadi pada kadar lemak. Kolostrum mengandung kadar lemak tertinggi. Perubahan komposisi berlangsung setelah 5 hari. Kandungan lemak susu terus menurunsampai 3 – 4 bulan laktasi kemudian relative konstan setealah itu. Kadar lemak susu sedikit meningkat pada akhir laktasi. Produksi susu dimulai dengan jumlah relative tinggi dan terus meningkat hingga 2 – 3 bulan laktasi. Setelah itu,produksi susu menurun perlahan. Lemak susu dan bahan kering tanpa lemak menurun sebanyak 0,2 – 0,4 % antara laktasi kesatu dan kelima. Ilustrasi 3 memperlihatkan keadaan produksi susu sapi setelah beranak hingga dikeringkan.
Estrus mengakibatkan produksi susudan lemak berfluktuasi terutama pada hari ovulasi. Estrus sering menyebabkan hasil susu sapiproduksi tinggi menurun. Sapi yang berproduksi tinggisering pula menunda estrusnya.
Sumber :

10.    UKURAN TUBUH
Bangsa sapi besar menghasilkan susu lebih banyak dibandingkan bangsa sapi kecil. Pertambahan berat badan  meningkatkan produksi susu secara proporsional sebesar 70% dari jumlah pertambahan berat badan.
Sumber :

11.    PERSISTENSI PRODUKSI
Produksi susu merupakan perkembangan dari laktasi. Produksi susu tiap bulan sekitar 90 persen dari bulan sebelumnya. Peneliti lain menyatakan persistensi berkisar 94 – 96%. Sapi tidak bunting terus menghasilkan susu dengan jumlah terbatas.

­FAKTOR LUAR (EKSTERNAL)
1.    MUSIM à(SUHU + RH)
Sapi yang beranak pada musim gugur/dingin produksi susu dan kadar lemak susunya meningkat pada sapi yang beranak pada musim panas.sapi yang  beranak pada musim rontok/gugur produksinya lebih banyak. Sapi yang beranak pd musim musim semi /panas produksi susu lebih sedikit dan kadar lemak susu rendah.
Penyebabnya mungkin karena pengaruh :
-        temperatur dan kelembaban udara
-        Respirasi meningkat
-        perubahan berat badan
-        makanan dan faktor-faktor lainnya

Musim sangat mempengaruhi total produksi susu per laktasi dan komposisinya, yang merupakan pengaruh dari kombinasi dari breed, tingkat laktasi, kondisi klimatologi pada saat pencatatan dilakukan, dan perbedaan-perbedaan dalam managemen pakan. Sapi-sapi yang melahirkan pada musim basah (hujan) biasanya memproduksi susu lebih tinggi dari sapi yang melahirkan pada musim lainnya. Produksi sapi perah dipengaruhi oleh factor genetic,lingkungan, dan interaksi genetic dan lingkungan. Factorgenetic berpengaruh sebesar 30 % dan lingkungan 70 % terhadap produksi susu sapi perah.
Lingkungan dataran rendah biasanya menurunkan produksi susu dan kandungan lemak. Sapi perah produksi susu tinggi lebih mudah terpengaruh cekaman lingkungan dataran rendah dibandingkan dengan sapi perah yang berproduksi rendah, terutama pada produksi puncak. Diduga, penurunan disebabkan oleh temperature dan kelembaban, perubahan berat tubuh, serta macam dan jumlah pakan yang diberikan.
Kenaikkan temperature mempertinggi denyut jantung dan produksi panas. Awalnya temperature mempengaruhi konsumsi pakan kemudian produksi. Produksi susu sapi FH menurun pada lingkungan 26ºC. temperature optimalnya 10ºC. kelembaban tidak mempengaruhi produksi susu kecuali bila melebihi 24ºC. Penggunaan peneduh, atap, kipas,penyiraman, dan pendingin dapat mengurangi cekaman panas dan menaikkan efisiensi reproduksi. Penggunaannya perlu meperhatikan segi ekonomis.


2.    FAKTOR FREKUENSI PEMERAHAN
sapi perah yang berproduksi tinggi bila diperah 3/4 x/hr produksi susunya lebih dari 20% dibandingkan dengan pemerahan 2x/hr. sapi perah yang produksi rendah, kenaikkan produksi susu sebagai akibat dari peningkatan frekuensi pemerahan sangatlah kecil.
Umumnya sapi diperah 3 x/hr pada saat produksi susunya tertinggi yaitu 60 – 90 hari setelah beranak.Pada periode berikutnya sapi diperah 2 kali saja dalam sehari. Peningkatan frekuensi pemerahan menjadi 3 x/hr produksi susu naik  10 – 25% ,Pemerahan 4x/hr akan memberikan tambahan lagi 5 – 15%.
Peningkatan frekuensi pemerahan seharusnya diimbangi dengan penambahan pakan sesuai dengan peningkatan produksi susu. Kalau hal tersebut dilakukan, produksi pada periode laktasi berikutnya akan menurun akibat berat badan sapi menurun. Apakah peningkatan produksi ini akan sebanding dengan pengeluaran tambahan untuk tenaga kerja, pakan dan peralatan yang digunakan untuk kegiatan tambahan diatas, tergantung dari kondisi perusahaan.

3.    FAKTOR KECEPATAN PEMERAHAN
Pemancaran susu (milk let down) dikontrol oleh hormon oxytosinyang dihasilkan oleh kelenjar pituitaria. Penggunaan hormone ini sangat singkat dan hanya bersifat sementara yaitu 5 – 8 menit.
Oxtosin dalam darah akan menyebabkan kontraksi sel-sel miyoepithel yang menyusun dinding alveoli.
Yang dapat menyebabkan pembebesan hormon tersebut adalah:
a.       Perabaan pada ambing waktu mengelap ambing
b.      Adanya pedet didepanya
c.       Kehadiran pemerah.

4.    PERGANTIAN PEMERAH
Faktor Pergantian pemerah.
Pada sapi perah lebih suka diperah secara teratur oleh pemerah yang sama. Kalau terjadi pergantian pemerah dapat menyebabkan stress, karena setiap pemerah mempunyai perabaan yang berbeda.
Selanjutnya jika pemerah dilakukan dengan mesin, maka pemerah dapat dilakukan dengan bekerja tanpa menyebabkan sapi menjadi takut yang menyebabkan ternak stress.

5.    PAKAN
Faktor makanan/pakan.
Pada pemberian pakan harus memenuhi :
a. Kualitas dan kuantitas
b. Pemberian ternak dari pakan yang berlebihan tidak akan meningkatkan produksi susu
c.  Kadar lemak paling sensitive pada perubahan pakan yang di beriakan (3%), kadar protein sedikit (0,6 %).
Pakan merupakan faktor penting pada penampilan produksi dan reproduksi sapi terutama sapi perah pasca beranak, pakan yang kurang baik dalam jumlah maupun kualitasnya menyebabkan terganggunya fungsi fisologis reproduksi ternak. Pemberian pakan dasar, pakan konsentrat, dan pakan aditif dengan kandungan nutrisi yang tidak seimbang dan tidak kontinyu akan menimbulkan strees dan akan menyebabkan sapi rentan terhadap penyakit dan terjadi gangguan pertumbuhan dan gangguan fungsi fisiologi reproduksi ternak.
Banyak sedikitnya jumlah energi dalam pakan (kandungan bahan kering) berpengaruh pada organ reproduksi dan aktivitas ovarium, bila terjadi ketidak seimbangan energi dalam pakan (intake) dengan energi untuk pertumbuhan akan menurunkan birahi pada ternak muda yang sedang tumbuh dan pada sapi perah dewasa pasca beranak, dan ketidakaktifan ovarium yang menyebabkan anestrus terlambatnya pubertas pada semua jenis ternak dan akan memperpanjang anestrus pada sapi yang sedang laktasi. Birahi pertama beranak akan tertunda bila energi yang dikandung dalam pakan sebelum dan sesudah beranak rendah, hal tersebut akan mempengaruhi siklus birahi berikutnya dan akan memperpanjang selang beranak.
Rumput kering yang jelek biasanya akan menyebabkan defisiensi vitamin yang kompleks, defisiensi cobalt (Co), yang dapat menyebabkan rendahnya nafsu makan sehingga intake energi dan nilai gizi dan vitamin pakan berkurang, akibatnya pubertas pada sapi dara akan terlambat dan kegagalan estrus pada induk. Kendala tersebut diatas dapat diatasi dengan pemberian Biosuplemen probiotik kedalam pakan konsentrat. Probiotik adalah mikroba hidup dalam media pembawa yang menguntungkan ternak karena dapat menciptakan keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan sehingga menciptakan kondisi yang optimum untuk pencernaan pakan dan meningkatkan efisinesi konversi pakan sehingga memudahkan dala proses penyerapan zat nutrisi ternak, menigkatkan kesehatan ternak, mempercepat pertumbuhan, memperpendek jarak beranak, menurunkan kematian pedet. Dan pemberian kombinasi dengan bioplus probiotik Saccharomyces cerevilae (PSc) yang berguna untuk mengatasi penurunan kesehatan reproduksi ternak.
Pakan berpengaruh terhadap keadaandan mikroba rumen. Karena itu, pakan harus diberikan dengan interval waktu dan komposisi bahan yang konstan. Dengan demikian, jumlah dan komposisi susu juga tidak berubah.

6.    OBAT OBATAN
Faktor obat-obatan
a.  Salah satu obat yang digunakan dalam meningkatkan produksi sisi 20% thyroprotein (ditambah pada makanan pada saat laktasi), dengan syarat air dilibicum dan pakan ditingkatkan.
b.  Produksi menurun apabila pemberianya dihentikan.
obat termasuk pestisida dan antibiotic yang digunakan untuk mengobati penyakit sapi. Obat-obat tersebut diskresikan ke dalam susu. Oleh karena itu susu yang seperti ini harus dipisahkan agar tidak terkonsumsi bahkan harus dimusnahkan.

7.    PENYAKIT
Faktor penyakit.
Penyakit pada ternak mempunyai pengaruh yang sangat nmerugikan. pada sapi perah, penyakit seperti mastitis, ketosis, milk fever, dan ganguan pencernaan mempengaruhi produksi susu dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Bahwa untuk melalukan hal ini maka kita harus melakukan pencegahan.
Penyakit mempengaruhi komposisi dan jumlah produksi susu. Penyakit mastitis menyebabkan jumlah produksi susu maupun komposisi susu menurun.California Mastitis Test (CMT) membandingkan salah satu quarter ambing yang menghasilkan air susu yang tidak normal dengan quarter yang berlawanan pada sapi yang sama yang mempunyai hasil CMT yang negatif. Susu sapi yang terkena infeksi mastitis mempunyai kandungan lactose dan potassium yang lebih rendah dan sodium; chlor yang lebih tinggi dari sapi yang sehat. Selama sapi terinfeksi mastitis, kandungan globulin susu, kandungan serum albumin dan protease juga ada peningkatan. Sedangkan kandungan kaseinnya menurun.
Waite dan Blakcburn (74) susu yang mempunya bakteri lebih dari 1000.000/ml akan menyebabkan produksi dan komposisi susunya menurun.


8.    FAKTOR INTERVAL
Apabila interval antara pemerahan tidak sama, maka produksi susu akan lebih banyak  pada interval yang lebih  lama, dan kandungan lemak akan lebih tinggi dari hasil pemerahan dengan interval yang lebih singkat (Eckles dan Anthony, 1956). Jika sapi diperah dua kali sehari dengan jarak waktu antar pemerahan sama akan sedikit sekali perubahan susunan susu tersebut.  Produksi susu  akan eningkat  tergantung dari kemampuan sapi berproduksi, pakan yang diberikan, dan anajemen yang dilakukan peternak (Sudono et al., 2003).
Interval yang  lama  akan mempengaruhi kecepatan jumlah sekresi. Penurunan dalam sekresi susu terjadi setelah 12 jam dan akan memberikan pengaruh pada interval pemerahan berikutnya. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa sekresi susu dan lemak susu mengalami pengurangan dengan  memperlama  interval pemerahan dengan jumlah yang lebih  banyak  untuk pengurangan susu dibandingkan dengan lemak susu dan persentase lemak susu akan cenderung  bertambah  pada interval pemerahan yang lama (Schmidt, 1971).

9.    FAKTOR PEMBERIAN AIR
Air adalah komponen terbesar karena 87 % dari keseluruhan komponen susu terdiri dari air. Air tersebut sebagian dihasilkan dari air yang diminum oleh sapi setiap harinya.
Jumlah air minum yang diberikan juga dapat mempengaruhi jumlah produksi susu. Oleh karena itu pemberian air minum penting dalam peternakan sapi perah. Hal ini disebabkan lebih dari 85% bagian dari susu terdiri dari air dan 50% dari badan sapi perah juga terdiri dari air. Jumlah air yang dibutuhkan tergantung pada produksi susu, suhu lingkungan dan bentuk makanan yang diberikan (seperti hijauan segar dengan hijauan kering). Kebutuhan air minum untuk seekor sapi sebesar 3,6 – 4,0 liter per hari untuk setiap liter susu yang dihasilkannya. Oleh karena itu setiap hari seekor sapi perah membutuhkan air minum minimal sebanyak 37-45 liter. Jumlah ini akan bertambah bila suhu udara diatas 280C.
Pemberian pakan dan minum bagi sapi perah, dapat diberikan sebagai berikut :
1)      Pakan hijauan diberikan 2 - 3 kali sehari yaitu pagi dan siang sesudah pemerahan. Pakan hijauan diberikan sebanyak ± 10 % dari berat badan (BB);
2)      Pakan konsentrat diberikan dalam keadaan kering, sesudah pemerahan 1 - 2 kali sehari sebanyak 1,5 - 3 % dari berat badan (BB);
3)      Air minum disediakan secara tidak terbatas (ad libitum ).

10.    FAKTOR LAMA PENGERINGAN
Lama kering merupakan suatu periode ketika sel-sel ambing tidak mensekresikan air susu diantara dua periode laktasi . Periode tersebut esensial untuk memberi kesempatan sel-sel ephitel ambing beregresi, proliferasi dan diferensiasi yang memungkinkan stimulasi produksi susu secara maksimal (CM'uco et al., 1997) .
Lama waktu sapi yang dikeringkan mempengaruhi produksi susu. Tujuannya utuk memberi kesempatan pada induk untuk menimbun zat gizi yang diperlukan bagi produksi susu berikutnya serta involusi dan penyegaran ambing. Karena itu, sapi perah harus dikeringkan dengan waktu yang optimal.
Lama kering merupakan salah satu faktor lingkungan internal (biologis) yang member pengaruh cukup besar pada produksi susu sapi perah FH yang dipelihara di daerah sentra produksi susu di kabupaten Banyumas . Kisaran lama kering 60-90 hari memberikan produksi susu tertinggi pada laktasi selanjutnya pada sapi FH baik pada sistem pemeliharaan intensif di stasiun bibit BPTU Baturraden, tetapi tidak diperoleh pola produksi susu secara jelas dengan memanjangnya lama kering sapi FH.
Lama kering 50-59 hari menghasilkan produksi susu tertinggi, akan tetapi secara praktis tidak diperoleh perbedaan besar apabila lama kering masih dalam kisaran 40-69 hari . Didapatkan penurunan produksi susu pada laktasi berikutnya sebanyak 610 dan 230 kg (produksi 6190 dan 6570 kg) untuk lama kering singkat 20-29 hari dan 30-39 hari dibandingkan produksi susu tertinggi (6800 kg) pada lama kering optimal 50-59 hari . Namun ditekankan, secara praktis kisaran masa kering 40-49 hari (6700 kg) menghasilkan produksi susu tidak berbeda dengan masa kering 50-59 hari .
Pengaruh lama kering pada produksi susu dinyatakan dalam bentuk total produksi susu selama satu laktasi, diperoleh dengan menjumlahkan produksi susu setiap minggu (SB) atau setiap bulan (PR) menggunakan metoda interpolasi tinier. Data lamakering sapi FH di BPTU Baturraden berjumlah 216 catatan, sedangkan di peternakan rakyat berjumlah 220 catatan, sehingga diperoleh total lama kering 436 catatan . Lama kering diklasifikasi kedalam enam grup, yaitu <- -90="" .="" 121-150="" 181-229="" 60="" 6="" 91-120="" agar="" box="" clan="" dan="" data="" diagram="" dikeluarkan="" diketahui="" disebar="" grup="" hari="" kedalam="" kering="" lama="" pencilan.="" plot="" produksi="" selanjutnya="" setiap="" span="" susu="" untuk="">
Sumber :

11.    FAKTOR JARAK BERANAK (CALVING INTERVAL PADA SAPI )
Days Open/Calving Interval/Jarak Beranak adalah jumlah hari/bulan antara kelahiran yang satu dengan kelahiran berikutnya. Panjang pendeknya selang beranak merupakan pencerminan dari fertilitas ternak, selang beranak dapat diukur dengan masa laktasi ditambah masa kering atau waktu kosong ditambah masa kebuntingan. Selang beranak yang lebih pendek menyebabkan produksi susu perhari menjadi lebih tinggi dan jumlah anak yang dilahirkan pada periode produktif menjadi lebih banyak, selang beranak yang ideal pada sapi perah adalah 12 bulan termasuk selang antara beranak dengan perkawinan pertama setelah beranak (Sudono, 1983). Selang beranak merupakan kunci sukses dalam usaha peternakan sapi (pembibitan), semakin panjang selang beranak, semakin turun pendapatan petani peternak, karena jumlah anak yang dihasilkan akan berkurang selama masa produktif. Meningkatkan produksi dan reproduktifitas ternak dengan memperpendek selang beranak (calving interval) dengan mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dan seleksi bibit ternak (sapi pengafkiran memiliki selang beranak yang panjang) (sudono, 1983),
Selang beranak yang ideal antara 12 – 14 bulan. Selang beranak 12 bulan paling menguntungkan daripada lebih lama dari itu. Selang beranak 12 bulan dan periode kering 8 minggu memberi lama produksi susu 10 bulan. Selang beranak yang teratur adalahperangsang utama agar tingkat produksi susu tetap tinggi. Factor pakan,tenaga kerja, efisiensi reproduksi, dsb harus dinilai sebelum selang beranak ditentukan.Selang beranak yang kurang dari 12 bulan menurunkan produksi sebesar 3,7 – 9 %. Selang beranak yang lebih dari 14 bulan, misalnya 15 bulan,menaikan produksi susu sebesar 3%. Namun secara ekonomis kenaikan ini justru merugikan.
Jarak beranak yang panjang disebabkan oleh anestrus pasca beranak (62%), gangguan fungsi ovarium dan uterus (26%), 12 % oleh gangguan lain (Thoelihere, 1981). Dalam upaya memperbaiki produktivitas dan reproduktivitas sapi perah yang mengalami keadaan seperti diatas, perlu dilakukan penerapan teknologi reproduksi secara terpadu antara induksi birahi dan ovulasi dengan Inseminasi Buatan (IB) pada waktu yang ditentukan/Fixed Time Atrificial Inseminasi (AI) (Siregar. 1992).

12.    FAKTOR KONDISI SAAT BERANAK /KEADAAN SAAT BERANAK
Sapi kurus pada saat beranak akanmenghasilkan susu lebih sedikit daripada sapi gemuk. Sapi terlalu gemukpun dapat menuruknan produksi susu saat beranak. Sapi dengan kondisi tubuh baik memproduksi susu 25% lebih banyak dibanding sapi kurus saat beranak.
Sumber :

13.     FAKTOR PERAWATAN & PERLAKUAN
Perlakuan yang diberikan pada pengkajian ini berupa perbaikan tatalaksana pemeliharaan yang berkaitan dengan kesehatan dan hygienes susu. Hasilnya di-bandingkan dengan peternak lainnya (sebagai kontrol) yang tidak diberikan perbaikan/ perlakuan. Komponen perlakuan/perbaikan tatalaksana pemeliharaan ini meliputi; kebersihan kandang, kebersihan sapi selama pemeliharaan, penanganan kebersihan ambing sebelum dan sesudah pemerahan, kebersihan alat-alat pemerahan (termasuk untuk penanganan dan penampungan susu), kontrol parasit (cacing, kutu) dan kontrol (pencegahan) terhadap kejadian mastitis dengan menggunakan teknik "celup puting" setiap setelah pemerahan.
Kebersihan kandang sangat penting karena dapat mempengaruhi kualitas susu. Kandang yang kotor pada weaktu pemerahan akan mudah mencemari susu dengan kotoran sapi ataupun sisa pakannya.
Kebersihan Susu
Pengkajian terhadap tingkat kebersihan susu sapi perah selama pengamatan terhadap sapi milik peternak yang mendapat perlakuan dan kontrol hasilnya. Pada kelompok sapi yang mendapat perlakuan untuk tingkat kebersihan susu kotor, cukup dan bersih, maka nilai rata-ratanya sebesar 0%; 16% dan 84%. Sedangkan pada kelompok sapi kontrol tingkat kebersihan susu kotor, cukup dan bersih nilai rata-ratanya sebesar 3%; 93% dan 6%.
Penyakit Cacing, Teracak/kuku,Kulit dan Penyakit Lainnya
Selama pengamatan terhadap kejadianparasit cacing, sakit kuku, kulit dan penyakit lainnya baik yang bakterial maupun yang viral hasilnya tidak dijumpai kasus yang berarti. Pemeriksaan terhadap contoh kotoran sapi untuk melihat keberadaan cacing (Nematoda maupun Fasciola) memperlihatkan hasil yang rendah baik pada kelompok sapi yang mendapat perlakuan maupun yang kontrol. Demikian pula terhadap kejadian penyakit kuku (teracak ), luka-luka pada kulit dan penyakit lainnya (MCF, BEF, BUD, Brucellosis, Sura) tidak didapatkan kasus selama periode pengamatan.
Sumber : www.pustaka.litbang.deptan.go.id/bptpi/lengkap/IPTANA/.../98-51.pdf